-->

Kamis, 11 Januari 2018

MAKALAH KELOMPOK (ILMU REPRODUKSI TERNAK)

PROSES FERTILISASI SAMPAI IMPLANTASI

OLEH KELOMPOK III :

NILUH SUJANI LEVIANI

MUGNI NOOR

SITI NURLIA

SITTI JALING

LISA MELIANA

ANNAS ARIF SOFYAN

YUSDIMAN

MUNADI

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS HALUOLEO

KENDARI

2011

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

            Reproduksi merupakan suatu proses perkembang biakan pada ternak yang diawali dengan bersatunya sel telur (ovum) dengan sel mani (sperma) sehingga terbentuk zigot kemudian embrio hingga fetus dan diakhiri dengan apa yang disebut dengan kelahiran. Pada proses reproduksi ini menyangkut hewan betina dan jantan. Secara umum, proses reproduksi ini melibatkan dua hal yakni, sel telur atau yang biasa disebut dengan ovum dan sel mani atau yang biasanya disebut dengan sperma. Ovum sendiri dihasilkan olah ternak betina melalui proses ovulasi setelah melalui beberapa tahap perkembangan folikel (secara umum disebut dengan proses oogenesis yakni proses pembentukan sel telur atau ovum), sedangkan sperma diproduksi oleh ternak jantan melalui proses spermatogenesis (proses pembentukansel gamet jantan atau sperma yang terjadi di dalam testis tepatnya pada tubulusseminiferus).Selain kedua hal tersebut diatas, terdapat beberapa hal yang juga mempunyai peranan penting dalam terbentuknya sebuah proses reproduksi yang baik. Hal tersebutadalah organ reproduksi pada ternak jantan dan betina itu sendiri, karena hal inilahyang nantinya dapat mempengaruhi produksi ovum dan sperma. Selain itu, prosesestrus (masa keinginan kawin), ovulasi, dan fertilisasi (proses bertemunya sel gamet jantan dan sel gamet betina) juga sangat berperan dalam proses reproduksi.

B. Tujuan dan Manfaat

            Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui proses terjadinya fertilisasi sampai proses  terjadinya implantasi pada ternak betina

            Manfaat dari penulisan makalah ini adalah dapat memberikan pemahaman bagi mahasiswa tentang bagaimana proses terjadinya fertilisasi sampai proses terjadinya implantasi pada ternak betina.

C. Rumusan Masalah

            Adapun rumusan masalah dari pembuatan makalah ini yaitu :

1.      Bagaimana proses terjadinya fertilisai

2.      Bagaimana proses terjadinya implantasi.

II. PEMBAHASAN

A. Periode Ovum pada Sapi

            Periode ovum adalah periode awal kebuntingan atau periode blastula yaitu dimulai dari fertilisaasi sampai terjadi implantasi. Setelah terjadi fertilisasi, ovum yang dibuahi akan mengalami pembelahan di ampullary–isthnic junction menjadi morula. Pada sapi, masuknya morula ke dalam uterus terjadi pada hari ke 3-4 setelah fertilisasi. Setelah hari ke 8, blastosit mengalami pembesaran secara pesat. Lama periode ini pada sapi sampai 12 hari. Pada periode ini, embrio yang defektif akan mati dan diserap oleh uterus. Periode ovum berlangsung 10 sampai 12 hari sejak fertilisasi yang biasanya terjadi beberapa jam sesudah ovulasi sampai pembentukan membran zigot didalam uterus (Toelihere, 1985).

B. Tahap-tahap Periode Ovum

1.      fertilisasi

            Fertilisasi  (pembuahan) adalah peristiwa  bersatunya  antara  spermatozoa dengan sel sperma  telur, pembuahan sering kali diartikan sebagai penyerbukan. Sel spermatozoa atau sel ovum berasal dari dua sel yang berbeda, maka untuk dapat bertemu dan bersatu kedua  unsur tersebut harus  melalui  perjalanan panjang dan mengalami  proses persiapan serta tempat pertemuan harus memenuhi  syarat bagi sel permatozoa dan sel ovum.

                                       

Syarat untuk terjadinya fertilisasi yaitu :

1.      Sel telur harus matang

2.      Harus mengalami kapasitasi husus pada spermatosoa

            Pembuahan merupakan pengaktifan sel telur dan sel spermatozoa. Tanpa ransangan  sperma sel  telur tidak akan mengalami pembelahan  (Cleavage) dan tidak ada perkembangan  embriologi. Dalam  aspek  genetik  pembuahan  meliputi pemasukan faktor-faktor  hereditas pejantan ke dalam sel  telur. Disinilah terdapat manfaat perkawinan atau  inseminasi yaitu  untuk menyatukan faktor-faktor unggul ke dalam satu individu. Pada  hampir semua mamalia, pembuahan dimulai ketika badan kutub pertama disingkirkan, sehingga sperma  menembus  dan masuk  ke dalam sel  telur  sewaktu  pembelahan reduksi ke dua berlangsung.

            Proses  pembuahan biasanya terjadi di  bagian  kaudal ampula  atau  di sepertiga atas tuba falopi.  Sel  telur masuk ke dalam ampula masih dalam keadaan diselaputi oleh sel-sel granulosa yang dilepaskan oleh folikel de  graaf, sel-sel  tersebut   adalah   sel  kumulus ooporus. Dengan demikian  masuknya  sel spermatozoa  ke dalam sel telur pada saat sel telur  men­jalani  pembelahan reduksi pertama. jumlah sel spermatozoa yang ditumpahkan kedalam saluran sel kelamin betina  bisa ratusan  hingga ribuan juta, tetapi yang berhasil  sampai ke tempat pembuahan relatif sedikit, mungkin tidak sampai lebih dari 1000 sel spermatozoa           

            Derajat  kebuntingan rendah bisa diakibatkan dari tidak tepatnya mengawinkan. Sel spermatozoa mengalami suatu perjalanan yang  unik sebelum berperan dalam proses pembuahan, selama  perjala­nan ini terjadi serentetan perubahan pada sel spermatozoa untuk memperoleh kemampuan fertilisasi sel telur,  proses ini  disebut  kapasitasi,  sel  spermatozoa harus  dapat mengenali, menempel pada sel telur dan melakukan penetra­si pada sel telur. Demikian juga sel gamet betina (oosit) harus  mengalami  serangkaian  proses  biologis alamiah hingga  matang,  serta fertil dan disebut ovum  atau  sel telur. Masing-masing  bergerak saling mendekat dan bertemu di sentral sel . Peleburan kedua  pronuklei dimulai dengan proses penyusutan inti  dan jumlah pronuklei ini menurun. Membran pronuklei pecah dan menghilang, kromosom dari sel spermatozoa dan sel  telur bersatu  (amfimiksis).  Metafase proses  mitosis pertama dari  sel telur merupakan tanda akhir dari  peleburan  ke dua   jenis   pronklei  jantan dan betina  (singami)  dan sekaligus  merupakan akhir proses fertilisasi.

            Sel  telur yang telah dibuahi ini disebut zigot yang segera mengala­mi proses pembelahan menjadi embrio. Proses pembuahan ini memerlukan  waktu  12 jam pada kelinci, 16-21  jam  pada domba, 20-24 jam pada sapi dan sekitar 36 jam. Untuk  masuk kedalam sel telur, sel  sperma  pertama-tama  harus melewati : sel-sel kumulus oophorus  bila masih  ada, menembus zona pellusida,  selanjutnya selaput (membrana) vitellin. Sel-sel kumulus dapat  dile­wati oleh pergerakan sel  spermatozoa sendiri, dan diban­tu oleh enzim hyaluronidase untuk melarutkan asam  hyalu­ronik pada Cumulus oophorus. Enzim  tersebut mendepolimerisasi asam  hyaluron-pro­tein. Hambatan selanjutnya adalah zona pellusida,  penem­busan  ke  dalam  zona pellusida disebabkan  karena  sel  spermatozoa memiliki enzim, yang disebut zonalisin. Enzim ini  telah  diketemukan pada babi. Sel telur  bulu  babi, menghasilkan fertisin, bahan ini bereaksi dengan  antrif­ ertilisin  yang dihasilkan oleh sel  spermatozoa.  Reaksi dari kedua bahan ini menyebabkan sel spermatozoa melekat dengan  zona pellusida dan menembusnya. Setelah menembus lapisan-lapisan tersebut  akrosoma  yang  telah menjadi longgar selama kapasitasi akhirnya hilang dan membentuk perforatorium. Mungkin aktivitas suatu   enzim  tertentu berhubungan dengan perforatorium yang memungkinkan  pene­robosan zona pellusida. Fase  terakhir penetrasi sel  telur, meliputi pertautan  kepala sel spermatozoa ke permukaan  vitellin. Periode ini sangat penting karena pada saat inilah terja­di  aktivasi  ovum, yang terangsang oleh  pendekatan sel spermatozoa, sel telur bangkit dari keadaan tidurnya  dan terjadilah perkembangan. Kepala sel spermatozoa dan  pada beberapa species juga ekor dari sel spermatozoa memasuki  sel  telur. Membran plasma sel spermatozoa dan sel  telur pecah  kemudiaan bersatu  membentuk selubung   bersama. Sebagai akibatnya, sperma memasuki vitellin dan selubung dari sel spermatozoa tersebut bertaut pada membran vitel­lin. Pada alternatif lain, membran plasma sel spermatozoa dapat  pecah kemudian kepala sel spermatozoa yang telan­jang memasuki sel telur.

            Bagian  akhir proses  pembuahan  adalah  menghilangnya  anak-anak  inti berikut selaput-selaputnya,  kromosom  maternal   mulai tampak, kemudian bersatu menjadi satu kelompok. Pada fase tertentu  selama puncak pekembangannya, pronuklei  jantan betina mengadakan kontak. Sesudah beberapa saat  ke  dua pronuklei  tersebut  berkerut dan bersamaan  dengan  itu meleburkan diri. Nukleoli tidak tampak lagi. Umur pronuk­leoli berkisar  antara 10 - 15 jam  menjelang  cleavage pertama,  dua kelompok kromosom mulai kelihatan, masing-masing adalah kromosom paternal dan maternal yang bersatu membentuk  satu kelompok yang  memulai  profase  mitosis pertama  dari  cleavage.  Sel telur  yang  telah dibuahi menjalani cleavage petama untuk membentuk embrio dua sel. Setiap  anak sel kini mengandung jumlah  kromosom  diploid normal  yang khas dari jenis hewan  tersebut, setengahya berasal dari sel spermatozoa dan setengahnya berasal dari sel telur.

            Lamanya fertilisasi jumlah interval  waktu dari penetrasi  sel spermatozoa sampai waktu cleavage  pertama tidak  diketahui  secara pasti pada  ternak,  kemungkinan besar tidak lebih dari 24 jam. Lama pembuahan dihitung berdasarkan waktu yang diper­lukan  sejak  dimulai masuknya sel sperma  ke dalam  sel telur  sampai  dengan dimulainya pembelahan  sigot. Pada mamalia, satu sel spermatozoa diperlukan untuk pembuahan, oleh  karena itu untuk mencegah masuknya sel  spermatozoa yang  lain,  sel telur mempunyai dua  sistem pertahanan, yaitu  zona pellusida dan selaput vitelin. Tahanan  yaitu zona  pellusida  adalah perubahan zona  pellusida  akibat melekatnya  sel  spermatozoa ke  dalam  selaput  vitelin. Perubahan ini mengakibatkan butir-butir korteks (cortical granules) yang terdapat pada selaput vitellin  dilepaskan ke  arah  zona  pellusida dengan  demikian  antara  ruang vitelin dengan  zona  pellusida  terdapat  ruangan  yang disebut  ruangan perivitelin. Ruangan perivitelin  makin lama makin meluas dan permulaan perluasannya dimulai dari tempat sel spermatozoa masuk.

            Butir-butir  korteks  telah  ditemukan  pada  marmut, babi,  kelinci  dan  bahan tersebut lenyap  setelah  sel spermatozoa masuk ke dalam reaksi sel telur. Reaksi  zona pellusida   pada anjing dan domba sangat cepat,  sehingga jarang sekali diketemukan sel spermatozoa tambahan  dida­lam ruangan perivitelin. Tahanan selaput vitelin  berarti bahwa selaput tersebut hanya mengadakan tahanan pada  sel spermatozoa  yang  pertama masuk, sesudah  itu  permukaan selaput  vitelin tidak lagi memberi reaksi  terhadap  sel permatozoa lainnya yang akan masuk. Sel  spermatozoa yang lainnya secara  kebetulan  bisa lolos menembus zona pellusida tidak dapat masuk ke  dalam sitoplasma  sel  telur, karena ada tahanan  dari  selaput vitelin. Sel spermatozoa tersebut ditampung dalam tahanan ruangan perivitelin.

            Secara  normal hanya satu sel spermatozoa yang  mema­suki  sel telur. Sering terlihat banyak  sel  spermatozoa bergerombol  di sekeliling zona pellusida,  tetapi  hanya satu  sel kelamin jantan yang terdapat dalam  sel  telur. Dari  kenyatan  ini dapat ditarik kesimpulan bahwa  zona pellusida  dapat  menjalani  beberapa  perubahan  sesudah masuknya  sel spermatozoa petama dan menghalangi  pemasukan  sel spermatozoa yang berikutntya. Perubahan ini disebut reaksi  zona. Reaksi  zona tersebut terdiri dari suatu perubahan yang menyebar kesekeliling  zona.  Sel spermatozoa  pertama mengadakan  kontak dengan permukaan vitellus merangsang timbulnya perubahan tersebut yang  dibawa oleh oleh beberapa zat yang keluar dari vitellus  ke arah  zona. Mungkin zat tersebut dibebaskan dari granula korteks pada  sel  telur yang menghilang sesudah sel spematozoa  pertama memasuki sel telur. Sel  spermatozoa ekstra yang berhasil  menembus zona pellusida  ke ruangan perivitellin disebut sperma  suple­menter.           

            Pada beberapa species (domba, anjing) reaksi zona relatif lebih cepat dan efektif, jarang ditemukan  sperma suplemeter kalaupun tidak sama sekali. Pada babi, sperma­tozoa ekstra memasuki zona pellusida tetapi secara  nomal tidak  dapat  melewatinya. Kelinci tidak memperlihatkan reaksi  zona dan di dalam ruang peri vitellin  sel  telur yang  telah dibuahi dapat ditemukan  sampai  200  sperma suplementer.

            Mekanisme pertahanan lainya terhadap pemasukan  lebih dari  satu sperma ke dalam sel telur diperlihatkan oleh  vitellus sendiri  dan  disebut  blokade vitellin   atau blokade  terhadap polyspermia. Sperma yang telah dibuahi diambil secara aktif  oleh vitellus, akan tetapi segera sesudah itu permukaan vitellus tidak memberi respon terhadap kontak dan tidak ada lagi sel spermatozoa yang diambil. Spermatozoa  ekstra yang berhasil memasuki  vitellus, walaupun adanya reaksi zona dan blokade vitellin, disebut sperma supernumeralia, dan sel telur dikatakan memperli­hatkan polyspermia. Efektivitas blokade vitellin berbeda-beda  menurut  species.  Apabila  terdapat   polyspermia, tetapi  sel suplementer tidak diketemukan (pada babi  dan anjing), berarti blokade vitellin tidak ada atau  ditunda sampai  reaksi zona dimulai. Sebaliknya pada  jenis-jenis hewan seperti kelinci, dengan banyak spema suplementer di dalam  ruang peri vitellin tetapi tidak ada polyspermia, berarti  bahwa blokade vitellin terjadi secara cepat  dan efektif.

            Tahapan-tahapan yang terjadi pada fertilisasi adalah sebagai berikut :

a.      Kapasitasi spermatozoa dan pematangan spermatozoa

            Kapasitasi spermatozoa merupakan tahapan awal sebelum fertilisasi. Sperma yang dikeluarkan dalam tubuh (fresh ejaculate) belum dapat dikatakan fertil atau dapat membuahi ovum apabila belum terjadi proses kapasitasi. Proses ini ditandai pula dengan adanya perubahan protein pada seminal plasma, reorganisasi lipid dan protein membran plasma, Influx Ca, AMP meningkat, dan pH intrasel menurun.

b. Perlekatan spermatozoa dengan zona pelucida

            Zona pelucida merupakan zona terluar dalam ovum. Syarat agar sperma dapat menempel pada zona pelucida adalah jumlah kromosom harus sama, baik sperma maupun ovum, karena hal ini menunjukkan salah satu ciri apabila keduanya adalah individu yang sejenis. Perlekatan sperma dan ovum dipengaruhi adanya reseptor pada sperma yaitu berupa protein. Sementara itu suatu glikoprotein pada zona pelucida berfungsi seperti reseptor sperma yaitu menstimulasi fusi membran plasma dengan membran akrosom (kepala anterior sperma) luar. Sehingga terjadi interaksi antara reseptor dan ligand. Hal ini terjadi pada spesies yang spesifik.

c. Reaksi akrosom

            Setelah reaksi kapasitasi, sperma mengalami reaksi akrosom, terjadi setelahsperma dekat dengan oosit. Sel sperma yang telah menjalani kapasitasi akanterpengaruh oleh zat – zat dari korona radiata ovum, sehingga isi akrosom dari daerah kepala sperma akan terlepas dan berkontak dengan lapisan korona radiata. Pada saat ini dilepaskan hialuronidase yang dapat melarutkan korona radiata, trypsine – like agent dan lysine – zone yang dapat melarutkan dan membantu sperma melewati zona pelusida untuk mencapai ovum. Reaksi tersebut terjadi sebelum sperma masuk ke dalam ovum. Reaksi akrosom terjadi pada pangkal akrosom, karena pada lisosom anterior kepala sperma terdapat enzim digesti yang berfungsi penetrasi zona pelucida.

d. Penetrasi zona pelucida

            Setelah reaksi akrosom, proses selanjutnya adalah penetrasi zona pelucida yaitu proses dimana sperma menembus zona pelucida. Hal ini ditandai dengan adanya jembatan dan membentuk protein actin, kemudian inti sperma dapat masuk. Hal yang mempengaruhi keberhasilan proses ini adalah kekuatan ekor sperma (motilitas), dan kombinasi enzim akrosomal.

e. Bertemunya sperma dan oosit

            Apabila sperma telah berhasil menembus zona pelucida, sperma akan menenempel pada membran oosit. Penempelan ini terjadi pada bagian posterior (post-acrosomal) di kepala sperma yang mnegandung actin. Molekul sperma yang berperan dalam proses tersebut adalah berupa glikoprotein, yang terdiri dari protein fertelin. Protein tersebut berfungsi untuk mengikat membran plasma oosit (membran fitelin), sehingga akan menginduksi terjadinya fusi.

2. Proses terjadinya Implantasi

            Implantasi adalah proses bersarangnya blastosis dalam rahim, sehingga terjadi hubungan antara selaput ekstra embrionik dengan selaput lendir rahim. Pada reptilia, unggas bertelur, implantasi berarti proses melekatnya blastosis pada kuning telur oleh karena embrio berkembang di luar tubuh induk. Pada waktu terjadi implantasi, blastosis berperan aktif. Dengan teknik sinematografi dapat diperlihatkan bahwa dari blastosis ada penjuluran kaki palsu menembus lapisan epitel rahim. Pada stadium progestasi, rahim mampu mengimplantasi sepotong jaringan otot / tumor. Keadaan ini menunjukkan bahwa rahim juga aktif pada waktu implantasi. Kegagalan implantasi merupakan salah satu sebab hewan menjadi tidak bunting. Sinkronisasi antara blastosis dan kesiapan endometrium merupakan faktor penting untuk kesempurnaan implantasi. Perlambatan perkembangan atau keterlambatan blastosis masuk ke dalam rahim atau endometrium belum siap menerima blasto­sis mengakibatkan kegagalan  implantasi. Sinkronisasi antara blastosis dan keadaan rahim penting  pada  proses  pelaksanaan transfer embrio.

            Menjelang  terjadi implantasi, zona pelusida lenyap  dengan  jalan lisis. Sebelum implantasi, cairan blastosul mengandung banyak ion kalium dan bikarbonat. Bahan ini berasal dari cairan rahim. Setelah terjadi implantasi, jumlah kalium dan bikarbonat berkurang, sehingga sama  dengan kadar yang terdapat di dalam serum induk. Tetapi kadar protein dan glukosa fosfor serta klor yang mula-mula rendah menjadi tinggi, sehingga mencapai kadar seperti di dalam serum induk. Menurunnya kadar bikarbonat mungkin akibat meningkatnya kadar ensim karbonik anhidrase di dalam endometrium rahim. Kadar ensim meningkat menyebabkan asam karbonat terurai menjadi CO2 dan O2 yang akan dikeluarkan melalui peredaran darah induk. Pelepasan bikarbonat dari blatosis mempermudah tropoblas melekat pada selaput lendir rahim, dengan demikian memperlancar implantasi. Setelah zona pellusida lenyap, sel-sel tropoblas langsung berhadapan dengan epitel rahim dan sel-sel tersebut berproliferasi. Pada saat itu blastosis berubah menjadi semacam gelembung, panjangnya bisa lebih dari beberapa sentimeter dan cakram embrio berupa suatu penebalan di bagian tengah gelembung tersebut.
















III. KESIMPLAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil pembahasan adalah :

1.      Fertilisasi adalah peristiwa  bersatunya  antara  spermatozoa dengan sel telur(ovum) serta syarat untuk terjadinya fertilisasi yaitu Sel telur harus matang dan harus mengalami kapasitasi husus pada spermatosoa

2.      Proses implantasi adalah proses bersarangnya blastosis dalam rahim, sehingga terjadi hubungan antara selaput ekstra embrionik dengan selaput lendir rahim. Pada reptilia, unggas bertelur, implantasi berarti proses melekatnya blastosis pada kuning telur oleh karena embrio berkembang di luar tubuh induk.

Sumber:
http://sittijaling.blogspot.co.id/2012/06/tugas-makalah-ilmu-reproduksi-ternak.html?m=1




Baca Artikel Terkait: