-->

Senin, 31 Oktober 2016

Konsep Pemikiran Pembaharuan  Muhammad Iqbal

A. Pendahuluan
Muhammad Iqbal merupakan seorang penyair, filosof Islam dan politisi yang menguasai bahasa Urdu, Arab dan Persia. Pemikirannya mengenai kemunduran umat Islam berpengaruh pada gerakan pembaharuan dalam Islam. Menurut pendapatnya, kemunduran umat Islam selama 500 tahun terakhir ialah karena kebekuan dalam pemikiran. Hukum Islam dikatakannya sudah statis.
Menurut Iqbal, hukum Islam tidak bersifat statis, melainkan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa pintu ijtihat tidak tertutup. Sebab lain kemunduran umat Islam menurut Iqbal ialah ajaran zuhud (zhud) yang terdapat dalam tasawuf. Sikap zuhud dalam tasawuf mengajarkan bahwa perhatian kita harus dipusatkan kepada Tuhan dan apa-apa yang berada di balik alam materi. Ajaran itu akhirnya menyebabkan umat Islam kurang mementingkan soal-soal kemasyarakatan. Dalam makalah ini memaparkan beberapa pemikiran Muhammad Iqbal tidak hanya tentang pemikiran Islam tetapi mengenai manusia dan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi dari Muhammad Iqbal?
2. Bagaimana pemikiran filsafat tentang manusia menurut Iqbal?
3. Apa saja pemikiran filsafat Iqbal mengenai pendidikan? 
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, pada tanggal 9 Nopember 1877. Sialkot adalah sebuah kota peninggalan Dinasti Mughal India yang sudah lama pudar gemerlapnya. Ia terletak beberapa mil dari jammu dan Kashmir, suatu kawasan yang kelak terus menerus menjadi sengketa antara India dan pakistan. Kakeknya bernama Iqbal Syaikh Rariq (penjaja selenang berasal dari Looehar, Kahmir). Penduduk Kasmir yang awalnya beragama Hindu kemudian telah menganut agama Islam selama kurang lebih 500 tahun. Jika di ikuti, jejak leluhur Iqbal berasal dari kalangan Brahma, Subkasta Sapru. Ayahnya bernama Syaikh Nur Muhammad memiliki kedekatan dengan kalangan Sufi karna kesalehannya dan kecerdasannya. Ia telah mendapatkan binaan dan gemblengan dengan jiwa muda yang berhati baja pleh Mulana Mir Hasan seorang ulama militan yang kawakan, teman ayahnya. Ulama tersebut memberikan dorongan dan semangat yang mewarnai dan mendasari jiwa Iqbal dengan ruh agama yang senantiasa bersemayam dalam jiwanya, menggelora dalam hati anak muda, menentukan gerakan dan langkah, tujuan dan arah. Keberhasilan ulama tersebut dalam membinanya membawa kesan yang mendalam di hati Iqbal. Nama Iqbal semakin mencuat dan menjadi terus bertambah populer di seluruh tanah air, setelah sajaknya dimuat dalam majalah Maehan, suatu majalah yang memakai bahsa Urdu. Melalui majalah tersebut nama beliau dikenal masyarakat luas sehingga mendorong bagi majalah dan harian-harian lainnya untuk saling berebut meminta izin akan menyiarkan sajak-sajaknya. Selain itu pendidikan dari ibundanya yang bernama Imam Bibi yang dikenal sangat religius memberikan pendidikan dasar tentang dan disiplin keIslaman yang kuat tidak hanya kepada Iqbal tetapi kepada kelima anaknya yaitu dua laki-laki dan tiga perempuan. 
Setelah mendapatkan didikan dari keluarga Iqbal disekolahkan di Maktab (surau) untuk belajar al-Qur’an. Pendidikan formal Iqbal dimulai di Scottish Mission School di Sialkot. Kemudian melanjutkan sekolah ke Lahore. Disini Iqbal belajar Governement College yang diasuh oleh Thomas Arnold yaitu seorang orientalis yang ternama dan mahir dibidang filsafat. Pada tahun 1897, ia memperoleh gelar B.A (Bachelor of Arts). Ia mendapat medali emas sebagai penghargaan karena prestasinya dalam ujian bahasa arab. Kemudian pada tahun 1899 Iqbal memperoleh gelar M.A (Master of Arts) ia mendapat medali emas pula dalam ujian magister ini. Kedekatan antara gutu dan murid antara Iqbal dan Thomas Arnold sangat erat. Ketika Thomas Arnold kembali ke Inggris, Iqbal merasa sedih dan kehilangan. Pada tahun 1905, Iqbal melanjutkan studi di London di Universitas Cambrigde dan bidang yang ditekuninya adalah filsafat moral. Ia mendapat bimbingan dari James Wird dan seorang oe-Hegelian, James Tagart. Sebuah Universitas tertua di Jepang, sempat mengnugerahkan gelar Sir pada tahun 1922. Universitas Tokyo beberapa waktu berselang menganugerahkan gelas Doktor anumerta di bidang sastra, yang pertama kalinya dilakukan oleh Universitas Tokyo. 
B. Pemikiran filsafat tentang manusia menurut Iqbal
Manusia menurut Iqbal pembagian satu kesatuan hidup dan kesadaran juga sebagai kesatuan energi, daya, atau kombinasi dari daya-daya yang membentuk beragam susunan. Filsafat Iqbal pada intinya adalah filsafat manusia yang bicara tentang diri atau ego. Menurut Iqbal ego adalah kesatuan intuitif atau titik kesadaran pencerah yang menerangi pikiran, perasaan, dan kehendak manusia. Kant juga mengemukakan hal yang serupa bahwa, diri adalah substansi tetap yang melandasi puralitas pengalaman. Misalnya pengalaman suatu obyek (kursi misalnya) yang melibatkan pengalaman pereptual warna, rasa, dan bentuk mensyaratkan kesatuan pengalaman-pengalaman tersebut pada sutu ego. Dengan kata lain tubuh adalah tempat penumpukan tindakan-tindakan dan kebiasaan ego. 
Menurut Iqbal kepribadian kita sesungguhnya adalah perbuatan. Watak esensial ego, sebagaimana halnya ruh dalam konsepsi Islam adalah memimpin karena ia bergerak dari amr (perintah) Ilahi. Artinya realitas eksistensial manusia terletak dalam sikap keterpimpinan egonya dari yang Ilahi melalui pertimbngan-pertimbangan, kehendak-kehendak, tujuan-tujuan, dan apresiasinya. Maka ego adalah sesuatu yang dinamis, ia mengorganisir dirinya berdasarkan waktu dan terbentuk, serta didisiplinkan pengalaman sendiri. Setiap denyut pikiran baik masa lampau, sekarang, adalah satu jalinan tak terpisahkan dari suatu ego yang mengetahui dan memeras ingatannya. Jalinan kesatuan organis dari keadaan-keadaan mental itulah yang merupakan manifestasi dari ego. 
Iqbal menekankan bahwa kekekalan ego bukanlah suatu keadaan melainkan proses. Penekanan ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan dua kecendrungan yang berbeda dari bangsa timur dan barat. Timur menyebut ego sebagai bayangan atau ilusi, sementara itu bangsa-bangsa barat kata Iqbal berada dalam proses pencarian sesuai dengan karekteristik berpikir masing-masing, dalam konteks inilah Iqbal terlebih dahulu menyerang tiga pemikiran tentang ego
1. Panteisme yang memandang ego manusia sebagai noneksistensi sementara eksistensi sebenarnya adalah ego absolut atau Tuhan. Sufisme pantaistik mengalami kesulitan filosofis karena salah pengertian tentang watak sebenarnya dari diri yang relatif, bagi Iqbal tafsir yang benar dari ungkapan Al-Hallaj “Anna al-Haqq” adalah penegasan berani tentang realitas dan kemutlakan diri manusia dalam satu kepribadian mendalam. Diri adalah engalaman terakhir yang nyata. Oleh sebab itu penemuan diri adalah puncak pengalaman religius, sebab diri itulah yang mengadakan relasi dengan realitas ultim. Pengalaman menuju penemuan tersebut merupakan fakata vital-bukan intelektual karena berasal dari kehidupan esoteris yang bersifat supralogis.
2. Aliran lain yang menolak adanya ego adalah empirisme. Empirisme menurut David Huma memandang konsep ego yang proses pengalaman-pengalaman yang datang silih berganti adalah sekedar penemuan (nominalisme) ketika yang nyata adalah pengalaman yang datang silih berganti dan bisa dipisahkan secara atomis.
3. Rasionalisme menurut Cartesian yang masih melihat ego sebagai konsep yang diperoleh melalui penalaran dubium methodicum: “semuanya bisa kuragukan kecuali adanya aku yang sedang ragu-ragu karena meragukannya berarti memepertegas keberadaannya”. Iqbal menolak pendapat Kant yang mengatakan bahwa ego yang terpusat, bebas, dan kekal hanya dapat dijadikan postulat bagi kepentingan moral. Bagi Iqbal keberadan ego yang unified, bebas dan kekal bisa diketahui secara pasti dan tidak sekedar pengandaian logis.
Suatu momen, seperti dikatakan kierkegard, tatkala manusia harus memeilih beriman atau tidak beriman yang saat itu juga manusia disadarkan bahwa ia sendiri yang harus menentukan pilihannya bukan karena institusi agamanya atau rasionalitas yang menghendakinya melainkan “aku” sendiri menghendakinya. Dalam hal ini Iqbal secara tajam mengungkapakan, Tuhan sendiri tidak dapat merasakan, mempertimbangkan, dan memilih buatnya bilamana lebih dari satu jalan bertindak ada terbuka buat saya. 
Kehendak kreatif menurut Bergson dan Nietzsche mengartikan kehendak kreatif sebagai khaotis, buta, dan tanpa tujuan. Iqbal menolak pandangan tersebut dengan mengatakan kehendak kreatif adalah sesuatu yang bertujuan, yaitu diri selalu bergerak kesatu arah. Secara intuitif menusia menyadari bahwa kehendakanya memiliki tujuan karena bila tanpa tujuan makna kehendak menjadi saran. Tujuan tersebut bukan ditetapkan oleh hukum sejarah maupun takdir sebagai pre-conceived plan dari Tuhan. Dalam upayanya mencapai individualitas yang kaya dan kuat, ego akan tumbuh dalam suatu proses evolusi kreatif. Ego adalah sumber yang takkan pernah habis terkuras. Untuk itulah setiap individu harus membuka dirinya dan siap mengahadapi segala tantangan dan pengalaman dalam bentuk apa pun. Manusia yang menolak aktivitas ego berarti menolak hidup. 
Iqbal menolak pantaisme yang menekankan kepasifan, penolakan ego sebagai keutamaan dan sebagai gantinya ia menekankan bahwa diri otentik adalah diri yang kuat, bersemangat, otonomi itulah yang mempertinggi kualitas diri. Manusia berbeda dengan binatang yang motivasi perilakunya semata-mata ditentukan oleh pemenuhan kebutuhan material (urusan perut) melainkan manusia memiliki kehendak bebas yang menolak ditundukkan dalam suatu pola kausalitas. Dengan demikian Iqbal menolak bahwa prilaku manusia ditentukan oleh suatu tujuan yang bukan ditentukannya sendiri seperti hukum besi sejarah ataupun takdir. 
Menurut Iqbal ada dua cara manusia untuk menguasai takdir yaitu pertama Intelektual dengan memahami dunia sebagai sistem tegas dari sebab-sebab. Kedua dengan cara vital dengan penerimaan mutlak dari kemestian yang tak terhindarkan dari hidup. Ego bagi Iqbal adalah kausalitas pribadi yang bebas, ia mengambil bagian dalam kehidupan dan kebebasan Ego Mutlak. Sementara itu, aliran kausalitas dari alam mengalir kedalam ego dan dari ego kealam. Karena itu ego dihidupkan oleh ketegangan interaktif dengan lingkungan. Menurut ia juga nasib sesuatu tidak ditentukan oleh sesuatu yang berkerja diluar. Takdir adalah pencapaian batin oleh sesuatu, yaitu kemungkianan-kemungkinan yang dapat direlisasikan yang terletak pada kedalaman sifatnya.
Untuk memperkuat ego dibutuhkan cinta (intuisi) dan ketertariakan, sedangkan yang memperlemahnya adalah ketergantungan pada yang lain. Untuk mencapai kesempurnaan ego maka setiap individu pasti menjalani tiga tahap:
a. Setiap individu harus belajar mematuhi dan secara sabar tunduk kepada kodrat makhluk dan hukum-hukum Ilahiah.
b. Belajar berdisiplin dan diberi wewenang untuk mengendalikan dirinys melalui rasa takut dan cinta kepada Tuhan seraya tidak bergantung pada dunia.
c. Menyelesaikan perkembangan dirinya dan mencapai kesempurnaan spiritual (Insan Kamil).
C. Pemikiran filsafat Iqbal mengenai pendidikan
Pendidikan itu hendaknya bersifat dinamis dan kreatif dan diarahkan untuk memupuk dan memberikan kesempatan gerak kepada semangat kreatif yang bersemayam dalam diri manusia serta mempersenjatainya dengan kemauan dan kemampuan untuk menguasai segala bidang seni dan ilmu pengetahuan yang baru, kecerdasan dan kekuatan. Jadi pendidikan merupakan sesuatu yang diilhami oleh keyakinan yang optimis tentang tujuan akhir manusia. Pendidikan hendaknya tidak pula mencipatakan suatu antitesis yang lancung antara sistem nilai yang diwakili ilmu pengetahuan dengan sistem nilai yang diwakili agama. Pengetahuan saja tidak akan mampu memberikan gambaran-gambaran menyeluruh dan memuasakan kita mengenai dunia kenyataan atau Realitas. Sebaliknya agama mengharap pemahaman mengenai kenyataan itu secara menyeluruh, karena agama sumber yang sangat vital bagi idealisme dan bagi kasih sayang kemanusiaan yang intuitif, sehingga berkat kehidupan yang religius itu manusia hanya akan mengguanakan segala dayanya demi kebaikan, dan bukan kejahatan. Bagi mereka yang tak beriman Pena dan pedang seperti tiada gunanya apabila tiada iman Kayu dan besi kehilangan nilainya
Dalam hal ini Iqbal mempunyai pemikirannya tentang pendidikan, pokok pembahasan dalam pendidikan mengenai pertautan antara intelek (disebut Iqbal pula dengan istilah “khabar”) dan intuisi atau dalam peristilahan Iqbal: “isyq” banyak penyinggungan baik dalam puisi Iqbal maupun kumpulan ceramahnya berjudul Reconstruction of Regious Thought Islam. Fungsi intelek yang bersifat analitis. Pandangan Iqbal yang sepintas kilas kurang memberikan penghargaan kepada intelek sebenarnya merupakan suatu protes terhadap sikap para pemikir modern yang terlalu membesar-besarkan peranan intelek dalam kehidupan. Ditinjau dari kerangka pandangan yang lebih luas, Iqbal sepenuhnya menghargai peranan intelek dan pencarian ilmu pengetahuan melalui metoda eksperimental. Ceramahnya: “Usaha intelektual dalam rangka mengatasi, brbagai hambatan yang dihadapinya dalam semesta, disamping memperkaya dan memperluas jangkauan kehidupan kita, juga mempertajam tilikan (insight) kita dan dengan demikian mempersiapkan kita untuk lebih mendalami dan menembus ke dalam segi-segi pengalaman insani yang lebih halus”.
Intuisis menurut Iqbal adalah sejenis pencerapan yang membutuhkan data bagi pengetahuan. Kehadiran Tuhan secara tidak langsung meresap ke dalam hati manusia. Intuisi adalah istimewa dari “kalbu”, bukan milik pemikiran. Intuisi adalah suatu keseluruhan yang tidak dapat dianalisis. Intuisi diistalahkan Iqbal itu “cinta” atau “pengamatan kalbu”, memungkinkan kita secara langsung menangkap dan mengamat serta bertautan dengan kenyataan itu keseluruhan, sebagaimana ia menampilkan diri kepada kita melauli kilasan intuisi. Kebenaran metafisik, menurut iqbal: “tidak akan diraih dengan jalan melatih intelek, melainkan dengan jalan memusatkan perhatian kita kepada apa yang mungkin ditangkap oleh kemampuan yang disebut intuisi” dan iqbal menmbahkan: “kalbu itu merupakan semacam intuisi atau tilikan batin, yang menurut ungkapan Rumi yang untaian kata yang indah di besarkan dengan cahaya matahari dan memungkinkan kita mengadakan hubungan dengan aspek-aspek kenyataan yang lain sama sekali dari yang dapat ditangkap oleh pengamatan inderaiah”. Dalam hal ini “pengamatan kalbu” itu panca indra sama sekali tidak turut ambil peranan. Namun penghayatan yang dihasilkan sama kongkrit dan riilnya seperti penghayatan yang dimungkinkan cara lain. Jadi kedua cara menghayat kenyataan (pengamatan intelek dan intuisi) bukanlah dua hal yang saling berlawanan secara hakiki, sebab cara yang pertama memungkinkan kita menghayati kenyataan secara menyeluruh dan sekaligus (simultan), sedang cara lain mencoba “memotret” atau menangkap aneka wajah dari kenyataan yang itu juga, dan jalan mengamati masing-masing segi secara khusus, secara eksklisif secara berturut-turut jadi intuisi merupakan suatu tahapan intelek yang lebih tinggi.

A. Kesimpulan


Iqbal adalah seorang puitis dan filosof islam yang ahli dibidang politik, beliau tidak setuju dengan sikap yang lamban. Dan beranggapan bahwa islam bersikap sangat lamban dengan sikap tasawuf yang dimiliki orang islam. Dalam pemikirannya tentang manusia iqbal berpendapat bahwa manusia memiliki dasar dua yaitu intelek dan intuisi, dimana kedua dasar tersebut membawa kita mencapai suatu pendidikan yang baik. Sehingga manusia menjadi kreatif dan religius dalam membangun suatu peradaban islam yang maju seperti abad keemasan yang dirampas oleh orang-orang zindik. Menurut iqbal pendidikan yang baik adalah saat mengutamakan intuisi dari pada intelek untuk menciptakan manusia yang maju dan beradab.
sourche:https://ansarbinbarani.blogspot.com



Baca Artikel Terkait:




Choose EmoticonEmoticon