Ilmu Negara dan Konsep Tentang Negara Oleh Socrates, Plato, dan Aristoteles Terlengkap
Pemikiran Negara menurut Socrates
Socrates yang merupakan salah satu filusuf terkemuka yang lahir 469 SM, merupakan seorang filusuf yang sangat kritis. Socrates sangat kritis dalam mempertanyakan sesuatu yang dianggap benar dan tidak mudah percaya kepada kebenaran tanpa melakukan penyelidikan. Menurut filusuf ini untuk mencapai kebajikan (virtue) manusia harus memiliki pengetahuan dan tolok ukur mengenai apa yang baik dan buruk. Tujuan tertinggi kehidupan manusia memnuat dirinya atau jiwanya secara menyeluruh tumbuh dan berkembang serta menjadi sebaik mungkin dan mampu diaraih bila manusia memiliki hakikat yang baik.
Menurut Socrates tugas Negara adalah memajukan kebahagiaan para warga negaranya dan membuat jiwa mereka menjadi sebaik mungki. Seseorang penguasa harus mempunyai pengertian tentang “yang baik”. Ada satu hal lagi yang perlu kita tahu dengan pemikiran politik Socrates, beliau tidak menyetujui konsep Demokrasi yang didasarkan pada suara Mayoritas karena menurut beliau tidak semua orang (dalam mayoritas) memiliki pengetahuan baik.
· Pemikiran Negara menurut Plato
Setelah kematian filsuf Socrates yang terkenal dengan pemikirannya tentang suatu kabajikan (virtue), tidak hanya berhenti pada saat itu. Pemikiran Socrates itu akhirnya diturunkan oleh seorang muridnya yang bernama Plato. Plato merupakan nuridsetia Socrates yang banyak mewarisi keilmuan dan filsafat gurunya Socrates. Yang kita tahu bahwa seorang Socrates tidak pernah menuliskan pemikiran-pemikirannya kedalam sebuah bentuk tulisan, akhirnya Plato mempunyai dan mampu untuk melestarikan pemikiran-pemikiran Socrates ke dalam karya-karyanya. Ajaran Socrates keajikan adalah pengetahuan yang diterima Plato hamper secara taken for granted.
Menurut Plato Negara ideal menganut prinsip mementingkan kebajikan. Karena kebajikan menurut plato sebuah pengetahuan. Segala hal yang dilakukan atas nama Negara haruslah dimaksudkan untuk mencapai kebajikan itu. Menurut Plato tidak ada cara lain yang paling efektif mendidik warga Negara untuk menguassai pengetahuan kecuali dengan membangun lembaga-lembaga pendidikan itu. Plato juga beranggapan bahwa munculnya Negara karena adanya hubungan timbal-balik dan rasa membutuhkan antara sesama manusia. Karena manusia tidak dapat hidup tanpa adanya manusia lain. Negara dalam hal ini berkewajiban memperhatikan penukaran timbak balik ini dan harus berusaha agar semua kebutuhan masyarakat terpenuhi sebaik-baiknya.
Negara ideal Plato juga didasarkan pada prinsip atas larangan pemilikan pribadi, baik dalam bentuk uang, harta, keluarga, anak dan istri. Inilah yang disebutnihilisme social yang menurut Plato menghindarkan Negara dari berbagai pengaruh erosive dan destruktif yang pada akhirnya akan mencipatakan disintegrasi Negara kota. Dala konteks inilah plato juga mengemukakan gagasan tentang hak kepemilikan bersama, kolektivisme, atau komunisme. Intinya adalah gagasan anti individualisme. Plato juga mengungkapakan bahwa system Negara demokrasi akan melahirak pemerintahan tirani dan juga dalam Negara demokrasi, kebebasan individual dan pluralism politik adalah dewa yang dianggungkan. Semua warga Negara memiliki kebebasan dalam mengekspresikan aspirasi tanpa merasa khawatir akan intervensi Negara terhadap kebebasannya itu. Dalam istilah plato demokrasi itu “penuh sesak dengan kemerdekaan dan kebebasan berbicara dan setiap oarng dapat berbuat sekehendak hatinya” dan akhirnya kekerasan dibenarkan atas nama kebebasan dan persamaan hak.
· Pemikiran Negara menurut Aristoteles
Setelah mengetahui tentang pemikiran negara menurut Socrates dan muuridnya Plato, yang ketiga kita akan mengbahas tentang pemikiran Negara menurut Aristoteles yang tidak lain merupakan murid Plato di Akademi. Aristoteles dikenal dengan seprang pemikir politik empiris-realis, berbeda dengan Palto yang dijuluki idealis-utopianis. Disini bisa dikatakan bahwa pemikiran Aristoteles(Aristetolianism) merupakan suatu bentuk pemeberontakan terhadap gagasan Plato(Platonism). Perbedaan itu dapat dilihat dari cara kedua filusuf ini dalam melihat relaitas dan metodologi filsafatnya. Aristoteles dalam merumuskan teori-teori politiknya menggunakan metode induktif, dengan bertitik toal dari fakta-fakta ‘nyata’ atau empiris. Sedangkan Plato menggunakan metode deduktif, dimana beliau merumuskan teorinya bedasarkan kakuatan imajinatif pikiran, atau wishful thinking.
Aristoteles disini juga bernaggapan bahwa manusia adalah zoon politicon, makhluk yang berpolitik sesuai dengan watak alamiahnya. Negara terbentuk karena adanya manusia yang saling membutuhkan. Kebutuhan hidup ini tidak dapat dipenuhi secara sempurana apabila manusia tidak saling membutuhkan. Itu sebabnya dalam kehidupan kemasyarakatan dan Negara akan selalu terjadi hubungan saling ketergantungan antar individu dalam masyarakat.
Menurut Aristoteles Negara merupakan lembaga politik yang paling berdaulat, meski bukan berate Negara tidak memiliki batasan kekuasaan. Negara memiliki kekuasaan tertinggi hanya karena ia merupakan lembaga politik yang memiliki tujan yang paling tinggi dan mulia. Tujuan dibentuknya Negara adalah untuk mensejahterahkan sekuruh warga negaranya, bukan individu-individu tertentu (seperti Plato). Tujuan lain dari sebuah Negara menurut Aristoteles adalah memanusiakan manusia. Dan juga Negara yang baik adalah Negara yang sanggup mencapai tujuan –tujuan Negara, sedangkan Negara yang buruk adalah Negara yang gagal menciptakan cita-cita itu. Perbedaan lain yang terlihat anatara Aritoteles dan Plato terlihat dari apa yang sebelumnya diungkapnkan oleh Plato bahwa beliau tidak membenarkan hak milik individu, namun Aristoteles membenarkan itu. Karena menurut Aritoteles hak milik penting karena memberikan tanggung jawab kepada seseorang untuk mempertahankan keberlangsungan kehidupan social dan menrurut Aristoteles hak miik akan memungkinkan orang untuk memikirkan persoalan negaranya.
Referensi:
Suhelmi, Akhmad. 2001. Pemikiran Politik Barat. PT. Gramedia Utama, anggota IKAPI, Jakarta.
Source: ilfamutmainah
Choose EmoticonEmoticon