-->

Selasa, 17 April 2018


BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang Masalah


Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Ini dibuktikan antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan, dan penghasilan per-kepala yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Di antara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-102 (1996), ke-99 (1997), ke-105 (1998) dan ke-109 (1999).


Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Posisi Indonesia berada di bawah Vietnam. Data yang dilaporkan The World Economic Forum Swedia (2000), Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara yang disurvei di dunia. Dan masih menurut survei dari lembaga yang sama, Indonesia hanya berpredikat sebagai follower bukan sebagai pemimpin teknologi dari 53 negara di dunia. Kualitas pendidikan Indonesia yang rendah itu juga ditunjukkan data Balitbang (2003) bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Program (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Program (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).


Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia tentu tidak lepas dari peran dan kinerja seorang guru sebagai pengembang segala potensi yang ada pada anak, disebabkan pendidik (guru) adalah seorang yang langsung bersinggungan dengan peserta didik. Pada dasarnya keberhasilan pelaksanaan pendidikan lebih banyak disebabkan faktor guru. Oleh sebab itu, untuk kali ini penyusun akan mencoba memaparkan, menjelaskan, serta menyajikan hasil diskusi kami yang berjudul “Peranan Guru dalam Memfasilitasi Perkembangan Peserta Didik”.

1.2 Rumusan Masalah


Agar pembahasan di dalam makalah ini tidak lari dari sub judul, ada baiknya penyusun merumuskan masalah-masalah yang akan dibahas. Antara lain :


Peranan guru dalam proses belajar mengajar;


Keterampilan dasar mengajar guru;


Kompetensi Profesional guru.


1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan ini antara lain :


Untuk melengkapi tugas mata kuliah perkembangan peserta didik;


Mahasiswa mengetahui apa saja peran guru dalam proses belajar mengajar;


Mahasiswa mampu memahami ada saja keterampilan yang harus dimiliki seorang guru;


Mahasiswa dapat mengetahui kompetensi professional seorang guru yang telah diatur dalam UUD.


BAB II

PEMBAHASAN


Pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Dengan perkataan lain bahwa istilah pembelajaran dapat diberi arti sebagai kegiatan sistematik dan sengaja dilakukan oleh pendidik untuk membantu peserta didik agar tercapai tujuan pembelajaran. Kegiatan belajar terjadi pada diri siswa sebagai akibat dari kegiatan membelajarkan. Setiap anak telah dibekali berbagai potensi yang ada dalam dirinya, tugas pendidiklah mengembangkan segala potensi yang dimiliki anak tersebut.


2.1 Peranan Guru


Guru sebagai pelaku utama dalam penerapan program pendidikan di sekolah memiliki peran yang sangat penting dalam mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan.[1] Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas belajar bagi murid-murid untuk mencapai tujuan. Guru mempunyai tanggung jawab untuk melihat segala sesuatu yang terjadi dalam kelas untuk membantu proses perkembangan anak.[2] Pendidik adalah orang yang mengajar dan membantu siswa dalam memecahkan masalah pendidikannya. Sedangkan menurut kajian Islam, menurut Imam al-Ghazali guru/pendidik adalah orang yang berusaha membimbing, meningkatkan, menyempurnakan, segala potensi yang ada pada peserta didik. Serta membersihkan hati peserta didik agar bisa dekat dan berhubungan dengan Allah SWT.[3]


Pendidik/guru di indonesia sendiri lebih dikenal dengan istilah pengajar, adalah tenaga kependidian yang berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan dengan tugas khusus sebagi profesi pendidik. pendidik adalah orang-orang yang dalam melaksanakan tugasnya akan berhadapan dan Perinteraksi langsung dengan para peserta didiknya dalam suatu proses yang sistematis, terencana, dan bertujuan. Menurut Drs. H. Abu Ahmadi dan Drs. Widodo Supriyono, peran guru dalam proses belajar berpust pada :


a. Mendidik anak dengan memberikan pengarahan dan motivasi untuk mencapai tujuan, baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang;


b. Memberi fasilitas, media, pengalaman belajar yang memadai;


c. Membantu mengembangkan aspek-aspek kepribadian siswa, seperti sikap, nilai-nilai, dan penyesuaian diri.[4]


Demikianlah dalam proses belajar mengajar, guru tidak terbatas hanya menyampaikan ilmu pengetahuan saja akan tetapi lebih dari itu, ia bertanggung jawab akan keseluruhan perkembangan kepribadian murid. Ia harus mampu menciptakan proses belajar yang sedemikian rupa, sehingga dapat merangsang murid untuk belajar aktif dan dinamis dalam memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan.


Mengingat peranannya yang begitu penting, maka guru dituntut untuk memiliki pemahaman dan kemampuan secara komprehensif tentang kompetensinya sebagai pendidik.[5] Guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, seperti yang di ungkapkan oleh Brand dalam Educational Leadership menyatakan bahwa hampir semua usaha reformasi pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan metode pembelajaran, semua bergantung kepada guru. Tanpa penguasaan materi dan strategi pembelajaran, serta tanpa dapat mendorong siswanya untuk belajar bersungguh-sungguh, segala upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan mencapai hasil yang maksimal.


2.1.1 Peran Guru dalam Proses Pembelajaran


Peran utama seorang guru adalah menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan. Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pembelajaran, bagaimana pun hebatnya teknologi, peran guru akan tetap diperlukan. Teknologi yang konon bisa memudahkan manusia mencari, mendapatkan informasi, dan pengetahuan, tidak mungkin dapat mengganti peran seorang guru.[6] Ada beberapa peran guru dalam proses pembelajaran, antara lain :


Guru sebagai Demonstrator


Dengan peranannya sebagai demonstrator atau pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkan dan meningkatkan kemampuannya. Dengan terus belajar, diharapkan akan tercipta siswa yang unggul. Menurut The Liang Gie, yang dikutip oleh Sunardi Nur dan Sri Wahyuningsih “ karakteristik siswa yang unggul ada tiga, yaitu gairah belajar yang mantap, semangat maju yang menyala dalam menuntut ilmu dan kerajinan mengusahakan studi sepanjang waktu”.[7]


Sedangkan menurut Wina Sanjaya, yang dimaksud dengan peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator, yaitu :


Ø Sebagai demonstrator guru harus menunjukkan sikap-sikap terpuji. Dalam setiap kehidupan, guru merupakan sosok yang ideal bagi setiap siswa. Biasanya apa yang dilakukan guru akan menjadi acuan bagi siswa. Dengan demikian, berarti dalam konteks ini guru berperan sebagai model dan teladan bagi setiap siswa.


Ø Sebagai demonstrator guru harus dapat menunjukkan bagaimana caranya agar setiap materi pelajaran bias lebih dipahami dan dihayati oleh setiap siswa. Oleh karena itu, sebagai demonstrator erat kaitannya dengan perencanaan strategi pembelajaran yang lebih efektir.[8]


Guru sebagai pengelola kelas


Tujuan pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil belajar yang baik. Sebagai pengelola, guru berperan dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar siswa.


Guru sebagai Fasilitator


Sebagai fasilitator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pendidikan, karena media pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar mengajar. Sebagai mediator, guru menjadi perantara hubungan antar manusia. Dalam konteks kepentingan ini, guru harus terampil mempergunakan pengetahuan tentang bagaimana orang berinteraksi dan berkomunikasi.[9]


Guru sebagai Evaluator 


Fungsi ini dimaksudkan agar guru mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan telah tercapai atau belum, dan apakah materi yang sudah diajarkan sudah cukup tepat. Dengan melakukan penilaian guru akan dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan, penguasaan siswa terhadap pelajaran serta keefektifan metode mengajar. Dalam peran ini, guru menyimpulkan data atau informasi tentang keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai evaluator, yaitu :


Ø Untuk menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan siswa dalam menyerap materi kurikulum.


Ø Untuk menentukan keberhasilan guru dalam melaksanakan seluruh kegiatan yang telah dirancang dan diprogramkan.[10]


Guru sebagai Motivator


Dalam proses pembelajaran. motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan kemampuannya yang kurang, tetapi dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar. Dengan demikian, siswa yang berprestasi rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi mungkin disebabkan tidak ada dorongan motivasi dalam dirinya. Oleh sebab itu, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa, karena pada hakikatnya aktivitas belajar adalah aktivitas yang berhubungan dengan keadaan mental seseorang. Dengan demikian apabila peserta didik belum siap (secara mental) menerima pelajaran yang akan disampaikan, maka dapat dipastikan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan tersebut akan berjalan dengan sia-sia dan tanpa makna.[11]


Ada beberapa cara untuk memotivasi siswa dalam belajar, antara lain :


Ø Memperjelas tujuan yang ingin dicapai;


Ø Membangkitkan minat siswa;


Ø Sesuaikan materi pelajaran dengan pengalaman dan kemampuan siswa;


Ø Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar;


Ø Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa;


Ø Ciptakan persaingan dan kerja sama.










2.1.2 Komponen Kinerja Profesional Guru


Keterampilan dasar mengajar bagi guru diperlukan agar guru dapat melaksanakan perannya dalam pengelolaan proses pembelajaran, sehingga pembelajaran berjalan efektif dan efesien. Ada beberapa keterampilan yang harus dimiliki seorang guru dalam pembelajaran, ntara lain :


Gaya Mengajar


Gaya mengajar guru merujuk kepada kemampuan guru dalam menciptakan iklim kelas. Lippitt dan White mengklasifikasikan gaya mengajar itu kedalam tiga kategori, yaitu :


Ø Autoritarian, yaitu guru mengarahkan seluruh kegiatan program pembelajaran;


Ø Demokrasi, yaitu guru mendorong atau melibatkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran dan bertukar pikiran dalam proses pengambilan keputusan;


Ø Laissez-faire, yaitu guru guru tidak menetapkan tujuan, dan tidak memberikan arahan atau aturan.[12]


Kemampuan berintraksi dengan siswa


Kemampuan guru berinteraksi dengan siswa dimanifestasikan melalui :


Ø Komunikasi Verbal


Dalam study klasik, interaksi antara guru, antara guru dan siswa dianalasis melalui perilaku bahasa ( linguistic behavior ) guru dan siswa di dalam kelas. Kegiatan di dalam kelas pada umumnya didominasi oleh interaksi ( verbal ) antara guru dan siswa. Atentang komunikasrno Bellack , dalam penelitiannya tentang komunikasi dalam mengajar di kelas, mengklasifikasikan perilaku verbal ( verbal behaviors ) dasar, yang dinamai juga dengan “moves” ke dalam empat jenis, yaitu sebagai berikut :


· Structuring moves yang terkait dengan interaksi permulaan antara guru dan siswa, seperti mengenalkan tentang topic dari materi pelajaran yang akan dibahas atau didiskusikan;


· Soliciting moves yang dirancang untuk merangsang respons verbal atau fisik. Seperti guru mengajukan pertanyaan tentang suatu topic tertentu dalam rangka mendorong siswa untuk meresponnya;


· Responding moves yang terjadi setelah soliciting moves


· Reacting moves yang berfungsi untuk memodifikasi, mengklasifikasi atau menilai ketiga “ moves “ atau tingkah laku di atas.


Ø Komunikasi Non Verbal


Menurut Miles Patterson, komunikasi atau perilaku nonverbal di dalam kelas terkait dengan lima fungsi guru yaitu (1) providing information, atau mengelaborasi pernyataan verbal (2) regulating interactions, seperti menuunjuk seseorang (3) expressing intimacy or liking, seperti member senyuman atau menepuk bahu siswa (4) exercising social control, memperkuat aturan kelas dengan mendekati atau mengambil jarak (5) facilitating goals, menampilkan suatu ketrampilan yang memerlukan aktivitas motorik atau gesture


Galloway mengemukakan bahwa komunikasi nonverbal guru dipandang sebagai perilaku yang mendorong atau membatasi siswa. Ekspresi muka, gesture, dan gerakan badab guru memberikan penaruh kepada partisipasi dan penampilan siswa di kelas.[13]


Karakteristik Pribadi


Ryans mengklasifikasikan karakteristik guru ke dalam 4 klster dimensi guru yaitu :


· Kreatif : guru yang kreatif bersifat imajinatif , senang bereksperimen dan orisinal; sedangkan yang tidak kreatif bersifat rutin, bersifat eksak dan berhati-hati;


· Dinamis : guru yang dinamis bersifat energetic dan extrovert, sedangkan yang tidak dinamis bersifat pasif, menghindar dan menyerah;


· Teroganisasi : guru bersifat sadar akan tujuan, pandai mencari pemecahan masalah; sedangkan yang tidak terorganisasi bersifat kurang sadar akan tujuan, tidak memiliki kemampuan mengontrol ;


· Kehangatan : guru yang memiliki kehangatan bersifat pandai bergaul, ramah, sabar sedangkan yang dingin bersifat tidak bersahabat, sikap bermusuhan dan tidak sabar.










2.1.3 Keterampilan Dasar Mengajar bagi Guru


Keterampilan mengajar bagi guru diperlukan agar guru dapat melaksanakan perannya dalam pengelolaan proses pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efesien. Disamping itu, keterampilan dasar merupakan syarat mutlak agar guru bias mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang akan dibahas pada bab-bab selanjutnya.[14] Ada beberapa keterampilan dasar yang harus dimiliki seorang guru, antara lain:


1. Keterampilan membuka pelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari.[15]


2. Keterampilan menjelaskan, yaitu guru menyajikan informasi lisan yang diorganisasikan secara sistematis dengan tujuan. Dalam mempunyai keterampilan penjelasan guru dapat dengan mudah membimbing siswa untuk memahami suatu konsep, teori, pertanyaan-pertanyaan, dll.


3. Keterampilan bertanya, ketarampilan ini juga tidak kalah penting dengan keterampilan yang lainnya. Mengapa demikian, sebab melalui keterampilan ini guru dapat menciptakan suasana pembelajaran lebih bermakna. Dapat anda rasakan, pembelajaran akan menjadi sangat membosankan manakala selama berjam-jam guru hanya menjelaskan materi pelajaran tanpa diselingi dengan pertanyaan, baik hanya sekedar pertanyaan pancingan, atau pertanyaan untuk mengajak siswa berpikir.[16]


4. Keterampilan memberikan Penguatan (reinforcement), adalah segala bentuk respons, apakah bersifat verbal ataupun non verbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan memberikan informasi atau umpan balik (feed back) bagi si penerima atas perbuatannya sebagai suatu dorongan atau koreksi. Penguatan juga merupakan respon terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut.


5. Keterampilan menutup pelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan guru untuk mengakhiri kegiatan pelajaran. Usaha menutup pelajaran dimaksudkan untuk memberikan gambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari, mengetahui tingkat keberhasilan guru dalam proses pembelajaran.[17]










2.2 Kempetensi Profesional Guru


Kemampuan guru dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar merupakan salah satu persyaratan utama seorang guru dalam mengupayakan hasil yang lebih baik dari pengajaran yang dilaksanakan. Guru akan dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik dan dapat bertindak sebagai tenaga pengajar yang efektif jika telah memenuhi kompetensi yang seharusnya dimiliki oleh seorang guru. Seperti yang tertera dalam UDD tentang Standar Pendidikan Nasional tahun 2007 pasal 8 ayat 3, bahwa guru sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi :


ü Kompetensi pedagogik;


ü Kompetensi kepribadian;


ü Kompetensi profesional; dan


ü Kompetensi sosial.


Keempat kompetensi guru tersebut mutlak diperlukan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai seorang tenaga pendidik, pengajar, dan pembimbing. Sebab apabila guru memiliki kompetensi, maka ia akan mampu menjadikan siswa-siswa cerdas, mandiri, dan berkualitas baik bagi pembangunan bangsa maupun pembangunan individu-individu siswa tersebut. Guru merupakan tulang punggung dalam kegiatan pendidikan terutama yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar. Tanpa adanya peran guru maka proses belajar mengajar akan terganggu bahkan gagal. Oleh karena itu dalam manajemen pendididikan perananan guru dalam upaya keberhasilan pendidikan selalu ditingkatkan.










2.2.1 Kompetensi Pedagogik


Pedagogik berasal dari bahasa Yunani yakni Paedos yang artinya anak laki-laki, dan Agogos yang artinya mengantar, membimbing. Jadi pedagogik secara harfiah membantu anak laki-laki zaman Yunani Kuno yang pekerjaannya mengantarkan anak majikannya pergi ke sekolah.[18] Secara umum istilah pedagogik (pedagogi) dapat beri makna sebagai ilmu dan seni mengajar anak. Berdasarkan pengertian seperti tersebut di atas maka yang dimaksud dengan pedagogik adalah ilmu tentang pendidikan anak yang ruang lingkupnya terbatas pada interaksi edukatif antara pendidik dengan siswa. Sedangkan kompetensi pedagaogik adalah sejumlah kemampuan guru yang berkaitan dengan ilmu dan seni mengajar siswa.[19]


Rumusan kompetensi pedagogik di dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, Tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 28 ayat 3 bahwa kompetensi ialah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi; (1) pemahaman terhadap peserta didik, (2) perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, (3) evaluasi hasil belajar, (4) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.[20]


Yang dimaksudkan dengan kompetensi pedagogik ialah kemampuan dalam pengolahan pembelajaran peserta didik yang meliputi; a) pemahaman wawasan atau landaskan kependidikan, b) pemahaman terhadap peserta didik, c) pengembangan kurikulum/silabus, d) perancangan pembelajaran, e) pemanfaatan teknologi pembelajaran, f) evaluasi proses dan hasil belajar, g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.










2.2.2 Kompetensi Pribadi


Setiap guru mempunyai pribadi masing-masing sesuai ciri-ciri pribadi yang mereka miliki. Ciri-ciri inilah yang membedakan seorang guru dengan guru yang lainnya. Kepribadian sebenarnya adalah satu masalah yang abstrak, hanya dapat dilihat dari penampilan, tindakan, ucapan, cara berpakaian, dan dalam menghadapi setiap persoalan. Kepribadian adalah keseluruhan dari individu yang terdiri dari unsur psikis dan fisik. Dalam makna demikian, seluruh sikap dan perbuatan seseorang merupakan satu gambaran dari kepribadian orang itu, asal dilakukan secara sadar. Dan perbuatan baik sering dikatakan bahwa seseorang itu mempunyai kepribadian baik atau berakhlak mulia. Sebaliknya, bila seseorang melakukan sikap dan perbuatan yang tidak baik menurut pandangan masyarakat, maka dikatakan orang itu tidak mempunyai kepribadian baik atau tidak berakhlak mulia. Dengan kata lain, baik atau tidaknya citra seorang guru ditentukan oleh kepribadian. Lebih lagi bagi seorang guru, masalah kepribadian merupakan faktor yang menentukan terhadap keberhasilan melaksanakan tugas sebagai pendidik.[21]


Guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus digugu dan ditiru). Sebagai seorang model, guru harus mempunyai kompetensi yang berhubungan dengan perkembangan kepribadian.[22] Ryans mengklasifikasikan karakteristik guru kedalam empat, yaitu ; (1) kreatif, guru yang kreatif bersifat imajinatif, senang bereksperimen; (2) Dinasmis, guru yang dinamis bersifat energetic dan extrovert; (3)terorganisasi, guru bersifat sadar akan tujuan, pandai mencari pemecahan masalah; (4) kehangatan, guru yang memiliki kehangatan bersifat pandai bergaul, ramah, sabar.[23]


Menurut Wina Sanjaya kompetensi Pribadi seorang guru meliputi :


1) Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan yang dianutnya;


2) Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar ummat beragama;


3) Kemampuan untuk berprilaku sesuai dengan norma, aturan, dan system nilai yang berlaku dimasyarakat;


4) Mengembangkan sifat terpuji sebagai seorang guru, missal sopan santun;


5) Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pembaharuan dan kritik.[24]










2.2.3 Kompetensi Profesional


Guru profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi di sini meliputi pengatahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Kompetensi profesional merupakan salah satu kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang guru. Dengan kata lain pengertian guru profesional adalah orang yang punya kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru. Guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih serta punya pengalaman bidang keguruan. Seorang guru profesional dituntut dengan sejumlah persyaratan minimal antara lain; memiliki kualifikasi pendidikan profesi yang memadai, memiliki kompetensi kemampuan berkomunikasi dengan siswanya, mempunyai jiwa kreatif dan produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen tinggi terhadap profesinya dan selalu melakukan pengembangan diri secara terus-menerus (continous improvement) melalui organisasi profesi, buku, seminar, dan semacamnya.[25]


Kompetensi profesional adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruuan. Kompetensi ini merupakan hal yang sangat penting, sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan.[26] Sementara itu guru profesional mempunyai sikap dan sifat terpuji adalah; (1) bersikap adil; (2) percaya dan suka kepada siswanya; (3) sabar dan rela berkorban; (4) memiliki wibawa di hadapan peserta didik; (5) penggembira; (6) bersikap baik terhadap guru-guru lainnya; (7) bersikap baik terhadap masyarakat; (8) benar-benar menguasai mata pelajarannya; (9) suka dengan mata pelajaran yang diberikannya; dan (10) berpengetahuan luas.[27]



2.2.4 Kompetensi Sosial Kemasyarakatan


Yang dimaksud dengan kompetensi sosial di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, pada pasal 28, ayat 3, ialah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul seacara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Menurut Achmad Sanusi (1991) yang dikutip oleh Sunardi Nur dan Sri Wahyuningsih mengungkapkan “kompetensi sosial mencakup kemampuan untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja dan lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru”.[28]


Kompetensi sosial dalam kegiatan belajar ini berkaitan erat dengan kemampuan guru dalam berkomunikasi dengan masyarakat di sekitar sekolah dan masyarakat tempat guru tinggal sehingga peranan dan cara guru berkomunikasi di masyarakat diharapkan memiliki karakteristik tersendiri yang sedikit banyak berbeda dengan orang lain yang bukan guru. Misi yang diemban guru adalah misi kemanusiaan. Mengajar dan mendidik adalah tugas kemanusiaan manusia. Ada beberapa kompetensi Sosial, antara lain :


· Terampil berkomunikasi dengan peserta didik dan orang tua peserta didik.


· Bersikap simpatik.


· Dapat bekerja sama dengan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah.


· Pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan.


· Memahami dunia sekitarnya (lingkungan).


Sedangkan menurut Wina Sanjaya, kempetensi kemasyarakatan meliputi :


· Kemampuan untuk berintraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan professional;


· Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan.


· Kemampuan untuk menjalin kerja sama, baik secara individual maupun secara kelompok.[29]



Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru untuk menyesuaikan diri kepada tuntutan kerja di lingkungan sekitar pada waktu membawakan tugasnya sebagai guru. Peran yang dibawa guru dalam masyarakat berbeda dengan profesi lain. Oleh karena itu, perhatian yang diberikan masyarakat terhadap guru pun berbeda dan ada kekhususan terutama adanya tuntutan untuk menjadi pelopor pembangunan di daerah tempat guru tinggal. Beberapa kompetensi sosial yang perlu dimiliki guru antara lain; terampil berkomunikasi, bersikap simpatik, dapat bekerja sama dengan Dewan Pendidikan/Komite Sekolah, pandai bergaul dengan kawan sekerja dan mitra pendidikan, dan memahami dunia sekitarnya (lingkungan).



BAB III

PENUTUP


3.1 Simpulan


Pembelajaran adalah upaya pendidik untuk membantu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Dengan perkataan lain bahwa istilah pembelajaran dapat diberi arti sebagai kegiatan sistematik dan sengaja dilakukan oleh pendidik untuk membantu peserta didik agar tercapai tujuan pembelajaran. di dalam pembelajaran pendidik berperan penting dalam menfasilitasi perkembangan peserta didik, dikarenakan pendidiklah yang bersinggungan langsung dengan objek pembelajaran (peserta didik). Dalam hal ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh pendidik.


Pertama-tama pendidik harus mengetahui apa saja perannya didalam proses pembelajaran, baik sebagai demonstrator, fasilitator, pengelola kelas, maupun sebagai motivator. Begitu juga selanjutnya pendidik juga harus mengetahui komponen kinerja professional guru, baik dari segi gaya mengajar, kemampuan berintraksi dengan siswa, dll. Selanjutnya pendidik juga harus mengetahui dan mempunyai keterampilan dasar seorang guru. Selanjutnya, berdasarkan peraturan pemerintah pada UUD No 19, tentang Standar Pendidikan Nasional, bahwa setiap guru harus mempunyai empat kompetensi yang harus ada dalam dirinya, yaitu ; kompetensi pedagogik; kompetensi kepribadian; kompetensi professional; dan kompetensi social kemasyarakatan.


3.2 Kritik & Saran


Dari makalah kami yang singkat ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kita semua umumnya kami pribadi. Yang baik datangnya dari Allah, dan yang buruk datangnya dari kami. Dan kami sedar bahwa makalah kami ini jauh dari kata sempurna, masih banyak kesalahan dari berbagai sisi, jadi kami harafkan saran dan kritik nya yang bersifat membangun, untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA


1. Syamsu Yusuf & Nani Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : Rajawali Press, cet -3, 2012.


2. Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991’


3. Wahyuddin Nur nasution, Teori Belajar dan Pembelajaran, Medan : Perdana Publishing, 2011.


4. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana, cet-8, 2011.


5. Haidir & Salim, Strategi Pembelajaran, Medan : Perdana Publishing, 2012.


6. Mardianto, Amiruddin Siahaan, dkk, Micro Teaching, Fakultas Tarbiyah IAIN-SU Medan, 2008.


7. Sunardi Nur & Sri Wahyuningsih, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT Grasindo, 2002.


[1] Syamsu Yusuf & Nani Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : Rajawali Press, cet -3, 2012, hal : 139


[2] Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991, hal : 98-99


[3] Wahyuddin Nur nasution, Teori Belajar dan Pembelajaran, Medan : Perdana Publishing, 2011, hal : 76


[4] Abu Ahmadi & Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, 1991, hal : 99


[5] Syamsu Yusuf & Nani Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : Rajawali Press, cet -3, 2012, hal : 139


[6] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana, cet-8, 2011, hal : 21


[7] Sunardi Nur & Sri Wahyuningsih, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT Grasindo, 2002, hal : 28


[8] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana, cet-8, 2011, hal : 26


[9] Sunardi Nur & Sri Wahyuningsih, hal : 30


[10] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana, cet-8, 2011, hal : 31-32


[11] Haidir & Salim, Strategi Pembelajaran, Medan : Perdana Publishing, 2012, hal : 61


[12] Syamsu Yusuf & Nani Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : Rajawali Press, cet -3, 2012, hal : 140-141


[13] Syamsu Yusuf & Nani Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : Rajawali Press, cet -3, 2012, hal : 143-144


[14] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana, cet-8, 2011, hal : 33


[15] Mardianto, Amiruddin Siahaan, dkk, Micro Teaching, Fakultas Tarbiyah IAIN-SU Medan, 2008, hal : 15


[16] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana, cet-8, 2011, hal : 33-34


[17] Mardianto, Amiruddin Siahaan, dkk, Micro Teaching, Fakultas Tarbiyah IAIN-SU Medan, 2008, hal : 31


[18] Dikutip dari sebuah situs : http://groups.yahoo.com/group/rezaeryani pada tanggal 28-10-2012


[19] Sunardi Nur & Sri Wahyuningsih, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT Grasindo, 2002, hal : 28-29


[20] UUD No. 19 tahun 2005, tentang Standar Pendidikan Nasional


[21] Sunardi Nur & Sri Wahyuningsih, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT Grasindo, 2002, hal : 30


[22] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana, cet-8, 2011, hal : 18


[23] Syamsu Yusuf & Nani Sugandhi, Perkembangan Peserta Didik, Jakarta : Rajawali Press, cet -3, 2012, hal : 146


[24] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana, cet-8, 2011, hal : 18


[25] Sunardi Nur & Sri Wahyuningsih, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT Grasindo, 2002, hal : 31


[26] Wina Sanjaya, hal : 18


[27] Sunardi Nur & Sri Wahyuningsih, hal : 31-32


[28] Sunardi Nur & Sri Wahyuningsih, Psikologi Pendidikan, Jakarta : PT Grasindo, 2002, hal : 32


[29] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran, Jakarta : Kencana, cet-8, 2011, hal : 19
sumber:rudi



Baca Artikel Terkait:




Choose EmoticonEmoticon