Metode Ulumul Qur’an
Menurut Abdul Jalal, ketika ‘Ulumul Qur’an itu belum di integrasikan dalam sebuah disiplin ilmu yang sistematis (idhafy), ‘Ulumul Qur’an tersebut menggunakan metode deskriptif (al-thariqahnal-wasfiyah). Cara yang ditmpuh dalam metode ini yaitu dengan memberikan penjelasan yang mendalam mengenai bagian-bagian Al-Qur’an yang mengandung aspek-aspek ‘Ulumul Qur’an.(Ade Jamarudin & Afrizal Nur, pistimologi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, 2011)[19]
Masih menurut Abdul jalal, setelah ‘Ulumul Qur’an terintegrasi dan menjadi ilmu yang sistematis, maka metode yang digunakan pun berbeda, yaitu dengan menggunakan metode deduksi. Dalam aplikasinya metode ini dilakukan dengan membahas hal-hal khusus terlebih dahulu kemudian digabungkan menjadi satu, dan selanjutnya membahas hal-hal umum. Hal tersebut berdasrkan fakta bahwa munculnya ‘Ulumul Al-Qur’an secara sistematis diawali terlebih dahulu oleh ‘Ulumul Qur’an secara idhafy yang berdiri sendiri.(Ade Jamarudin & Afrizal Nur, pistimologi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, 2011)
Metode komparasi, yaitu metode yang membandingkan satu aspek dengan aspek lain, riwayat satu dengan riwayat lain, begitu juga pendapat ulama satu dan ulama lain.[20]
b. cabang-cabang ‘Ulumul Qur’an
secara garis besar ulumul Qur’an terbagi pada dua bagian, yaitu ilmu al-riwayah dan ilmu al-dirayah.
Ilmu al-riwayah adalah ilmu-ilmu Al-Qur’an yang diperoleh melalui cara periwayatan, yakni dengan cara menceritakan kembali atau mengutipnya seperti bentuk-bentuk Qira’at, waktu, tempat, dan proses turunnya Al-Qur’an.
Adapun ilmu al-dirayah adalah ilmu-ilmu Al-Qur’an yang diperoleh dengan cara penelitian dan pengkajian, seperti mengetahui lafal-lafal yang asing, makna-makna yang menyangkut hukum dan penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an.[21]
Hasbi Al-Sidhiky membagi ‘Ulumul Qur’an menjadi tujuh belas ilmu, diantaranya:[22]
1. Ilmu Mawathin al-Nuzul
2. Ilmu Tawarikh al-Nuzul
3. Ilmu Makki wa al-Madani
4. Ilmu al-Qira’at
5. Ilmu Tajwid
6. Ilmu Gharib al-Qur’an
7. Ilmu ‘Irab al-Qur’an
8. Ilmu wujuh al-Nazair
9. Ilmu al-Ma’rifah al-Muhkam wa al-Mutasyabihat
10. Ilmu al-Nasikh wa al-Mansukh
11. Ilmu Bada’i al-Qur’an
12. Ilmu ‘ijaz al-Qur’an
13. Ilmu Tanasub ayat al-Qur’an
14. Ilmu Aqsam al-Qur’an
15. Ilmu Amtal al-Qur’an
16. Ilmu Jidal al-Qur’an
17. Dan Ilmu Adab al-Tilawah al-Qur’an
Disamping ilmu-ilmu yang sudah disebutkan diatas, masih ada ilmu-ilmu lain yang termasuk ‘Ulumul Qur’an, yaitu ilmu Tafsir.
Menurut Amin Al-Khully, sebagimana dikutip oleh Sunarwoto, ilmu tafsir termasuk dalam kategori ilmu yang belum matang dan belum final. Ini berarti masih terbuka lebar peluang untuk mengadakan pembaharuan secara terus-menerus ‘Ulumul Qur’an, baik menyangkut penafsiran ayat-ayat tertentu maupun perangkat metodeloginya.
c. Urgensi mempelajari ‘Ulumul Qur’an
menurut Muhammad bin Muhammad Abu Syu’bah, ia mengemukakan bahwa pentingnya mempelajari ‘Ulumul Qur’an adalah sebagai gerbang untuk memahami , menafsirkan, memelihara dan mengambil hukum-hukum dari kandungan ayat-ayat Al-Qur’an. Bahkan menurutnya ilmu ini dapat dijadikan penangkal yang ampuh untuk membantah seranga-serangan orang non-Muslim khususnya kaum orientalis yang senantiasa menyudutkan dan menodai Al-Qur’an serta menimbulkan keragu-raguan atas keyakinan umat Islam terhadap kesucian dan kebenaran Al-Qur’an.
Ali Al-Syahbuni dalam kitabnya Al-Tibyan fi ‘Ulumil Qur’an menambahkan bahwa urgensi mmpelajari Ulumul Qur’an agar seseorang dapat memahami tujuan dan kandungan Al-Qur’an sesuai dengan penjelasan dan ajaran Nabi Muhammah Saw. Serta interpretasi-interpretasi para sahabat dan Tabi’in terhadap ayat-ayat Al-Qur’an
sumber:hasanudin
Choose EmoticonEmoticon