Sejarah Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan peringatan dan penghormatan akan hari lahirnya beliau. Peringatan ini jatuh pada tanggal 12 bulan Rabiul Awal, bulan ketiga dalam kalender Islam. Yang pertama kali menyelenggarakan peringatan ini adalah kaum Fatimid pada abad ke-10, dan baru pada masa Ottoman Turki tahun 1588 lah peringatan hari raya ini dijadikan hari libur resmi. Kata “maulid” sendiri dapat dibaca mawlid, mevlid, mevlit, mulud, atau milad yang berarti hari ulang tahun. Selain untuk Nabi Muhammad SAW, di beberapa negara di belahan dunia seperti Mesir contohnya, penggunaan kata maulid biasa digunakan untuk penyelenggaraan hari ulang tahun dari figur-figur agama yang lainnya seperti para Sufi.
Awal Mula Diselenggarakannya Maulid Nabi Muhammad SAW
Penyelenggaraan maulid Nabi Muhammad SAW tidak akan pernah terjadi jika Nabi Muhammad tidak dilahirkan dalam keluarga dari Bani Hashim, salah satu keluarga yang cukup terkemuka di Mekkah. Nabi Muhammad SAW lahir pada bulan Rabiul Awal di tahun 570, bersamaan dengan Tahun Gajah. Diberi nama tahun gajah karena pada masa itu pasukan dari raja Abraha gagal menghancurkan Mekkah dengan pasukan gajahnya. Penganut Muslim Sunni percaya bahwa hari kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah tanggal 12, sementara penganut Muslim Syiah percaya Nabi Muhammad lahir pada fajar tanggal 17 Rabiul Awal. Ketika lahir, ayah dari Nabi Muhammad SAW yang bernama Abdullah bin Abdul Muttalib telah meninggal dunia sehingga meninggalkannya hanya bersama ibunya yang bernama Aminah binti Wahab, adik dari pemimpin kelompok Bani Zuhrah di masa itu. Nama yang diberikan Aminah kepada Nabi Muhammad SAW juga bukan nama yang familiar, dimana nama tersebut ia pilih setelah ia mendapat penerawangan ketika sedang mengandung.
Dalam catatan sejarah, peringatan maulid Nabi Muhammad SAW yang pertama kali tercatat diklaim berasal dari abad ke-12 dan kemungkinan besar berasal dari Persia. Meski begitu, penyebutan pertama tentang perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dalam catatan sejarah baru ada melalui tulisan-tulisan dari al-Din bin al-Ma’mun yang wafat pada tahun 1192 dan merupakan anak dari Mawa’iz al I’tibar fi Khitat Misr wal Amsar, seorang Grand Vizier Khalifah Fatimid, al-Amir yang berkuasa pada tahun 1101 hingga 1130. “Purwarupa” sejarah peringatan maulid Nabi Muhammad SAW sudah ada melalui peringatan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW sebagai hari suci yang dilakukan secara pribadi pada akhir abad ke-12. Dulunya, peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW merupakan sebuah acara yang tidak terlalu populer hingga akhir abad ke-12 dimana rumah yang digunakan untuk acara Maulid ketangan banyak orang. Yang memperkenalkan penyelenggaraan ulang tahun Nabi Muhammad SAW di kota Sabta ini adalah Abu ‘I’Abbas al-Azafi sebagai suatu cara untuk menyerang balik festival-festival Kristen dan demi menguatkan identitas Muslim.
Sejarah peringatan maulid Nabi Muhammad SAW ini juga ditulis dalam Khitat milik al-Maqrizi, dimana dalam catatan tersebut, kekhalifahan Fatimid sering melakukan berbagai macam festival dan perayaan yang di dalamnya ada perayaan tahun baru, hari Ashura, ulang tahun nabi Muhammad SAW, ulang tahun Ali, ulang tahun al-Hasan, ulang tahun al-Husayn, ulang tahun Fatimah, ulang tahun Khalifah masa itu, hari pertama dan kelima belas Rajah, hari pertama dan kelima belas Sya’ban, festival Ramadhan, awal, pertengahan, dan akhir Ramadhan, malah kekhataman, hari Idul Fitri, hari Idul Kurban, dan beberapa hari lainnya. Dalam praktek awal sejarah peringatan maulid Nabi Muhammad SAW, perayaannya melibatkan beberapa elemen Sufi di dalamnya seperti kurban hewan, prosesi obor, pembacaan doa bersama, dan santapan besar. Perayaan maulid nabi ini biasanya dilakukan siang hari, kontras dengan peringatannya sekarang yang biasa dilakukan pada malam hari.
Praktek dan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Perayaan maulid Nabi Muhammad SAW biasanya dilaksanakan oleh penganut paham Sunni dan Syiah, sementara para penganut paham Wahabi menolak penyelenggaran hal ini. Di dunia Muslim, mayoritas ilmuwan Islam sendiri menyetujui adanya Maulid yang mereka nilai boleh dilakukan dalam tradisi Islam, dan melihatnya sebagai sebuah acara yang positif, sementara para Salafi menganggap bahwa perayaan Maulid merupakan sebuah inovasi tidak penting, dan tidak layak untuk dirayakan sehingga pantas untuk dilarang. Salah satu pemimpin Ahlul Hadis, Ibnu Taymiyya melarang diadakannya Maulid Nabi Muhammad SAW karena hal tersebut tidak ada di al-Qur’an maupun Hadist, tidak seperti perayaan dua hari besar Muslim lainnya.
Ketua Mufti yang bernama Ali Gomaa dari universitas Islam terbesar dan tertua di dunia, Al-Azhar mesir, Yusuf al-Qaradawi, ilmuwan utama dari pergerakan Persaudaraan Muslim, Muhammad Alawi al-Maliki, dan banyak orang lainnya yang merupakan penganut paham Sunni Muslim menyetujui tentang dirayakannya Maulid Nabi Muhammad SAW, dan mereka bahkan memberi anjuran untuk berpuasa pada hari senin sebagai cara untuk merayakan ulang tahun Nabi Muhammad SAW. Syakhul Islam, Dr Muhammad Tahir ul Qadri juga telah menerbitkan sebuah buku di Inggris dengan judul “Maulid Nabi Celebration and Permissibility” yang mempertahankan paham tentang kelegalan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Di sisi lain, banyak ulama dan ilmuwan yang menganggap Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai sesuatu yang bid’ah – inovasi negatif, sesuatu yang tidak membawa efek positif – sehingga melarang perayaannya. Orang-orang yang tergabung dalam kelompok ini ialah penganut Salafi, Deobandi, dan Qur’aniyun.
Terlepas dari segala kontroversi tentang diperbolehkan atau tidaknya perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, penceritaan tentang sejarah peringatan maulid Nabi Muhammad SAW selalu menjadi bacaan yang menarik bagi seluruh umat Islam di dunia. Sekian artikel singkat yang membahas mengenai sejarah perayaan maulid Nabi Muhammad SAW dengan segala kontroversi yang ada di dalamnya. /Kumpulan Sejarah.
Choose EmoticonEmoticon