-->

Jumat, 29 September 2017

Pada malam 30 September 1965 atau lebih tepatnya 1 Oktober subuh dini hari, 6 Perwira Tinggi Militer Indonesia diculik dan kemudian dibunuh secara misterius. Peristiwa ini kemudian menjadi titik peralihan kekuasaan dari pemerintahan Presiden Soekarno menjadi era Orde Baru dengan diangkatnya Soeharto menjadi presiden kedua Republik Indonesia.

HIPOTESA 1: VERSI PEMERINTAHAN ORDE BARU - G30S/PKI (1966 - 1998)

Ini adalah cerita versi official (resmi) pemerintahan Orde Baru yang dipercaya oleh sebagian besar masyakarat Indonesia selama ± 32 tahun. 
Latar Belakang
1.    Nasakom
Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, Indonesia cenderung terbuka dengan berbagai macam ideologi, baik ideologi nasionalis, agama, termasuk juga ideologi komunis. Presiden Soekarno berpendapat bahwa ketiga ideologi itu bisa berjalan beriringan secara seimbang baik secara politik maupun secara praktis dalam masyarakat - gagasan ini kemudian biasa disebut dengan NASAKOM (Nasionalis-Agama-Komunis).
Dengan dinamika politik yang begitu beragam pada saat itu, masing-masing ideologi berusaha untuk saling memperluas pengaruhnya baik kepada masyarakat maupun pada kaum yang berkuasa pada pemerintahan Soekarno.

2.    Dewan Jendral
Pada suatu kesempatan PKI mengarang cerita (menurut versi ORBA) bahwa ada kelompok jendral-jendral Angkatan Darat yang membentuk kelompok yang dinamakan Dewan Jendral, yang berencana melakukan kudeta terhadap Presiden Soekarno pada saat perayaan hari TNI, 5 Oktober 1965.

KronologiSalah satu petinggi PKI Sjam Kamaruzzaman bekerjasama dengan komandan Resimen Cakrabirawa (pasukan pengaman presiden), Letkol Untung Syamsuri untuk menggagalkan rencana kudeta tersebut dengan cara menculik perwira tinggi yang diduga tergabung dalam Dewan Jendral. Para jenderal tersebut kemudian diculik, disiksa, dan dipaksa oleh oleh anggota-anggota PKI dan organisasi-organisasi bawahannya seperti Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia) dan Lekra (Lembaga Kebudajaan Rakjat) menandatangani surat pernyataan (sebelum akhirnya dibunuh) yang menyatakan bahwa mereka adalah anggota Dewan Jenderal.Keesokan harinya setelah aksi pembunuhan tersebut, Letkol Untung dengan di bawah pengawalan pasukan tidak dikenal mengumumkan lewat Radio RRI bahwa dini hari itu dia melakukan "pengamanan" terhadap Presiden dari para jendral yang akan melakukan kudeta. Kejadian penculikan ini kemudian diketahui Mayjend Soeharto, yang waktu itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).Esoknya, Soeharto langsung menggerakan pasukannya untuk mencari para Jendral yang hilang dan mengusir pasukan-pasukan tidak dikenal tersebut. Sampai pada tanggal 1 Oktober siang hari, Soeharto berhasil ngambil alih RRI dari tangan pasukan yang menurutnya disusupi PKI, dan mengumumkan bahwa terjadi penculikan jenderal-jenderal yang diduga digagas oleh PKI.Beberapa hari setelah itu, muncul berita-berita di media cetak asuhan TNI seperti Angkatan Bersendjata dan Berita Yudha yang intinya mengatakan bahwa dalang penculikan terhadap jendral-jendral itu adalah PKI, termasuk  berita bahwa jendral-jendral itu mengalami penyiksaan terlebih dahulu hingga akhirnya dibunuh.Dampak
Terjadilah serangkaian skenario "pembersihan" PKI dan simpatisannya di setiap pelosok penjuru Indonesia. Sampai pada akhirnya Soeharto menerima Surat Perintah 11 Maret 1966 (SUPERSEMAR) yang berisi perintah yang menginstruksikan Soeharto, selaku Panglima Komando Operasi Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib) untuk mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk mengatasi situasi keamanan yang buruk pada saat itu. Sehari kemudian, 12 Maret 1966, Menpangad Letjen Soeharto membubarkan PKI dan menyatakan sebagai partai terlarang di Indonesia.

HIPOTESA 2: KONFLIK INTERNAL ANGKATAN DARAT

Pertama kali muncul, hipotesis ini dijabarkan oleh peneliti politik Indonesia asal Universitas Cornell, AS, Benedict Anderson. Ada dua versi kecil dalam teori ini, yaitu yang berpendapat bahwa:Mayjen Soeharto adalah dalang dari peristiwa penculikan dan pembunuhan keenam Jendral.Soeharto tidak terlibat namun hanya diuntungkan dari situasi dari konflik internal TNI.Latar Belakang
1.    Konflik internal dalam TNI
Pada masa itu TNI terpecah menjadi 2 kubu:
a.    Kubu Soekarnois
Kubu ini sangat setia dengan Presiden Soekarno, walaupun mereka sebetulnya kurang sepakat dengan ideologi Nasakom yang digagas oleh Soekarno. Salah satu figur utama dalam kubu ini adalah Letnan Jendral Ahmad Yani (Kepala Staf Angkatan Darat/KSAD). A.Yani dikenal sebagai pendamai ulung dalam setiap gerakan separatis yang mengancam kesatuan RI. Jadi, kalo mau mendamaikan konflik apa-apa, Soekarno gak usah pusing, langsung aja turunin A.Yani ke lapangan. Pemberontakan selesai, minim korban dan konflik! Selain A.Yani, kebanyakan kubu Sokarnois dipenuhi oleh para perwira muda.
b.     Kubu "Kanan"
Kubu ini sangat khawatir terhadap sikap politik Soekarno yang seringkali menganggap TNI sebelah mata, sehingga sering juga Jendral-jendral dari kubu ini protes ke Soekarno. Perwira tertinggi dari kubu ini yang terkenal adalah Jendral Sudirman, Jendral Tahi Bonar Simatupang, dan Jendral Abdul Harris Nasution.

2.    Konflik Militer
Pada masa itu (1962 - 1966), TNI cukup sibuk dengan adanya 2 konflik militer yaitu upaya untuk merebut Irian Barat (1963) dan juga Konfrontasi dengan Malaysia (1962-1966).

3.    Angkatan Kelima
Di tengah-tengah 2 operasi militer tersebut, TNI merasa terganggu dengan gagasan dari PKI untuk membentuk Gerakan yang bernama Angkatan Kelima. Angkatan Kelima ini intinya adalah gerakan untuk mempersenjatai sipil terutama kaum buruh dan petani, agar bisa membantu Indonesia dalam konfrontasi militer dengan Malaysia, dengan alasan bahwa jumlah petani dan buruh sangat banyak. Dengan adanya usulan ini, pihak militer menanam kecurigaan bahwa gerakan Angkatan Kelima ini adalah upaya PKI untuk memobilisasi buruh dan petani (yang merupakan simpatisan PKI) untuk melakukan kudeta dan merebut kekuasaan.

​Nah, inilah yang jadi awal perpecahan yang berujung ke peristiwa G30S, yang menurut para pendukung hipotesis ini, peristiwa penculikan dan pembunuhan keenam Jendral merupakan gerakan murni yang dilakukan oleh TNI. ​​​Ada tiga bukti yang selalu dijadikan alasan kuat oleh para pendukung hipotesis ini. Pertama adalah hasil penelitian Benedict Anderson yang dikenal dengan Cornell Paper. Kedua adalah pembelaan diri dari Kolonel Latief (salah satu terdakwa G30S/PKI), dan ketiga adalah hasil otopsi terhadap para jendral yang jadi korban G30S.

HIPOTESA 3 : KETERLIBATAN BLOK BARAT DI TENGAH KONFLIK PERANG DINGIN

Latar Belakang
1.    Konflik perang dinginSetelah masa perang dunia II, terjadi ketegangan antara kedua kubu besar yang mengambil andil besar dalam mengalahkan Jerman dan Jepang, yaitu kubu Blok Timur (Uni Soviet, Cina,Warsaw Pact) yang mayoritas beridiologi komunis dengan Blok Barat (Amerika dan NATO) yang sebagian besar beridiologi kapitalis.Indonesia dipandang oleh kedua kubu sebagai wilayah yang sangat strategis. Tentu saja kedua kubu ini ingin sekali mengambil hati negara Indonesia untuk bisa bergabung dengan aliansi mereka masing-masing.Sementara itu, Soekarno menetapkan Indonesia sebagai penganut Non-Aligned Movement(Gerakan Non-Blok). Sampai pada tahun 1957-1958 Indonesia menghadapi 2 ancaman pemberontakan dari  Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Barat tahun 1958 dan pemberontakan Perdjuangan Semesta atau Perdjuangan Rakjat Semesta disingkat Permesta di Makasar dan kawasan Indonesia Timur. Dalam upaya meredam pemberontakan ini, Indonesia menyadari bahwa adanya intervensi dari Blok Barat, CIA, dan Amerika yang mendukung kaum pemberontakan. Salah satunya adalah dengan tertangkapnya Allen Lawrence Pope seorang tentara bayaran yang ditugasi CIA untuk membantu pemberontakan PRRI dan Permesta.Sejak saat itu, pandangan politik Presiden Soekarno berubah drastis terhadap Blok Barat dan cenderung lebih menjalin hubungan baik dengan Blok Timur.Puncaknya pada tahun 1964, Soekarno memulai kampanye anti-Amerika dengan melarang peredaran film, buku, dan musik dari Amerika, penolakan segala macam bantuan dari Amerika, sampai pemenjaraan dari group band Koes Plus karena bandel tetap memainkan musik dengan gaya rock and roll ala Amerika. Kondisi tersebut diperparah ketika Indonesia memutuskan keluar dari PBB pada 7 January 1965 dan membentuk kebijakan politik luar negeri menjadi poros Jakarta–Beijing–Moscow–Pyongyang–Hanoi.Tentu saja serangkaian gerakan politik Indonesia pada tahun 1964-1965 itu sangat amat mengkhawatirkan bagi pihak Blok Barat. Amerika terancam tidak bisa membangun hubungan bilateral yang baik, jalur perdagangan terputus, kerjasama dalam bidang ekonomi dan sumber daya alam gak lagi bisa dilakukan, dsb. Sampai ketakutan dari Amerika yang paling utama adalah jika Indonesia secara resmi tergabung dengan Blok Timur dan ikut menganut ideologi komunis.2.    Keterlibatan CIAPara peneliti sejarah yang menganalisa keterlibatan CIA ini kemudian mengambil kesimpulan bahwa ada kemungkinan CIA terlibat dalam gerakan penculikan dan pembunuhan tujuh perwira tinggi militer dengan memanfaatkan konflik internal dari TNI untuk kemudian membantu terjadinya peralihan kekuasaan (menumbangkan Soekarno) sambil menjadikan PKI (yang beridiologi komunis) sebagai kambing hitam.Penganut hipotesa ini seakan mendapatkan titik terang ketika pada tahun 1990,Kathy Kadane mantan agen CIA membeberkan keterlibatan CIA terhadap proses peralihan kekuasaan pada tahun 1965 serta upaya penghapusan ideologi komunis di Indonesia. Selain itu, pada tahun 1999, CIA melakukan deklasifikasi (declassified) atau pembukaan dokumen rahasia (merupakan kebijakan Amerika untuk membuka dokumen rahasia setelah sekian puluh tahun berselang) tentang keterlibatan mereka terhadap konflik internal negara Indonesia dari mulai bukti telegram dari kedutaan besar Amerika di Indonesia tentang pendanaan yang diberikan oleh Amerika untuk agar Indonesia tidak jatuh menganut paham ideologi Komunisme. Sampai pada akhirnya Wikileaks juga membuka dokumen-dokumen rahasia Amerika lainnya tentang keterlibatan AS dalam mendukung gerakan peralihan kekuasaan di Indonesia pada tahun 1965.

​Korban

​Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
•    Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
•    Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
•    Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
•    Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
•    Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
•    Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan dia, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
•    Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena)
•    Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
•    Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)

​Dampak

Dampak dari peristiwa ini jauh lebih menyedihkan bagi Bangsa Indonesia. Sejak (atau bahkan sebelum) Soeharto membubarkan PKI dan menyatakan sebagai partai terlarang di Indonesia pada tahun 1966, kebencian masyarakat Indonesia terhadap PKI meluas ke seluruh penjuru Indonesia. Akibatnya, diperkirakan:
•    600.000 orang yang dianggap terkait dengan PKI menjadi tahanan politik, ditangkap tanpa surat penangkapan serta ditahan tanpa proses persidangan.
•    Setidaknya diperkirakan 500.000 - 2,000,000 atau 3,000,000 orang dihilangkan secara paksa dan dibunuh di seluruh pelosok Indonesia dari tahun 1965 - (kemungkinan) 1971. (Angka 2 juta diakui oleh Laks TNI Sudomo sedangkan 3 juta diakui oleh Jendral Sarwo Edhie)
•    Ratusan orang tawanan politik Indonesia kabur ke luar negeri dan tidak bisa kembali ke Indonesia selama 30 tahun hingga masa Orde Baru jauh pada tahun 1998.
Aftermath atau dampak berkelanjutan setelah gerakan 30 September 1965 dianggap sebagai salah satu tragedi kemanusiaan (genocide) terbesar pada abad 20 yang jarang diketahui oleh publik Indonesia maupun dunia hingga saat ini.

Dampak Politik
a. Presiden Soekarno kehilangan kewibawaannya di mata rakyat Indonesia.
b. Kondisi politik Indonesia semakin tidak stabil sebab muncul pertentangan  dalam lembaga tinggi negara.
c. Sikap pemerintah yang belum dapat mengambil keputusan untuk membubarkan PKI sehingga menimbulkan kemarahan rakyat.
d. Munculnya aksi demonstrasi secara besar-besaran yang dilakukan rakyat beserta mahasiswa yang tergabung dalam KAMI, KAPPI, dan KAPI menuntut pembubaran terhadap PKI beserta
ormas-ormasnya. Tuntutan mereka dikenal dengan istilah Tritura atau Tiga Tuntutan Rakyat yaitu
1) Pembubaran PKI.
2) Pembersihan Kabinet Dwikora dan unsur-unsur PKI.
3) Penurunan harga-harga barang.

e. Pemerintah mengadakan reshuffle (pembaharuan) terhadap Kabinet Dwikora menjadi Kabinet Dwikora yang disempurnakan dengan ditunjuknya kabinet yang anggotanya seratus menteri sehingga dikenal dengan Kabinet Seratus Menteri. Akan tetapi, pembentukan kabinet tersebut ditentang oleh KAMI dan rakyat banyak sebab dalam kabinet tersebut masih dijumpai menteri-menteri yang pro-PKI atau mendukung PKI sehingga mereka melakukan aksi ke jalan dengan mengempeskan ban-ban mobil para calon menteri yang akan dilantik.  Aksi tersebut menewaskan seorang mahasiswa yang bernama Arif Rahman Hakim. Kematian Arif Rahman Hakim tersebut memengaruhi munculnya aksi demonstrasi yang lebih besar yang dilakukan mahasiswa dan para pemuda Indonesia di Jakarta maupun di daerah-daerah lainnya.

f. Pada tanggal 25 Februari 1966, Presiden Soekarno membubarkan KAMI sebab dianggap telah menjadi pemicu munculnya aksi demonstrasi dan turun ke jalan yang dilakukan oleh para pemuda Indonesia dan mahasiswa Indonesia.
g. Pada tanggal 11 Maret 1966 diselenggarakan sidang kabinet yang ingin membahas kemelut politik nasional. Namun sidang mi tidak dapat diselesaikan dengan baik karena adanya pasukan tak dikenal yang ada di luar gedung yang dianggap membahayakan keselamatan Presiden Soekarno.

h. Padatanggal 11 Maret 1966, Presiden Soekarno mengeluarkan Surat Perintah Sebelas Maret atau yang dikenal dengan istilah Supersemar yang isinya Presiden Soekarno memberi perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang dianggap penting dan perlu agar terjamin keamanan dan ketertiban, jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi, serta menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden.

Dampak Ekonomi 
Di Bidang Ekonomi, Peristiwa G30S/PKI telah menyebabkan akiat yang berupa infalasi yang tinggi yang diikuti oleh kenaikan harga barang, bahkan melebihi 600 persen setaun untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah mengeluarkan dua kebijakan ekonomi yaitu :
a. Mengadakan devaluasi rupiah lama menjadi rupiah baru yaitu Rp. 1000 menjadi Rp.100
b. Menaikkan harga bahan bakar menjadi empat kali ipat tetapi kebijakan ini menyebabkan kenaikan harga barang yang sulit untuk dikendalikan 

​Kesimpulan Pribadi

Awalnya saya mengira dalang G 30 S ini adalah PKI karena itulah yang selama ini saya pelajari di sekolah hingga SMP. Setelah diberi tugas untuk membaca berbagai informasi mengenai G 30 S oleh guru Sejarah Indonesia saya di SMA,  ternyata peristiwa ini begitu kontroversial dan misterius sehingga memunculkan berbagai macam versi tentang konflik kepentingan yang menjadi dalang sebenarnya dari peristiwa ini. Mulai dari versi (1) Orde Baru tentang upaya pemberontakan PKI untuk menjadi Indonesia Negara dengan ideologi Komunis, kemudian (2) versi tentang adanya konflik internal dalam TNI yang ingin mengambil alih kekuasaan dari Presiden Soekarno, (3) sampai keterlibatan CIA dan Blok Barat (Amerika, Inggris, dkk) dalam peristiwa ini untuk mencegah Indonesia mengubah ideologinya menjadi komunis dengan menjadikan PKI sebagai kambing hitam. Terlihat bahwa PKI menjadi kambing hitam atau korban dalam 2 versi dari 3 versi pendapat mengenai G 30 S di atas. Saya pun berpendapat demikian. Versi pertama begitu bertolak belakang dengan 2 versi pendapat lainnya sehingga menjadi tidak logis alias tidak masuk akal. Menurut saya, lebih logis versi kedua dan ketiga.​​

​Sumber

​Modul Sejarah, Hal : 41-42, Penerbit : Hayati Tumbuh Sumber, Penulis : Tim Edukatif HTS
http://www.artikelsiana.com/2014/09/dampak-peristiwa-g30spki-Politik-Ekonomi.html#
https://www.zenius.net/blog/5405/catatan-sejarah-g30s-pki
https://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_30_September

http://izalewat.weebly.com/history/latar-belakang-kronologis-dampak-gerakan-30-september




Baca Artikel Terkait:




Choose EmoticonEmoticon