Nabi Muhammad SAW menjadi pusat perhatian parasahabat Apa pun yang didatangkan oleh Nabi Muhammad SAW baik berupa ucapan, perbuatan maupun ketetapan merupakan referensi yang dibuat pedoman dalam kehidupan para sahabat.
Setiap sahabat mempunyai kedudukan tersendiri dihadapan rasulullah. Adakalanya yang disebut dengan “al-sabiqun al-awwalun” yakni para sahabat yang pertama-tama masuk Islam, seperti Khulafaurrasyidin dan Abdullah Ibnu Mas’ud. Ada juga sahabat yang sungguh-sungguh menghafal hadis rasul, misalnya Abu Hurairah.
Dan ada juga sahabat yang usianya lebih panjang darisahabat lain, sehingga mereka lebih banyak menghafalkan Hadits, seperi Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas. Demikian jugaada sahabat yang mempunyai hubungan erat dengan Nabi SAW, sepertiAisyah, Ummu Salamah dan Khulafaurrasyidin
Semakin erat dan lama bergaul semakin banyak pula Hadits yang diriwayatkan dan validitasnya tidak diragukan. Namun demikian sahabat juga adalah manusia biasa, harus mengurus rumah tangga, bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, maka tidak setiap kali lahir sebuah hadis disaksikan langsungoleh seluruh sahabat.
Sehingga sebagian sahabat menerima hadits dari sahabat lain yang mendengar langsungu capan Nabi atau melihat langsungtindakannya. Apalagi sahabat yang berdomisili didaerah yang jauh dari Madinah seringkali hanya memperoleh hadits dari sesama sahabat.
Rasul membina umatnya selama 23 tahun. Masa ini merupakan kurun waktu turunnya wahyu dan sekaligus diwurudkannya hadist. Keadaan ini sangat menuntut keseriusan dan kehati-hatian para sahabat sebagai pewaris pertama ajaran islam.
Untuk lebih memahami kondisi/ keadaan hadist pada zaman Nabi SAW berikut ini penulis akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan:
1. 1. Cara Rasulullah menyampaikan hadist
Rasulullah dan para sahabat hidup bersama tanpa penghalang apapun, mereka selalu berkumpul untuk belajar kepada Nabi Saw. di masjid, pasar, rumah,dalam perjalanan dan di majelis ta’lim. Ucapan dan perilaku beliau selalu direkam dan dijadikan uswah (suri tauladan) bagi para sahabat dalam urusan agama dan dunia.
Selain para sahabat yang tidak berkumpul dalam majelis Nabi Saw. untuk memperoleh patuah-patuah Rasulullah, karena tempat tingal mereka berjauhan, ada di kota dan di desa begitu juga profesi mereka berbeda, sebagai pedagang, buruh dll. Kecuali mereka berkumpul bersama Nabi Saw. pada saat-saat tertentu seperti hari jumat dan hari raya. Cara rasulullah menyampaikan tausiahnya kepada sahabat kemudian sahabat menyampaikan tausiah tersebut kepada sahabat lain yang tidak bisa hadir (ikhadz )
1. 2. Keadaan para sahabat dalam menerima dan menguasai hadist
Kebiasaan para sahabat dalam menerima hadits bertanya langsung kepada Nabi Saw. dalam problematika yang dihadapi oleh mereka, Seperti masalah hukum syara’ dan teologi. Diriwayatkan oleh imam Bukhari dalam kitabnya dari ‘Uqbah bin al-Harits tentang masalah pernikahan satu saudara karena radla’ (sepersusuan). Tapi perlu diketahui, tidak selamanya para sahabat bertanya langsung. Apa bila masalah biologis dan rumah tangga, mereka bertanya kepada istri-istri beliau melalui utusan istri mereka, seperti masalah suami mencium istrinya dalam keadaan puasa.
Telah kita ketahui, bahwa kebanyakan sahabat untuk menguasai hadist Nabi Saw., melalui hafalan tidak melalui tulisan, karena difokuskan untuk mengumpulkan al-Quran dan dikhawatirkan apabila hadist ditulis maka timbul kesamaran dengan al-Quran.
1. 3. Larangan menulis hadis dimasa nabi Muhammad SAW
Hadis pada zaman nabi Muhammad saw belum ditulis secara umum sebagaimana al-Quran. Hal ini disebabkan oleh dua factor ;
1. para sahabat mengandalkan kekuatan hafalan dan kecerdasan otaknya, disamping alat-alat tulis masih kuarang.
2. karena adanya larangan menulis hadis nabi.
Abu sa’id al-khudri berkata bahwa rosululloh saw bersabda:
ﻻ ﺗﻜﺘﺒﻮﺍ ﻋﻨﻲ ﺷﻴٌﺎ ﺍﻻ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﻭﻣﻦ ﻛﺘﺐ ﺷﻴُﺎ ﻓﻠﻴﻤﺤﻪ
Janganlah menulis sesuatu dariku selain al-Qua’an, dan barang siapa yang menulis dariku hendaklah ia menghapusnya. ( H.R Muslim )
Larangan tersebut disebabkan karena adanya kekawatiran bercampur aduknya hadis dengan al-Qur’an, atau mereka bisa melalaikan al-Qua’an, atau larangan khusus bagi orang yang dipercaya hafalannya. Tetapi bagi orang yang tidak lagi dikawatirkan, seperti yang pandai baca tulis, atau mereka kawatir akan lupa, maka penulisan hadis bagi sahabat tertentu diperbolehkan.
1. 4. Aktifitas menulis hadist
Bahwasanya sebagian sahabat telah menulis hadist pada masa Rasulullah, ada yang mendapatkan izin khusus dari Nabi Saw.,hanya saja kebanyakan dari mereka yang senang dan kompeten menulis hadist menjelang akhir kehidupan Rasulullah.
Keadaan Sunnah pada masa Nabi SAW belum ditulis (dibukukan) secara resmi, walaupun ada beberapa sahabat yang menulisnya. Hal ini dikarenakan ada larangan penulisan hadist dari Nabi Saw. penulis akan mengutip satu hadist hadist yang lebih shahih dari hadist tentang larangan menulis. Rasulullah Saw. bersabda:
ﻻﺗﻜﺘﺒﻮ ﺍﻋﻨّﻰ ﺷﻴﺌﺎ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻘﺮﺍﻥ ﻓﻤﻦ ﻛﺘﺐ ﻋﻨﻰّ ﺷﻴﺌﺎ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﻘﺮ ﺍﻥ ﻓﻠﻴﻤﺤﻪ .
” jangan menulis apa-apa selain Al-Qur’an dari saya, barang siapa yang menulis dari saya selain Al-Qur’an hendaklah menghapusnya”.(HR.
Muslim dari Abu Sa;id Al-Khudry)
Tetapi disamping ada hadist yang melarang penulisan ada juga hadist yang membolehkan penulisan hadist, hadist yang diceritakan oleh Abdullah bin Amr, Nabi Saw.
bersabda
ﺍﻛﺘﺐ ﻓﻮ ﺍﻟﺬﻯ ﻧﻔﺴﻰ ﺑﻴﺪﻩ ﻣﺎ ﺧﺮﺝ ﻣﻨﻪ ﺍﻻﺍﻟﺤﻖ
” tulislah!, demi Dzat yang diriku didalam kekuasaan-Nya, tidak keluar dariku kecuali yang hak”. (Sunan al-Darimi)
Dua hadist diatas tampaknya bertentangan, maka para ulama mengkompromikannya sebagai berikut:
Bahwa larangan menulis hadist itu terjadi pada awal-awal Islam untuk memelihara agar hadist tidak tercampur dengan al-Quran. Tetapi setelah itu jumlah kaum muslimin semakin banyak dan telah banyak yang mengenal Al-Quran, maka hukum larangan menulisnya telah dinaskhkan dengan perintah yang membolehkannya.
Bahwa larangan menulis hadist itu bersifat umum, sedang perizinan menulisnya bersifat khusus bagi orang yang memiliki keahlian tulis menulis. Hingga terjaga dari kekeliruan dalam menulisnya, dan tidak akan dikhawatirkan salah seperti Abdullah bin Amr bin Ash
Bahwa larangan menulis hadist ditujukan pada orang yang kuat hafalannya dari pada menulis, sedangkan perizinan menulisnya diberikan kepada orang yang tidak kuat hafalannya. (mujahidinalbanjari)
2 komentar
Terimakasih sudah berbagi artikelnya.. sangat bermanfaat.
Maju terus
Mksih mas, maju trus hhe
Choose EmoticonEmoticon