SETELAH mengetahui secara umum madzhab Hanafi, yang merupakan madzhab salaf dalam bidang fiqih tertua yang masih bertahan hingga masa ini, kita bernajak kepada madzhab-madzhab salaf lainnya yang masih bertahan. Madzhab Maliki, madzhab salaf kedua umat Islam dari urutan proses pertumbuhannya.
Madzhab Maliki diasaskan oleh Imam Malik. Sebagaimana dicatat oleh Imam An Nawawi dalam Tahdzib Asma wa Al Lughat (2/75-79), Imam Malik adalah seorang ulama besar Madinah yang faqih dan hafidz dalam bidang Hadits. Imam As Syafi’i sendiri pernah menyatakan bahwasannya kalau bukan karena Imam Malik din Sufyan bin Uyainah, maka hilanglah ilmu Hijaz. Dan Imam As Syafi’i selalu mengutamakan Imam Malik daripada yang lain dalam masalah Hadits. Sedangkan Wahb bin Khalid menyatakan bahwa antara timur dan barat, tidak ada yang yang memiliki amanah terhadap hadits melebihi Imam Malik.
Madzhab Maliki, tidak bersedekap dalam shalat.
Imam An Nawawi juga mengungkap kehebatan Imam Malik dalam bidang fiqih yang diakui oleh para ulama semasanya. Ali Ibnu Al Madini menyampaikan bahwa tidak ada siapapun di Madinah yang lebih tahu dari Imam Malik mengenai madzhab para tabi’iin Madinah. Imam Malik sendiri mengambil periwayatan dari 900 ulama, 300 dari kalangan tabi’in dan 600 dari kalangan atba’ tabi’in yang sudah dikenal akhlak dan ilmu mereka dalam fiqih.
Berfatwa Tanpa Sebut Dalil
Bahkan Imam An Nawawi juga menyebutkan bagaimana interaksi para penuntut ilmu dengan Imam Malik waktu itu. Abu Mus’ab pernah menyampaikan mengenai majelis Imam Malik,”…Imam Malik menyampaikan dalam sebuah persoalan,’tidak’ atau ‘ya’. Dan tidak ada seorangpun yang berkata,’darimana Anda mengatakan demikian?’”
Hal itu menunjukkan bahwa menyampaikan persoalan tanpa menyebut dalil bukan hal yang tercela di masa salaf. Demikian juga menerima pendapat dan diam dari mempertanyakan dalil kepada ulama bukan hal yang dicela di masa keemasan tersebut. Di masa itu masih hidup ratusan ulama tabi’in dan atba’ at tabi’in. Bahkan ketika Imam Malik membuka majelis ilmu, sang guru Imam Nafi’ murid dari sahabat Ibnu Umar itu masih hidup.
Dan hal itu juga tidak bisa disimpulkan bahwa fiqih Imam Malik tidak berdiri di atas dalil, karena Imam Malik sendiri adalah Imam penduduk Madinah dalam bidang fiqih dan hadits dan para guru beliau adalah para ulama besar tabi’in
Tradisi tidak menyebutkan dalil dalam kitab-kitab fiqih madzhab Maliki berlanjut hingga muta’akhirin, dimana para ulama Malikiyah tidak menulis dalil pada kitab-kitab fiqih mereka. Hal itu karena mereka bersandar kepada fiqih Imam Malik. Dan tidak ada yang menentang akan hal itu. Hal ini disampaikan oleh Syeikh Abdul Wahhab Abdul Lathif di muqadimah Al Iklil syarh Mukhtashar Al Khalil.
Sampai akhirnya datang di kurun kontemporer sekelompok manusia membakar kitab Al Mudawwanah, yang merupakan ilmu Imam Malik yang dibukukan oleh Imam As Suhnun juga syarh Mukhtashar Al Khalil setelah shalat Jumat, dengan argumen bahwa buku-buku tersebut merupakan produk pemikiran manusia, jadi boleh dibakar.
Dalil Madzhab Maliki
Dalil-dalil yang dijadikan Imam Malik dalam membangun madzhabnya ada 17 dalil. Yakni dhahir Al Qur`an (keumuman Al Qur`an), dalil Al Qur`an (mafum mukhalafah), mafhum Al Qur`an (mafhum al aulawiyah), dan syibh (perhatian terhadap illat). Kemudian 5 hal surapa pada As Sunnah. Kemudian ijma’, qiyas dan amalan penduduk Madinah, perkataan sahabat, istihsan, sad ad darai’, dan istishab. Hal ini disampaikan oleh Al Muhaddits Abdullah bin Shiddiq di muqadimah Al Iklil fi Syarh Mukhtashar Al Khalil.
Kitab-kitab Maliki
Kitab induk madzhab Maliki adalah Al Mudawwanah, yang ditulis oleh Imam As Suhnuh di abad ke tiga. Kitab ini berisi mengenai persoalan-persoalan yang dihukumi oleh Imam Malik. Imam As Suhnun sendiri mengambil periwayatan mengenai hal itu dari Imam Ibnu Qasim. Imam Ibnu Qasim sendiri bermulazamah kepada Imam Malik selama lebih dari 20 tahun. Dalam kitab ini, As Suhnun menambah dengan qiyas Ibnu Qasim kepada persoalan yang dihukumi Imam Malik. As Suhnun juga menjadikan Al Muwaththa’ sebagai dalil untuk tiap-tiap masalah.
Sebelum As Suhnun Asad bin Furad juga telah mengumpulkan pendapat Imam Malik melalui periwayatan Ibnu Qasim, hanya saja Ibnu Qasim banyak meralatnya setelah itu. Dan menyarankan Asad bin Furad untuk mengambil apa yang telah dikumpulkan As Suhnun.
Walhasil, Al Mudawanah adalah kitab utama rujukan madzhab Maliki, karena di dalamnya terdapat pendapat 4 mujtahid. Pertama adalah Imam Malik, kemudian muridnya Ibnu Qasim lalu As Suhnun dan Asad bin Furad.
Lalu Abdul Malik membukukan Al Wadhihah yang merupakan kumpulan riwayatnya dari Ibnu Qasim dan para muridnya.
Kemudian Al Utbi murid Abdul Malik membukukan Al Utbiyah, yang berisi masalah-masalah yang diriwayatkan dari Ibnu Qasim, Asyhab dan Ibnu Nafi’ dari Malik juga dari Yahya bin Yahya, Asbagh serta As Suhnun dari Ibnu Qasim.
Kemudian di abad ke 4 datanglah ulama besar Malikiyah yang dijuluki “Malik Kecil” menggabungkan Al Mudawwanah, Al Wadhihah dan Al Utbiyah yang disebut An Nawadir.
Pada akhirnya datanglah Ibnu Hajib mengumpulkan segala periwayatan masalah-masalah dari Imam Malik dan para mujtahid Malikiyah yang disebut Al Jami’ Al Ummahat.
Kemudian Al Khalil meringkas apa yang telah ditulis oleh Ibnu Hajib, yang dikenal dengan Mukhtashar Al Khalil. Kitab terakhir inilah yang sampai saat ini dipelajar penganut madzhab Maliki.
Penyebaran Terluas
Madzhab Maliki merupakan madzhab fiqih yang memiliki penyebaran terluas dibanding madzhab lainnya. Madzhab Maliki menyebar di Mesir, Andalusia, Iraq, Maghrib, dan memenuhi mayoritas wilayah Afrika. Demikian juga menyebar ke Syam dan Hijaz. Untuk wilayah teluk, Uni Amirat Arab menjadikan Madzhab Maliki sebagai madzhab yang dianut oleh kerajaan.
Choose EmoticonEmoticon