Nama Muhammad Bahrun Naim Anggih alias Naim kini mencuat usai teror ledakan bom dan penembakan di depan pusat perbelanjaan Sarinah pada Kamis kemarin. Naim dituding sebagai otak di balik serangan tersebut.
Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian menyebut teror kemarin merupakan bentuk tindakan jaringan yang dikepalai Naim agar dilihat eksis. Naim berambisi ingin mendirikan dan memimpin Katibah Nusantara, sayap organisasi ekstrimis Islamic State of Iran and Syria (ISIS) untuk kawasan Asia Tenggara.
"Dia ingin menjadi pemimpin untuk kelompok ISIS di Asia Tenggara," ujar Tito.
Lantas, siapakah sebenarnya sosok Muhammad Bahrunnaim Anggih alias Naim ini?
Naim merupakan pria kelahiran Pekalongan, 6 September 1983. Dia sempat terlacak bergabung dengan Jamaah Anshorut Tauhid pada sekitar September 2008.
Menurut informasi yang dihimpunDream, Naim awalnya bergabung dengan jaringan Abdullah Sunata. Sunata ditangkap Detasemen Khusus 88 di Klaten, Jawa Tengah, pada 2011 karena diduga ikut menyembunyikan buronan Noordin M Top serta terlibat dalam beberapa aktivitas teror.
Nama Naim kemudian cukup dikenal dalam aksi teror saat pertama kali ditangkap oleh Densus 88 pada 9 November 2010. Saat itu, Naim ditangkap bersama sejumlah barang bukti berupa ratusan butir amunisi ilegal.
Naim lantas menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Surakarta pada 9 Juni 2011. Dia lalu dijatuhi vonis penjara 2 tahun 6 bulan.
Setelah bebas dari penjara, Naim kembali berkiprah bersama jaringannya. Dia kemudian diketahui bergabung dengan kelompok pendukung ISIS. Namanya sering muncul dalam pemberitaan hampir setiap kali ada WNI yang diketahui bergabung sebagai simpatisan ISIS.
Pada 2014, Naim berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Selama di Suriah, Naim aktif menulis pelbagai hal terkait teknis penyerangan di laman pribadinya www.bahrunnaim.co.
Di laman itu, dia membagi berbagai informasi mengenai Daulah Islamiyah. Yang cukup mengejutkan, Naim membagi berbagai informasi cara membuat bom hingga strategi membangun teror.
Indikasi mengenai keinginan Naim melancarkan teror sebetulnya sudah dapat diendus dalam sebuah tulisan berjudul 'Dakwah atau Futuhat' yang diunggah pada Rabu, 05 November 2014. Pada tulisan itu, Naim dengan nada mengancam akan melancarkan teror jika pemerintah Indonesia tidak menerima keberadaan mereka.
"Dalam posisinya terhadap negeri ini, ada beberapa pilihan yang dapat dipilih oleh penguasa. Pertama, menolak dan menangkapi sel-sel Daulah Islamiyah yang akan beresiko terhadap aktifnya sel-sel 'Abu Jandal dan Abu Bashier', sehingga akan meluasnya pertempuran terbuka dan perang gerilya. Kedua, menolak namun diam terhadap sel-sel Daulah Islamiyah yang melakukan dakwah hingga hadirnya misi diplomatik. Ketiga, di satu sisi menerima karena alasan diplomatik, namun di sisi lain menolak karena alasan tekanan asing. Maka akan memicu gerilya secara terbuka yang akan menimbulkan korban secara terbatas. Keempat, menerima dan melakukan penggabungan secara damai. Semoga," tulis dia.
Laman ini sempat ramai dikunjunginetizen pada Jumat, 15 Januari 2016 pukul 05.00 WIB. Mereka kebanyakan memberikan komentar menghujat aksi teror. Tetapi, laman ini tidak bisa diakses lagi sejak pukul 10.20 WIB.
Dugaan Naim menjadi otak dalam aksi teror ini menguat usai pernyataan dari Wakil Kepala Kepolisian (Wakapolri) Komisaris Jenderal (Komjen) Pol Budi Gunawan, Kamis, 14 Januari 2016. Dia mengatakan sudah mendeteksi ada komunikasi kelompok Suriah dan kelompok Solo yang dipimpin Abu Jundi.
Kelompok ini katanya sudah membuat persiapan dengan anak-anak sel untuk melakukan serangkaian peledakan bom.
“Yang seharusnya dimainkan pada malam Tahun Baru. Tapi kita bisa antisipasi,” kata dia.
Aksi teror kemudian terjadi pada Kamis, 14 Januari 2016. Sebuah rentetan serangan berupa ledakan dan tembakan meletus di kawasan ring 1 MH Thamrin, Jakarta Pusat. Puluhan orang menjadi korban, dan dua di antaranya meninggal serta lima orang pelaku tewas di tempat. (Dream)
Choose EmoticonEmoticon