-->

Sabtu, 17 Oktober 2015




Ilustrasi. (inet)

 Kejahatan seksual pada anak belum juga berhenti. Hampir setiap hari kita mendengar berita miris ini. Soalnya, predator anak bergentayangan mencari mangsanya tanpa kenal lelah. Dengan jurus jitu, si penjahat ini mampu menaklukkan korban tanpa terdeteksi sejak dini. Dengan memanfaatkan kepolosan anak, sang pemburu seks ini melancarkan aksinya. Diawali dengan bujuk rayu, memberikan bantuan, harapan, perhatian sampai pada ancaman dan kekerasan, akhirnya korban keganasannya berjatuhan satu persatu. Ironisnya, kejahatan ini baru terbongkar dan pelakunya baru ditangkap setelah puluhan anak menjadi korban kebuasan seksnya. Yang sulit diterima akal sehat, pelaku kejahatan seksual tidak hanya dilakukan oleh orang asing atau orang baru bagi anak akan tetapi juga dilakoni orang terdekat. Tidak satu dua kali kita mendengar kabar, seorang ayah teganya menggagahi anaknya sampai hamil, seorang abang mengganggu adiknya, bahkan seorang kakek menyudahi cucunya. Ayah atau kakek yang sejatinya menjaga dan melindungi anak keturunannya agar selamat dunia akhirat namun justru ikut serta merusak diri dan masa depan anak cucunya. Sudah separah inikah negeri ini hingga tidak ada orang yang dapat dipercaya lagi untuk melindungi diri seorang anak. Hal inilah yang membuat orang tua (khusus ibu) merasakan kecemasan dan ketakutan atas keselamatan anaknya dari kejahatan seksual.

Memang banyak penyebab merajalelanya perbuatan yang abnormal ini. Di samping penyimpangan seksual yang dimiliki oleh orang bejat itu, juga disebabkan tidak adanya ketahanan dan pembelaan diri anak atas kejahatan seksual yang dilancarkan orang lain pada dirinya. Kondisi ini bisa terjadi karena sangat terbatasnya bahkan tidak adanya pengetahuan seks yang dimiliki anak sebagai bekal untuk mempertahankan dan menyelamatkan diri. Makanya banyak para pemerhati keselamatan anak dan penggiat perlindungan anak mengampanyekan pentingnya pendidikan seks pada anak sejak usia dini. Edukasi ini dilakukan agar anak memiliki pengetahuan tentang diri dan organ seksnya serta cara melindungi diri sehingga bisa terjaga dari orang-orang yang berniat jahat pada dirinya.

Pendidikan seks yang ditanamkan sejak dini akan mempermudah anak dalam mengembangkan potensi dirinya, meningkatkan harga dan kepercayaan diri, memiliki kepribadian yang sehat, dan penerimaan diri yang positif serta pertahanan diri dari marabahaya. Di sinilah peran orang tua benar-benar penting dan menentukan, karena merekalah yang paling mengenal diri dan kebutuhan anaknya. Ayah bunda yang lebih mengetahui perubahan dan perkembangan anak setiap saat. Di samping juga orang tua yang paling dekat dan memahami karakter anaknya. Dengan demikian orang tua bisa memberi pendidikan seks secara alamiah sesuai tahapan-tahapan perkembangan anak yang menjadi tanggungannya.

Dalam menyampaikan pendidikan seks pada anak tidak bisa secara instan namun memerlukan waktu yang lama dan berkesinambungan. Orang tua harus sabar dalam memerankan tugas ini sehingga anak dapat mengerti dan memahami apa yang disampaikan padanya. Dengan bahasa yang mudah dipahami dan dengan pendekatan pribadi, orang tua dapat menyampaikan hal-hal prinsip berkaitan dengan seks yang harus diketahui anak. Di sinilah kepiawaian orang tua dalam melaksanakan pendidikan seks pada anaknya dalam keluarga. Sebagai unit terkecil dan pertama maka keluarga harus dapat memenuhi kebutuhan anaknya termasuk dalam hal pendidikan seks. Makanya paradigma yang menyatakan bahwa pendidikan seks pada anak usia dini merupakan suatu hal yang tabu hendaknya segera dihapus dalam kamus pikiran orang tua. Dengan demikian orang tua akan dapat melaksanakan tugas ini dengan baik dan benar tanpa terbebani.

Ada beberapa prinsip dasar yang harus diberikan orang tua pada anaknya berkaitan dengan pendidikan seks pada usia dini. Pertama, orang tua harus memperkenalkan bagian tubuh penting yang dimiliki anak (maksudnya alat vital) beserta fungsinya. Orang tua harus mampu mengemukakan pada anak agar dapat menjaga dan memelihara alat vital tersebut dari gangguan dari siapa saja. Sejak dini orang tua sudah menggambarkan pada anak bahwa alat vital dan bagian tubuh lainnya yang sensitif merupakan aurat yang harus dijaga dan ditutup rapat. Tidak boleh satu orang pun yang boleh melihat apalagi meraba alat tersebut karena akan menimbulkan bahaya besar bagi dirinya. Anak diajarkan agar jangan membiarkan bagian tubuhnya seperti bibir, dada, paha, dan kemaluannya dipegang dan diraba orang lain. Apabila hal ini terjadi maka si anak diminta menghindar atau melawan untuk keselamatan dirinya.

Kedua, orang tua harus menanamkan rasa malu pada anak sejak usia dini. Sifat ini akan membantu anak dalam menjaga dan memelihara aurat atau kehormatannya. Anak yang sudah mulai memahami hal ini sesuai dengan usianya akan mampu menjaga dirinya, seperti tidak akan buang air kecil dan besar di tempat terbuka, menukar pakaian di hadapan orang lain dan tidak menampakkan auratnya. Sering terjadi kejahatan seksual pada seorang anak disebabkan oleh tidak rapinya pakaian anak sehingga bagian tubuhnya kelihatan. Sekalipun berada dalam rumah, anak perempuan tetap hendaknya memakai pakaian yang sopan dan yang tidak merangsang. Ini sebagai antisipasi terjadinya kejahatan seksual dari kalangan keluarga terdekat.

Ketiga, mengajarkan pada anak tata krama dalam pergaulan atau pertemanan sejak usia dini. Anak laki-laki sebaiknya bermain dengan anak laki-laki. Demikian juga dengan anak perempuan hendaknya bermain sesama perempuan juga. Apabila hal ini sudah ditanamkan sejak usia dini maka tentu anak perempuan akan risih dan tidak nyaman sekiranya ada laki-laki dewasa asing yang mendekati dirinya apalagi sampai melakukan sesuatu yang tidak diingini seperti memegang bagian tubuh, mengelus dan merabanya bahkan lebih dari pada itu. Sering kejahatan seksual menimpa anak ketika dirinya membiarkan orang lain meraba tubuhnya .

Keempat, orang tua harus memisahkan tempat tidur atau kamar anak laki-laki dengan anak perempuan. Hal ini mengajarkan bahwa memang anak laki-laki dengan anak perempuan itu berbeda kodrat dan organ tubuhnya. Masing-masing anak memiliki spesifik tersendiri dan hal yang berbeda baik dari segi fisik maupun dari sisi psikisnya. Dengan pemahaman ini, anak akan berusaha tampil sesuai dengan identitasnya. Makanya, orang tua harus memberikan mainan atau pakaian sesuai dengan jenis kelamin anaknya seperti mobilan untuk laki-laki dan boneka untuk perempuan atau laki-laki dengan celana panjangnya dan anak perempuan dengan rok dan jilbab manisnya.

Kelima, orang tua harus menjaga tontonan anak. Orang tua harus mampu mengedukasi anaknya tentang film atau drama yang layak ditontonnya. Orang tua tidak bisa memberikan kebebasan pada anak dalam hal menonton dan menyaksikan siaran televisi. Pasalnya, tak jarang kejahatan atau pelecehan seksual justru dilakukan seorang anak di bawah umur berawal dari tontonan yang tidak benar. Kita tentunya pernah mendengar anak laki-laki yang masih duduk di bangku SD memperkosa adiknya atau teman perempuannya. Oleh karena itu, dengan mendampingi anak dalam menonton dan memilih tontonan yang sehat maka anak akan terhindar dari melakukan kejahatan seksual.




Baca Artikel Terkait:




Choose EmoticonEmoticon