Suamiku sebenarnya adalah lelaki yang shalih. Ia taat beribadah, tak
pernah meninggalkan shalat lima waktu. Hanya saja, ia jarang menyentuhku. Ia suka berada di ruang kerjanya hingga tidur di sana. Saat aku terbangun, aku dapati diriku sendirian di kamar. Hingga pagi.
Aku tidak curiga suamiku selingkuh. Bahkan aku tidak curiga jika suamiku menyukai perempuan lain. Ia taat beribadah dan menjalankan perannya di keluarga lebih baik dariku. Ia tipe suami dan ayah yang setia. Ia juga memperlakukanku dan anaknya dengan lembut. Namun aku merasa terhina dan tersiksa ketika ditinggal sendirian di kasur. Apalagi akhir-akhir ini, ia semakin jarang tidur berdua denganku. Kami baru berhubungan saat aku memintanya. Aku terkadang menangis sendiri.
Aku tidak tahu apakah ini disebabkan kehidupan keluarganya di masa kecil yang ayahnya sering meninggalkan keluarga atau apa? Atau justru ini kesalahanku? Aku merasa tidak dicintai kalau dibiarkan sendiri semacam ini. Apa yang harus kulakukan, Syaikh?
Perbaiki Komunikasi, Ingatkan Suami
Saudariku, engkau perlu bicara terbuka dan terus terang kepada
suamimu. Gunakan pendekatan agama, logika ilmiah,psikologi, bahwa istri itu perlu digauli. Bahwa engkau sebagai istri bukan hanya membutuhkan nafkah lahir tetapi juga membutuhkan nafkah batin. Bahwa engkau sebagai istri bukan hanya menginginkan disayang, tetapi juga ingin dicintai dan salah satu bukti cinta suami kepada istrinya adalah melewati malam bersama.
Engkau perlu memahamkan suami bahwa kemunduran hasrat dan syahwatnya yang kemudian bermalam-malam meninggalkanmu, bagimu itu berarti ia tidak cinta padamu. Atau cintanya berkurang. Dan mengecewakan dirimu serta membuatmu bersedih hingga menangis sendiri. Membaca pribadi suamimu dari cerita di atas, insya Allah suamimu akan berubah jika engkau benar-benar memahamkannya. Sampaikan dengan lembut, sampaikan dengan nada penuh kasih. Jangan gengsi dan jangan malu. Bisa jadi selama ini ia tidak mengerti atau ada masalah komunikasi.
Karena suamimu adalah lelaki yang taat beragama, agaknya pendekatan agama lebih mengena untuknya. Bahwa suami memiliki kewajiban terhadap istrinya, demikian pula istri memiliki kewajiban terhadap suaminya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan para wanita memiliki hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf” (QS. Al Baqarah : 228)
Dengan cara yang sebaik-baiknya, ingatkan suamimu akan perkataan Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu: “Demi Allah, sesungguhnya seorang dari kita harus menunaikan syahwatnya, sekalipun terpaksa.”
Maqalah ini agaknya dilatari oleh adanya seseorang yang tidak suka melakukan hubungan suami istri karena menganggapnya akan mensibukkan pikirannya atau sebab lain. Tetapi, ia harus melakukan hal itu, demi cintanya kepada istrinya. Demi menunaikan hak istrinya.
(webmuslimah/tausiahagamaislam)
Choose EmoticonEmoticon