Monitoring dan Evaluasi, Pengawasan, Supervisi Akademik, Pengawasan Klinis, Administrasi dalam MSDP
by Zahroti Musanif
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Kualitas Pendidikan sebagai salah
satu pilar Pengembangan Sumber Daya Manusia, sangat penting maknanya bagi
Pembangunan Nasional, yaitu dalam rangka membangun masyarakat yang kokoh dan
ekonomi yang kompetitif di masa depan. Pendidikan merupakan landasan vital
pembentuk karakter bangsa atau dapat sebagai masa depan bangsa. Dibutuhkan
manusia yang ‘sadar’ akan haknya sebagai jiwa terdidik dengan moral serta
perannya dalam kehidupan yang beradab. Salah satu masalah pendidikan yang
kita hadapi dewasa ini adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan
satuan pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah
dilakukan, antara lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi
guru, penyediaan dan perbaikan sarana/prasarana pendidikan, serta peningkatan
mutu manajemen sekolah.
Namun demikian, berbagai indikator
mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata. Sebagian sekolah,
terutama di kota-kota, menunjukkan peningkatan mutu yang cukup menggembirakan,
namun sebagian lainnya masih memprihatinkan. Manajemen Sumber Daya Pendidikan (
MSDP) yang merupakan tanggung jawab
bersama antara masyarakat, orang tua, para praktisi yang teoritisi pendidikan
dapat dibentuk untuk meningkatkan kualitas dengan pengelolaan bersama antara
sekolah dan masyarakat. Dengan begitu diharapkan sekolah serta masyarakat dapat
ikut berkonstribusi dalam peningkatan mutu pendidikan dasar secara signifikan.
Meski demikian terdapat keragaman yang besar dalam kemampuan sekolah di setiap
daerah untuk melaksanakan otoritas yang telah diberikan tersebut. Guna
mencapai tujuan desentralisasi pendidikan tersebut, pemerintah
melakukan restrukturisasi dalam penyelenggaraan pendidikan, terutama yang
berkenaan dengan struktur kelembagaan pendidikan, mekanisme pengambilan
keputusan dan manajemen pendidikan di pusat dan daerah
B.
Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah dalam
makalah ini, yaitu:
1.
Bagaimana Monitoring dan Evaluasi dalam
MSDP ?
2.
Bagaimana Pengawasan dalam MSDP ?
3.
Bagaimana Supervisi Akademik dalam MSDP ?
4.
Bagaimana Pengawasan Klinis dalam MSDP?
5.
Bagaimana Administrasi dalam MSDP?
C.
Tujuan
Pembahasan
Tujuan pembahasan makalah ini, yaitu:
1.
Untuk mengetahui bagaimana Monitoring
dan Evaluasi dalam MSDP ?
2.
Untuk mengetahui agaimana Pengawasan
dalam MSDP ?
3.
Untuk mengetahui Supervisi Akademik
dalam MSDP ?
4.
Untuk mengetahui bagaimana Pengawasan
Klinis dalam MSDP?
5.
Untuk mengetahui bagaimana Administrasi
dalam MSDP?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Monitoring
Evaluasi
1. Pengertian
Monitoring Evaluasi
Monitoring
merupakan kegiatan untuk mengetahui apakah program yang dibuat itu berjalan
dengan baik sebagaiman mestinya sesuai dengan yang direncanakan, adakah
hambatan yang terjadi dan bagaiman para pelaksana program itu mengatasi hambatan
tersebut. Monitoring terhadap sebuah hasil perencanaan yang sedang berlangsung
menjadi alat pengendalian yang baik dalam seluruh proses implementasi.
Penilaian
(Evaluasi) merupakan tahapan yang berkaitan erat dengan kegiatan monitoring,
karena kegiatan evaluasi dapat menggunakan data yang disediakan melalui
kegiatan monitoring. Dalam merencanakan suatu kegiatan hendaknya evaluasi
merupakan bagian yang tidak terpisahkan, sehingga dapat dikatakan sebagai
kegiatan yang lengkap. Evaluasi diarahkan untuk mengendalikan dan mengontrol
ketercapaian tujuan. Evaluasi berhubungan dengan hasil informasi tentang nilai
serta memberikan gambaran tentang manfaat suatu kebijakan. Istilah evaluasi ini
berdekatan dengan penafsiran, pemberian angka dan penilaian. Evaluasi dapat
menjawab pertanyaan “Apa pebedaan yang dibuat”.
2.
Tujuan Monitoring Evaluasi
Monitoring
bertujuan mendapatkan umpan balik bagi kebutuhan program yang sedang berjalan,
dengan mengetahui kebutuhan ini pelaksanaan program akan segera mempersiapkan
kebutuhan tersebut. Kebutuhan bisa berupa biaya, waktu, personel, dan alat.
Pelaksanaan program akan mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan, berapa lama
waktu yang tersedia untuk kegiatan tersebut. Dengan demikian akan diketahui
pula berapa jumlah tenaga yang dibutuhkan, serta alat apa yang harus disediakan
untuk melaksanakan program tersebut. Evaluasi bertujuan memperoleh informasi
yang tepat sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan tentang
perencanaan program, keputusan tentang komponen input pada program,
implementasi program yang mengarah kepada kegiatan dan keputusan tentang output
menyangkut hasil dan dampak dari program kegiatan. Secara lebih terperinci
monitoring bertujuan untuk:
a. Mengumpulkan
data dan informasi yang diperlukan;
b. Memberikan
masukan tentang kebutuhan dalam melaksanakan program;
c. Mendapatkan
gambaran ketercapaian tujuan setelah adanya kegiatan;
d. Memberikan
informasi tentang metode yang tepat untuk melaksanakan kegiatan;
e. Mendapatkan
informasi tentang adanya kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan selama
kegiatan;
f. Memberikan
umpan balik bagi sistem penilaian program;
g. Memberikan
pernyataan yang bersifat penandaan berupa fakta dan nilai.[1]
3.
Fungsi Monitoring Evaluasi
a. Proses
pengambilan keputusan berjalan atau berhentinya/perubahan sebuah atau beberapa
program yang berkaitan dilakukan melalui proses evaluasi. Fungsi Pengawasan
dalam kerangka kegiatan monitoring dan evaluasi terutama kaitannya dengan
kegiatan para pimpinan dalam tugas dan tanggung jawabnya adalah sebagai
berikut:
b. Mempertebal
rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan wewenang dalam
pelaksanaan pekerjaan.
c. Membidik
para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan prosedur yang
telah ditentukan.
d. Untuk
mencegah terjadinya penyimpangan, kelainan dan kelemahan agar tidak terjadi
kerugian yang tidak diinginkan.
e. Untuk
memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar pelaksanaan pekerjaan tidak
mengalami hambatan dan pemborosan-pemborosan.
Evaluasi
sebagai kegiatan yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan monitoring memiliki
fungsi sebagai berikut:
a.
Evaluasi sebagai pengukur kemajuan;
b.
Evaluasi sebagai alat perencanaan;
c.
Evaluasi sebagai alat perbaikan.
Dengan
uraian di atas maka dapat dijelaskan bahwa fungsi monitoring yang pokok adalah:
mengukur hasil yang sudah dicapai dalam melaksanakan program dengan alat ukur
rencana yang sudah dibuat dan disepakati; menganalisa semua hasil pemantauan
(monitoring) untuk dijadikan bahan dalam mempertimbangkan keputusan serta usaha
perbaikan dan penyempurnaan
4.
Komponen MONEV
Manajemen
sekolah sebagai sistem, memiliki komponen-komponen yang saling terkait secara
sistematis satu sama yang lain yaitu
konteks, input, proses, output, dan outcame.
a. Input
Input adalah segala sesuatu yang
harus tersedia dan siap karena dibutuhkan untuk kelangsungan proses.
Sesuatu yang dimaksud tidak harus berupa barang, tetapi juga perangkat-prangkat
lunak dan harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Secara
garis besar, input dapat dapat diklasifikasikan menjadi tiga yaitu harapan,
sumberdaya dan input manjemen. Harapan-harapan berupa visi-misi, tujuan dan
sasaran. Sumberdaya dibagi menjadi dua yaitu sumber daya manusia dan non
manusia. Input manejemen terdiri atas tugas, rencana, program, regulasi
(ketentuan-ketentuan, limitasi, prosedur kerja, dan sebagainya), dan
pengendalian atau tindakan turun tangan.
b. Proses
Proses adalah berubahnya seseuatu
menjadi sesuatu yang lain. Dalm manajemen sekolah sebagai sistem, proses
terdiri proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses
pengelolaan program, proses belajar mengajar, prosese evaluasi sekolah dan
proses akuntabilitas. Dengan demikian fokus evaluasi pada proses adaah
pemantauaan (monitoring) implementasi menejemen sekolah sehingga dapat
ditemukan informasi tentang konsistensi atau inkonsistensiantara rancangan
desain menejemen saekolah semula dan proses impementasi yang sebenarnya.
Konsistensi antara rancangan dan proses pelaksanaan akan mendukung terciptanya
sasaran sedangkan inkonsistensi akan menjurus kepada kegagalan manajemen
sekolah. Dengan didapatkan informasi inkonsistensi tersebut, dapat dilakukan
koreksi terhadap pelaksanaan.
c. Output
Output adalah hasil nyata dari
pelaksanaan manajemen sekolah. Hasilnya nyata yang dimaksudkan dapat berupa
prestasi akademik, dan prestasi non akademik. Fokus evaluasi output adalah
mengevaluasi sejauh mana sasaran yang diharapkan dicapai oleh manejemen
sekolah. Dengan kata lain, sejauhmana “hasil nyata sesaat” sesua dengan sasaran
yang diharapkan. Tentunya makin besar kesuaiaan makin besar pula kesuksesannya
manajemen sekolah.
d. Outcome
Outcome adalah hasil manejemen
sekolah jangka panjang berbeda dengan output yang hanya menyangkut menejemen
sekolah sesaat jangka pendek. Oleh karena itu fokus evaluasi outcome adalah
pada dampak meanajemen sekolah jangka panjang baik dampak individu,
institusional dan sosial untuk melakukan eveluasi, pada umumnya di gunakan
analisis biaya-manfaat.[2]
5.
Metode Pengumpulan MONEV
a. Dokumen
Dokumen adalah cara yang dilakukan
untuk memperoleh data langsung, seperti buku-buku yang relevan, hasil belajar,
laporan kegiatan, catatan guru dan lain sebagainya, yang dapat digunakan untuk
data pendukung dalam kegiatan monitoring dan evaluasi.
b. Wawancara
Wawancara adalah cara yang
dilakukan bila monitoring ditujukan pada seseorang. Instrumen wawancara adalah
pedoman wawancara. Wawancara itu ada dua macam, yaitu wawancara langsung dan
wawancara tidak langsung.
c. Observasi
Observasi ialah kunjungan ke tempat
kegiatan secara langsung, sehigga semua kegiatan yang sedang berlangsung atau
obyek yang ada diobservasi dan dapat dilihat. Semua kegiatan dan obyek yang ada
serta kondisi penunjang yang ada mendapat perhatian secara langsung.
6.
Jenis MONEV
Terdapat
dua jenis monitoring dan evaluasi sekolah yaitu internal dan eksternal.
a. Internal
Monitoring dan evaluasi internal
adalah monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh sekolah itu sendiri. Pada
umumnya pelaksanaan monitoring dan evaluasi internal adalah warga sekolah
sendiri yaitu kepala sekolah, guru, siswa, orang tua seiswa, guru bimbingan dan
penyuluhan dan warga sekolah lainnya. Tujuan utama monitoring dan evaluasi
internal adalah mengetahui tingkat kemajuan dirinya sendiri sehubungan dengan
sasaran-sasaran yang telah ditetapkan.
b. Eksternal
Monitoring dan evaluasi eksternal
adalah mnitoring dan evaluasii yang dilaksanankan oleh pihak eksternal sekolah.
Hasil monitoring evaluasi eksternal dapat digunakan untuk rewads siistem
terhadap individu sekolah, meningkatkan kompetisi antar sekolah, kepentingan
akuntabilitas publik, memperbaiki sistem yang ada secara keseluruhan, dan
membentu sekolah mengembangkan dirinya.[3]
B.
Kepengawasan
1. Pengertian
Pengawasan
Pengawasan adalah proses dalam
menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung
pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan
tersebut. Pengawasan juga bisa diartikan sebagai fungsi administratif dimana administrator memastikan bahwa apa yang dikerjakan sesuai
dengan yang dikehendakai.Pengawasan didalamnya terdapat aktivitas pemeriksaan
apakah semua berjalan sesuai dengan rencana yang dibuat, instruksi yang dikeluarkan,
dan prinsip - prinsip yang telah ditetapkan.[4]
Berikut merupakan definisi
pengawasan menurut para ahli :[5]
Menurut Murdick, Pengawasan
merupakan proses dasar yang secara esensial tetap diperlukan, bagaimanapun
rumit dan luasnya organisasi.
Menurut Antony, Dearden dan
Bedford, Pengawasan dimaksudkan untuk memastikan agar anggota organisasi
melaksanakan apa yang dikehendaki dengan mengumpulkan, menganalisis, dan
mengevaluasi informasi serta memanfaatkannya untuk mengendalikan organisasi.
Menurut Winardi, Pengawasan
adalah semua aktivitas yang dilaksanakan oleh pihak manajer dalam upaya
memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan hasil yang direncanakan.
Menurut Basu
Swasta, Pengawasan merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan
dapat memberikan hasil seperti yang diinginkan.
2.
Macam-Macam Pengawasan
Pada dasarnya ada beberapa jenis
pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Pengawasan
Intern dan Ekstern
Pengawasan intern adalah pengawasan
yang dilakukan oleh orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit
organisasi yang bersangkutan.” Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan
dengan cara pengawasan atasan langsung atau pengawasan melekat (built in
control) atau pengawasan yang dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada
setiap kementerian dan inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di
Indonesia, dengan menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.
Pengawasan ekstern adalah
pemeriksaan yang dilakukan oleh unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi
yang diawasi. Dalam hal ini di Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
yang merupakan lembaga tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan
manapun. Dalam menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan
pemeriksaan aparat pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di
antara keduanya perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan
negara. Proses harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk
tidak memihak dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.
b. Pengawasan
Preventif dan Represif
Pengawasan preventif lebih
dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum
kegiatan itu dilaksanakan, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan.”
Lazimnya, pengawasan ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari
adanya penyimpangan pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan
merugikan negara lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan
agar sistem pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki.
Pengawasan preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh
atasan langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan
terdeteksi lebih awal.
Di sisi lain, pengawasan represif
adalah “pengawasan yang dilakukan terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu
dilakukan.” Pengawasan model ini lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran,
di mana anggaran yang telah ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah
itu, dilakukan pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya penyimpangan.
c. Pengawasan
Aktif dan Pasif
Pengawasan dekat (aktif) dilakukan
sebagai bentuk “pengawasan yang dilaksanakan di tempat kegiatan yang
bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan pengawasan jauh (pasif) yang melakukan
pengawasan melalui “penelitian dan pengujian terhadap surat-surat pertanggung
jawaban yang disertai dengan bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi
lain, pengawasan berdasarkan pemeriksaan kebenaran formil menurut hak
(rechmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah sesuai
dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan hak itu terbukti kebenarannya.”
Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan kebenaran materil mengenai maksud tujuan
pengeluaran (doelmatigheid) adalah “pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah
telah memenuhi prinsip ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban
biaya yang serendah mungkin.”
Pengawasan kebenaran formil menurut
hak (rechtimatigheid) dan pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan
pengeluaran (doelmatigheid). Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara,
pengawasan ditujukan untuk menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan
pemborosan anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri.”
Dengan dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung
jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana
direncanakan. [6]
3.
Tahapan Pengawasan
Menurut
Nanang Fattah ada tiga tahapan dalam melaksanakan pengawasan:
a. Menetapkan
standard-standard pelaksanaan
Penetapan standar biaanya dilakukan pada proses perencanaan.
Penentuan standar mencakup criteria untuk semua lapisan pekerjaan (job
performance) yang terdapat dalam suatu organisasi.Standar yang ditetappkan
harus merupakan standar yang jelas, dapat diukur dan mengandung batas waktu
yang spesifik.Standaradalahkriteria-kriteria untuk mengukur elaksanaan
pekerjaan. Criteria-kriteria tersebut dapat dalam bentuk kunatitatif dan
kualitatif
Standar pelaksanaan pekerjaan bagi suatu aktivitas menyangkut
criteria : ongkos, waktu, kuantitas, dan kualitas. Sedangkan Koonts, O Donnel
dan Murdick dalam nanang Fattah mengemukakan lima ukuran kritissebagai standar
: fisik, ongkos, program, pendapatan dan standar yang tidak bisa diraba
(ingtangible), khusus standar ingtangible merupakan standar yang sulit diukur,
biasanya tidak dinyatakan dalam ukuran kuantitas.
b.
Pengkuran hasil / pelaksanaan pekerjaan
Tahap kedua dari proses pengawasan adalah pengukuran
hasil/pelaksanaan. Metode dan teknik koreksinya dapaat dilihat/ dilaksanakan
melalui fungsi-fungsi manajemen, dari perencanaan, sebagai tolak ukur dari
semua proses manajemen. Dilanjutkan dengan pengorganisasian, memeriksa apakah
struktur organisasi sesuai dengan standar, apakah tugas dan kewajiban telah
dimengerti dengan baik dan apakah perlu penataan kembali anggota.
c.
Menentukan Deviasi atau
Penyimpangan dan Mengadakan Tindakan Perbaikan
Fase ini akan dilaksanakan
apabila dipastikan terjadi penyimpangan. Perbaikan diartikan tindakan yang
diambil untuk menyesuaikan hasil pekerjaan nyata yang menyimpang agar sesuai
dengan standar atau yang telah ditentukan sebelumnya. Bila penyimpangan
terjadi, perbaikan tidak dapat dilakukan secara serta merta dapat menyesuaikan
hasil pekerjaan yang sesuai dengan standar atau rencana. Oleh karena itu,
pelaporan menjadi penting sehingga sebelum terlamabat,
penyimpangan-penyimpangan tersebut dapat diketahui dan dapat segera untuk
diambil tindakan pencegahan sehingga semua pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan
sesuai dengan rencana.[7]
4.
Prinsip-Prinsip Pengawasan
Prinsip adalah sesuatu
yang harus diperhatikan oleh seorang pengawas dalam menjalankan tugas
kepengawasannya. Hal ini penting, sebab kegiatan kepengawasan yang dilakukan
tanpa memperhatikan prinsip-prinsip kepengawasan tersebut akan dapat mengurangi
kualitas keberhasilan kegiatan tersebut. Berbagai prinsip umum yang harus
diperhatikan oleh seorang pengawas dalam menjalankan tugas dan fungsinya adalah
sebagai berikut:
a. Trust artinya kegiatan pengawasan dilaksanakan dalam pola hubungan
kepercayaan antara pihak sekolah dengan pihak pengawas sekolah sehingga hasil
pengawasannya dapat dipercaya.
b. Realistic artinya kegiatan pengawasan dan pembinaannya dilaksanakan
berdasarkan data eksisting sekolah.
c. Utility artinya proses dan hasil pengawasan harus bermuara pada manfaat
bagi sekolah untuk mengembangkan mutu dan kinerja sekolah binaannya.
d. Supporting, Networking dan Collaborating artinya seluruh
aktivitas pengawasan pada hakikatnya merupakan dukungan terhadap upaya sekolah
menggalang jejaring kerja sama secara kolaboratif dengan seluruh stakeholder.
e. Testable, artinya hasil pengawasan harus mampu menggambarkan kondisi
kebenaran objektif dan siap diuji ulang atau dikonfirmasi pihak manapun.[8]
C.
Supervisi
Akademik
Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan
membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran demi
pencapaian tujuan pembelajaran Glickman (1981). Sementara itu,
Daresh (1989) menyebutkan bahwa supervisi akademik merupakan upaya membantu
guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran.
Dengan demikian, esensi supervisi
akademik itu sama sekali bukan menilai unjuk kerja guru dalam mengelola proses
pembelajaran, melainkan membantu guru mengembangkan kemampuan
profesionalismenya. Meskipun demikian, supervisi akademik tidak bisa terlepas
dari penilaian unjuk kerja guru dalam mengelola pembelajaran. Apabila di atas
dikatakan, bahwa supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu
guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran, maka menilai
unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran merupakan salah satu
kegiatan yang tidak bisa dihindarkan prosesnya. Penilaian unjuk kerja guru
dalam mengelola proses pembelajaran sebagai suatu proses pemberian estimasi
kualitas unjuk kerja guru dalam mengelola proses pembelajaran, merupakan bagian
integral dari serangkaian kegiatan supervisi akademik. Apabila dikatakan bahwa
supervisi akademik merupakan serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya, maka dalam pelaksanaannya terlebih dahulu perlu diadakan
penilaian kemampuan guru, sehingga bisa ditetapkan aspek yang perlu
dikembangkan dan cara mengembangkannya.
Sergiovanni menegaskan bahwa refleksi praktis
penilaian unjuk kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita
kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya: Apa yang
sebenarnya terjadi di dalam kelas? Apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan
murid-murid di dalam kelas? Aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas
di dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan murid? Apa yang telah
dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan akademik? Apa kelebihan dan
kekurangan guru dan bagaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban
terhadap pertanyaan-pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan
guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran. Namun satu hal yang perlu
ditegaskan di sini, bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak
berarti selesailah tugas atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus
dilanjutkan dengan perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya.
Dengan demikian, melalui supervisi akademik guru akan semakin mampu
memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Alfonso, Firth, dan Neville
menegaskan “Instructional supervision is here in defined as: behavior
officially designed by the organization that directly affects teacher behavior
in such a way to facilitate pupil learning and achieve the goals of
organization”.Menurut Alfonso, Firth, dan Neville, ada tiga konsep pokok
(kunci) dalam pengertian supervisi akademik.
Supervisi akademik harus secara langsung
mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses
pembelajaran. Inilah karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan
dengan ini, janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara
terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan perilaku
guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi
semua guru. Tegasnya, tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan kematangan
profesional serta karakteristik personal guru lainnya harus dijadikan dasar
pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan program supervisi
akademik Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan kemampuannya
harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu mulai dan berakhirnya
program pengembangan tersebut. Desain tersebut terwujud dalam bentuk program
supervisi akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi
akademik merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka
alangkah baik jika programnya didesain bersama oleh supervisor dan guru.
Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru
semakin mampu memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya.
Tujuan supervisi akademik adalah membantu guru
mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dicanangkan bagi
murid-muridnya (Glickman, 1981). Melalui supervisi akademik diharapkan kualitas
akademik yang dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980).
Pengembangan kemampuan dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit,
semata-mata ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar
guru, melainkan juga pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab dengan
meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja guru, kualitas pembelajaran akan
meningkat. Sedangkang menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan supervisi
akademik, yaitu:
Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud
membantu guru mengembangkan kemampuannya profesionalnnya dalam memahami
akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan mengajarnya dan
menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.
Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud
untuk memonitor kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini
bisa dila-kukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru
sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya, maupun
dengan sebagian murid-muridnya.
Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong
guru menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya,
mendorong guru mengembangkan kemampuannya sendiri, serta mendorong guru agar ia
memiliki perhatian yang sungguh-sungguh (commitment) terhadap tugas dan
tanggung jawabnya.
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981) supervisi
akademik yang baik adalah supervisi yang mampu berfungsi mencapai
multitujuan tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi akademik
jika hanya memerhatikan salah satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan
lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah supervisi akademik akan
berfungsi mengubah perilaku mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan
perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar
murid yang lebih baik. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) mengemukakan bahwa
perilaku supervisi akademik secara langsung berhubungan dan berpengaruh
terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui supervisi akademik, supervisor
mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga perilakunya semakin baik dalam
mengelola proses belajar mengajar. Selanjutnya perilaku mengajar guru yang baik
itu akan mempengaruhi perilaku belajar murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan
bahwa tujuan akhir supervisi akademik adalah terbinanya perilaku belajar murid
yang lebih baik.
Berkaitan dengan prinsip-prinsip supervisi
akademik, akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak mengungkapkan teori
supervisi akademik sebagai landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik.
Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic),
kerja kelompok (team effort), dan
proses kelompok (group process) telah
banyak dibahas dan dihubungkan dengan konsep supervisi akademik. Pembahasannya
semata-mata untuk menunjukkan kepada kita bahwa perilaku supervisi akademik itu
harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, di mana supervisor sebagai atasan
dan guru sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem persekolahan,
keseluruhan anggota (guru) harus aktif berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai
prakarsa, dalam proses supervisi akademik, sedangkan supervisor merupakan
bagian darinya. Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi akademik
modern yang harus direalisasikan pada setiap proses supervisi akademik di
sekolah-sekolah.
Selain tersebut di atas, berikut ini ada beberapa
prinsip lain yang harus diperhatikan dan direalisasikan oleh supervisor dalam
melaksanakan supervisi akademik, yaitu:
Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan
kemanusiaan yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus
bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini bukan
saja antara supervisor dengan guru, melainkan juga antara super- visor dengan
pihak lain yang terkait dengan program supervisi akademik. Oleh sebab itu,
dalam pelaksanaannya supervisor harus memiliki sifat-sifat, seperti sikap
membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar, antusias, dan penuh humor
(Dodd, 1972).
Supervisi akademik harus dilakukan secara
berkesinambungan. Supervisi akademik bukan tugas bersifat sambilan yang hanya
dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa supervisi
akademik merupakan salah satu essential function dalam keseluruhan
program sekolah (Alfonso dkk., 1981 dan Weingartner, 1973). Apabila guru telah
berhasil mengembangkan dirinya tidaklah berarti selesailah tugas supervisor,
melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini logis, mengingat
problema proses pembelajaran selalu muncul dan berkembang.
Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor
tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan
supervisi akademik yang demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor
harus melibatkan secara aktif guru yang dibinanya. Tanggung jawab perbaikan
program akademik bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada guru. Oleh
sebab itu, program supervisi akademik sebaiknya direncana- kan, dikembangkan
dan dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan
pihak lain yang terkait di bawah koordinasi supervisor.
Program supervisi akademik harus integral dengan
program pendidikan. Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat
bermacam-macam sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan.
Sistem perilaku tersebut antara lain berupa sistem perilaku administratif,
sistem perilaku akademik, sistem perilaku kesiswaan, sistem perilaku
pengembangan konseling, sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso, dkk.,
1981). Antara satu sistem dengan sistem lainnya harus dilaksanakan secara
integral. Dengan demikian, maka program supervisi akademik integral dengan program
pendidikan secara keseluruhan. Dalam upaya perwujudan prinsip ini diperlukan
hubungan yang baik dan harmonis antara supervisor dengan semua pihak pelaksana
program pendidikan (Dodd, 1972).
Supervisi akademik harus komprehensif. Program
supervisi akademik harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik,
walaupun mungkin saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu berdasarkan hasil
analisis kebutuhan pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini tiada lain
hanyalah untuk memenuhi tuntutan multi tujuan supervisi akademik, berupa
pengawasan kualitas, pengembangan profesional, dan memotivasi guru.
Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi
akademik bukanlah sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang
dalam proses pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian
unjuk kerjan guru, tetapi tujuannya bukan untuk mencari kesalahan-kesalahannya.
Supervisi akademik akan mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas guru dalam
memahami dan memecahkan problem-problem akademik yang dihadapi.
Supervisi akademik harus obyektif. Dalam menyusun,
melaksanakan, dan mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus
obyektif. Objektivitas dalam penyusunan program berarti bahwa program supervisi
akademik itu harus disusun berdasarkan kebutuhan nyata pengembangan profesional
guru. Begitu pula dalam mengevaluasi keberhasilan program supervisi akademik.
Di sinilah letak pentingnya instrumen pengukuran yang memiliki validitas dan
reliabilitas yang tinggi untuk mengukur seberapa kemampuan guru dalam mengelola
proses pembelajaran.
Para pakar pendidikan telah banyak menegaskan bahwa
seseorang akan bekerja secara profesional apabila ia memiliki kompetensi yang
memadai. Seseorang tidak akan bisa bekerja secara profesional apabila ia
hanya memenuhi salah satu kompetensi di antara sekian kompetensi yang
dipersyaratkan. Kompetensi tersebut merupakan perpaduan antara kemampuan dan
motivasi. Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia tidak akan bekerja secara
profesional apabila ia tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam
mengerjakan tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapapun tingginya motivasi kerja
seseorang, ia tidak akan bekerja secara profesional apabila ia tidak memiliki
kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas-tugasnya.
Supervisi akademik yang baik harus mampu membuat
guru semakin kompeten, yaitu guru semakin menguasai kompetensi, baik kompetensi
kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi
sosial. Oleh karena itu, supervisi akademik harus menyentuh pada pengembangan
seluruh kompetensi guru. Menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang
harus menjadi perhatian supervisi akademik baik dalam perencanaannya,
pelaksanaannya, maupun penilaiannya.
Pertama, apa yang disebut dengan substantive aspects of professional
development (yang selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif).
Aspek ini menunjuk pada kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui
supervisi akademik. Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus dikuasai
guru. Penguasaannya merupakan sokongan terhadap keberhasilannya mengelola
proses pembelajaran. Ada empat kompetensi guru yang harus dikembangkan melalui
supervisi akademik, yaitu yaitu kompetensi-kompetensi kepribadian, pedagogik,
professional, dan sosial. Aspek substansi pertama dan kedua merepresentasikan
nilai, keyakinan, dan teori yang dipegang oleh guru tentang hakikat
pengetahuan, bagaimana murid-murid belajar, penciptaan hubungan guru dan murid,
dan faktor lainnya. Aspek ketiga berkaitan dengan seberapa luas pengetahuan
guru tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang studi yang diajarkannya.
Kedua, apa yang disebut dengan professional development competency areas (yang
selanjutnya akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini menunjuk pada
luasnya setiap aspek substansi. Guru tidak berbeda dengan kasus profesional
lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana mengerjakan (know how to do) tugas-tugasnya. Ia harus memiliki pengetahuan
tentang bagaimana merumuskan tujuan akademik, murid-muridnya, materi pelajaran,
dan teknik akademik. Tetapi, mengetahui dan memahami keempat aspek substansi
ini belumlah cukup. Seorang guru harus mampu menerapkan pengetahuan dan
pemahamannya. Dengan kata lain, ia harus bisa mengerjakan (can do). Selanjutnya, seorang guru harus mau mengerjakan (will do) tugas-tugas berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan keterampilan yang
dimiliki oleh seorang guru, apabila ia tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya
dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan dirinya sendiri.[9]
D.
Supervisi
Klinis
Supervisi klinis adalah supervisi
yang difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis
mulai dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intesif terhadap
penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.
Pendapat lain juga mengatakan bahwa supervisi klinis adalah suatu teknologi
perbaikan pembelajaran tujuan yang
dicapai dan memadukan kebutuhan dan pertumbuhan personal.[10]
Beberapa alasan mengapa supervisi
klinis diperlukan, diantaranya:
1.
Tidak ada balikan dari orang yang
kompeten sejauhmana praktik profesional telah memenuhi standar kompetensi dan
kode etik
2.
Ketinggalan iptek dalam proses
pembelajaran
3.
Kehilangan identitas profesi
4.
Kejenuhan profesional (bornout)
5.
Pelanggaran kode etik yang akut
6.
Mengulang kekeliruan secara masif
7.
Erosi pengetahuan yang sudah didapat
dari pendidikan prajabatan (PT)
8.
Siswa dirugikan, tidak mendapatkan
layanan sebagaimana mestinya
9.
Rendahnya apresiasi dan kepercayaan
masyarakat dan pemberi pekerjaan
Secara umum tujuan supervisi klinis
untuk :
1.
Menciptakan kesadaran guru tentang
tanggung jawabnya terhadap pelaksanaan kualitas proses pembelajaran.
2.
Membantu guru untuk senantiasa
memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses pembelajaran.
3.
Membantu guru untuk mengidentifikasi dan
menganalisis masalah yang muncul dalam proses pembelajaran
4.
Membantu guru untuk dapat menemukan cara
pemecahan masalah yang ditemukan dalam proses pembelajaran
5.
Membantu guru untuk mengembangkan sikap
positif dalam mengembangkan diri secara berkelanjutan.
Beberapa prinsip yang menjadi
landasan bagi pelaksanaan supervisi klinis, adalah:
1.
Hubungan antara supervisor dengan guru,
kepala sekolah dengan guru, guru dengan mahasiswa PPL adalah mitra kerja yang
bersahabat dan penuh tanggung jawab.
2.
Diskusi atau pengkajian balikan bersifat
demokratis dan didasarkan pada data hasil pengamatan.
3.
Bersifat interaktif, terbuka, obyektif
dan tiidak bersifat menyalahkan.
4.
Pelaksanaan keputusan ditetapkan atas
kesepakatan bersama.
5.
Hasil tidak untuk disebarluaskan
6.
Sasaran supervisi terpusat pada
kebutuhan dan aspirasi guru, dan tetap berada di ruang lingkup pembelajaran.
7.
Prosedur pelaksanaan berupa siklus,
mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan (pengamatan) dan tahap siklus
balikan.
Pelaksanaan
supervisi klinis berlangsung dalam suatu siklus yang terdiri dari tiga tahap
berikut:
1. Tahap
perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan adalah:
(a) menciptakan suasana yang intim dan terbuka, (b) mengkaji rencana
pembelajaran yang meliputi tujuan, metode, waktu, media, evaluasi hasil
belajar, dan lain-lain yang terkait dengan pembelajaran, (c) menentukan fokus
obsevasi, (d) menentukan alat bantu (instrumen) observasi, dan (e) menentukan
teknik pelaksanaan obeservasi.
2. Tahap
pelaksanaan observasi. Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan,
antara lain: (a) harus luwes, (b) tidak mengganggu proses pembelajaran, (c)
tidak bersifat menilai, (d) mencatat dan merekam hal-hal yang terjadi dalam
proses pembelajaran sesuai kesepakatan bersama, dan (e) menentukan teknik
pelaksanaan observasi.
3. Tahap
akhir (diskusi balikan). Pada tahap ini beberapa hal yang harus diperhatikan
antara lain: (a) memberi penguatan; (b) mengulas kembali tujuan pembelajaran;
(c) mengulas kembali hal-hal yang telah disepakati bersama, (d) mengkaji data
hasil pengamatan, (e) tidak bersifat menyalahkan, (f) data hasil pengamatan
tidak disebarluaskan, (g) penyimpulan, (h) hindari saran secara langsung, dan
(i) merumuskan kembali kesepakatan-kesepakatan sebagai tindak lanjut proses
perbaikan.[11]
E.
Administratif
Administrasi pendidikan dan
manajemen adalah dua istilah yang hampir sama artinya, hanya dewasa ini istilah
manajemen lebih lebih dikenal dan umum dipakai di dalam dunia
perusahaan/ekonomi daripada di dalam dunia pendidikan. Hal tersebut dikarenakan
dalam proses administrasi pendidikan terdapat kegiatan manajemen, dimana proses
administrasi pendidikan bukan hanya menyangkut urusan-urusan material, tetapi
juga personal dan spiritual.[12]
Dalam pengenalan ilmu administrasi
pendidikan dan manajemen, kiranya sangat perlu pembahasan kali lebih
dispesifikkan. Pengelompokan Ilmu Administrasi terdiri atas (a) pengelompokan
yang bersifat administrasi umum, (b) pengelompokan di bidang pembangunan, (c)
pengelompokan yang bersifat sektoral, dan (d) pengelompokan atas dasar
Pelayanan administratif (administrative services). Pengelompokan yang terakhir
yaitu pelayanan administratif dilakukan oleh satuan kerja yang disebut dengan
Kantor (Perkantoran) atau Manajemen Kantor (Perkantoran). Administrasi
Perkantoran bertugas membantu pelaksanaan tugas pokok/tujuan Organisasi/Badan
Usaha. Administrasi Kantor/Perkantoran biasanya disebut “Sekretariat” atau
“Tata Usaha” yang bertugas melakukan pelayanan administratif, berupa urusan:
Kerumahtanggaan, Ketatausahaan, Kepegawaian, Keuangan, dan sebagainya yang
bersifat pelayanan intern (internal services).
Untuk menemukan ciri-ciri
admnistrasi manajemen pendidikan yang ideal tentunya harus ditentukan dulu
ruang lingkup, tujuan fungsi administrasi manajemen pendidikan. di bawah ini
akan diuraikan secara singkat bagaimana sebenarnya peranan administrasi pada
lembaga pendidikan :
Pada dasarnya, ilmu admnistrasi
merupakan ilmu terapan dari sosiologi, psikologi serta antropologi. Dimana
administrasi pendidikan erat hubungannya dengan metode pengelolaan sumber daya
manusia yang bertujuan untuk meningkatkan kualitasnya. Di sekolah, guru sebagai
tenaga pengajar akan menjalankan fungsi administrasi pembelajaran, mengelola
murid, mengukur kemajuan murid dan kegiatan belajar lainnya yang dilaksanakan
di sekolah formal.
Setiap kegiatan di dalam proses administrasi pendidikan di arahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. tujuan pendidikan tergambar di dalam kurikulum sekolah masing-masing. Adanya unsure tujuan ini menimbulkan perlunya pengadministrasian pelaksanaan kurikulum yang menjadi tugas dan tanggung-jawab kepala sekolah bersama guru-guru dan pegawai sekolah lainnya.[13]
Setiap kegiatan di dalam proses administrasi pendidikan di arahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. tujuan pendidikan tergambar di dalam kurikulum sekolah masing-masing. Adanya unsure tujuan ini menimbulkan perlunya pengadministrasian pelaksanaan kurikulum yang menjadi tugas dan tanggung-jawab kepala sekolah bersama guru-guru dan pegawai sekolah lainnya.[13]
Melihat uraian tersebut, bahwa
ranah administasi manajemen pendidikan adalah focus kegiatan pada kegiatan
administrasi pendidikan. Dimana para pelaksananya adalah :
1.
Pemerintah sebagai pelayan kebutuhan
sekolah
2.
Sekolah sebagai pelaksana tekhnis
kegiatan pembelajaran. Kerjasama antara pemerintah dengan fihak sekolah ( guru,
pegawai, kepala sekolah ) merupakan kontak administrasi manajemen pendidikan
dan nantinya akan menciptakan suasana manajerial yang beroreintasi kepada
meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Dari
uraian di atas, bahwa ranah admnistrasi manajemen pendidikan harus
didukung oleh ilmu pengetahuan tentang tujuan pendidikan serta
berbagai wahana untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Wahana pendukung
tersebut meliputi : ilmu-ilmu yang berkaitan seperti, psikologi pendidikan,
sosiologi pendidikan, antropologi, ilmu komukasi, dan bimbingan. Ilmu-ilmu
tersebut akan memberikan dasar dalam pengelolaan murid yang menjadi bidang
garapan admnistrasi pendidikan.[14]
Fungsi-fungsi Manajemen Administrasi
pendidikan
Dalam pembahasan ini akan diuraikan
secara singkat fungsi-fungsi manajemen administrasi dalam pendidikan yang
diantaranya adalah:
Perencanaan organisasi
1.
koordinasi
2.
komunikasi
3.
oraganisasi
4.
supervisi-kepegawaian-pembiayaan
5.
evaluasi[15]
Dengan eksisnya sebuah
tata administrasi yang tertib dan teratur serta kuat menjadikan daya kerja
dalam sebuah instansi lebih efektif dan efisien. Adapun untuk menguatkan hal
tersebut tata administrasi dalam sebuah sekolah sebagai berikut :[16]
Adapun job dari tenaga
adminsitrasi kesiswaan meliputi;
1.
Mengisi buku induk siswa
2.
Mengisi nilai raport pada buku induk
siswa
3.
Mencatat kondisi siswa, berkenaan dengan
presensi siswa
4.
Pengisian buku klapper
5.
Pelayanan administrasi kesiswaan
6.
Mencatat dan membukukan mutasi siswa
7.
Administrasi Kurikulum
Menyusun sebuah
kurikulum sebagai pedoman proses kegiatan belajar dan mengajar dalam sebuah
instansi guna mensukseskan dan memperlancar kegiatan yang eksis di instansi
tersebut.
Adapun job dari tenaga
administrasi kepegawaian meliputi ;
1.
Membuat buku induk pegawai
2.
Mempersiapkan usul kenaikan pangkat
pegawai negeri, prajabatan, Karpeg, cuti pegawai, dan lain – lain.
3.
Membuat inventarisasi semua file
kepegawaian, baik kepala sekolah, guru, maupun tenaga tata administrasi.
4.
Membuat laporan rutin kepegawaian
harian, mingguan, bulanan, dan tahunan.
5.
Membuat laporan data sekolah dan
pegawai.
6.
Mencatat tenaga pendidik yang akan
mengikuti penataran.
7.
Mempersipkan surat keputusan Kepala
Sekolah tentang proses KBM, surat tugas, surat kuasa, dan lain – lain.
Adapun job dari tenaga
administrasi keuangan meliputi:[17]
1.
Membuat file keuangan sesuai dengan dana
pembangunan.
2.
Membuat laporan data usulan pembayaran
gaji, rapel ke Pemerintah Kota.
3.
Membuat pembukuan penerimaan dan
penggunaan dana pembangunan.
4.
Membuat laporan dana pembangunan pada
akhir tahun anggaran.
5.
Membuat laporan Rancangan Anggaran
Pendapatan Bantuan Sekolah ( RAPBS ).
6.
Membuat laporan tribulan dana Bantuan
Operasional Sekolah ( BOS ).
7.
Menyetorkan pajak PPN dan PPh.
8.
Membagikan gaji atau rapel.
9.
Menyimpan dan membuat arsip peraturan
keuangan sekolah.
10.
Administrasi Perlengkapan/Inventerisasi
11.
Job dari tenaga administrasi yang
berkecimpung dalam inventarisasi meliputi
12.
Mengklasifikasikan setiap item yang akan
diinventasisasi.
13.
Mengisi golongan inventaris.
14.
Mengisi golongan non inventaris.
15.
Memberikan kode ataupun nomor pada
barang inventaris.
16.
Memberikan kode ataupun nomor pada
barang non inventaris.
17.
Mencatatkan dan mengisi barang
inventaris apa saja pada buku induk inventaris.
18.
Mencatat penerimaan barang inventaris dan
non inventaris.
19.
Membuat daftar penggunaan barang
inventaris.
20.
Mencatat daftar penggunaan barang
inventaris.
21.
Membuat rencana penambahan barang
inventaris.
22.
Membuat laporan setiap tribulan atau
tahunan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Monitoring merupakan kegiatan untuk
mengetahui apakah program yang dibuat itu berjalan dengan baik sebagaiman
mestinya sesuai dengan yang direncanakan, adakah hambatan yang terjadi dan
bagaiman para pelaksana program itu mengatasi hambatan tersebut. Monitoring
terhadap sebuah hasil perencanaan yang sedang berlangsung menjadi alat
pengendalian yang baik dalam seluruh proses implementasi.
2.
Pengawasan adalah proses dalam
menetapkan ukuran kinerja dan pengambilan tindakan yang dapat mendukung
pencapaian hasil yang diharapkan sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan
tersebut.
3.
Supervisi akademik adalah serangkaian
kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran
demi pencapaian tujuan pembelajaran Glickman (1981). Sementara itu,
Daresh (1989) menyebutkan bahwa supervisi akademik merupakan upaya membantu
guru-guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran.
4.
Supervisi klinis adalah supervisi yang
difokuskan pada perbaikan pembelajaran melalui siklus yang sistematis mulai
dari tahap perencanaan, pengamatan dan analisis yang intesif terhadap
penampilan pembelajarannya dengan tujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.
5.
Ilmu admnistrasi merupakan ilmu terapan
dari sosiologi, psikologi serta antropologi. Dimana administrasi pendidikan
erat hubungannya dengan metode pengelolaan sumber daya manusia yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitasnya. Di sekolah, guru sebagai tenaga pengajar akan
menjalankan fungsi administrasi pembelajaran, mengelola murid, mengukur
kemajuan murid dan kegiatan belajar lainnya yang dilaksanakan di sekolah
formal.
Setiap kegiatan di dalam proses administrasi pendidikan di arahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. tujuan pendidikan tergambar di dalam kurikulum sekolah masing-masing. Adanya unsure tujuan ini menimbulkan perlunya pengadministrasian pelaksanaan kurikulum yang menjadi tugas dan tanggung-jawab kepala sekolah bersama guru-guru dan pegawai sekolah lainnya
Setiap kegiatan di dalam proses administrasi pendidikan di arahkan untuk mencapai tujuan pendidikan. tujuan pendidikan tergambar di dalam kurikulum sekolah masing-masing. Adanya unsure tujuan ini menimbulkan perlunya pengadministrasian pelaksanaan kurikulum yang menjadi tugas dan tanggung-jawab kepala sekolah bersama guru-guru dan pegawai sekolah lainnya
B.
Saran
Adapun saran penulis dalam hal ini
adalah hendaknya pemerintah memberikan perhatian lebih khusus kepada pendidik
dan aspek-aspek didalamnya. Agar sumber daya pendidikan kita kedepanya tidak
tertinggal lebih jauh dari negara lain. Semoga kualitas pendidikan di Indonesia
semakin maju dan berkembang.
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat
Tenaga Kependidikan, Metode dan Teknik Supervisi. Jakarta:
Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Depdiknas, 2008
Handoyo, T. Hani, Manajemen. Edisi 2,Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta, 2003
Soekartawi, Monitoring dan Evaluasi, Proyek Pendidikan. Jakarta :
Pustaka Jaya, 2008
Zamroni.. Meningkatkan MUTU Sekolah: Teori, Strategi dan Prosedur, Jakarta:
PSAP Muhammadiyah, 2007
Syaiful Sagala, Supervisi Pembelajaran, Bandung:ALFABETA, 2010
Iim Waliman, dkk. 2001. Supervisi Klinis (Modul Manajemen
Berbasis Sekolah). Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat
M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung:
Rosdakarya, 1987.
Nur Aedi, Pengawasan Pendidikan:
Tinjauan Teori dan Praktek, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014[1] Musfirotun
Yusuf, Manajemen Pendidikan Sebuah
Pengantar, Pekalongan : STAIN Pekalongan Press, 2012
Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan
Manajemen, Jakarta: Agung. 1996
Surya Subrata, Manajemen Pendidikan di Sekolah, Jakarta. PT.Rineka Cipta, 2004
Yusuf,
Musfirotun, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar, Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2012
[1]
Soekartawi, Monitoring dan Evaluasi, Proyek Pendidikan. (Jakarta
: Pustaka Jaya, 2008), hlm. 124
[2]
Zamroni.. Meningkatkan MUTU Sekolah: Teori, Strategi
dan Prosedur, ( Jakarta: PSAP Muhammadiyah, ,2007), hlm. 89-90
[4]
Nur Aedi, Pengawasan Pendidikan: Tinjauan Teori dan Praktek, ( Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2014), hlm. 2
[5]
Musfirotun Yusuf, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar,
(Pekalongan : STAIN Pekalongan Press, 2012), hlm. 87.
[7]
Yusuf,
Musfirotun, Manajemen Pendidikan Sebuah Pengantar. (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2012. ), hlm. 127
[9]
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2011/03/04/konsep-supervisi-akademik/
unduh 19-10-16, lihat juga pada Direktorat Tenaga Kependidikan, Metode dan Teknik Supervisi. Jakarta:
Dirjen Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan. Depdiknas, 2008
[11]
Iim Waliman, dkk.
2001. Supervisi Klinis (Modul
Manajemen Berbasis Sekolah). (Bandung: Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat),
hlm. 156-157
[12]
M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan(
Bandung: Rosdakarya, 1987), hlm.7-8.
[13]
Ibid, hlm. 9
[14]
Soewarno Handayaningrat, Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan
Manajemen. Gunung (Jakarta: Agung. 1996), hlm.23
Note: dikutip dari berbagai sumber
Choose EmoticonEmoticon