4 Tahun Suriah, Potret Gagalnya PBB dan Masyarakat Dunia
EMPAT tahun bergolak, Suriah terus memburuk. Ada krisis kemanusiaan terbesar di sana, dan kita hanya menonton saja.
Tahun lalu, tiga resolusi Dewan Keamanan PBB disahkan untuk melindungi dan membantu warga sipil di Suriah. Tapi, setahun setelah resolusi pertama disahkan, kondisi mengerikan di sana terus saja terjadi.
Siapapun yang pernah terjun ke Suriah akan menyadari bahwa ada celah yang terlalu besar di antara resolusi PPB dengan realitas sebenarnya di lapangan. Statistik suram mengungkapkan bagaimana pihak yang bertikai, negara-negara yang berpengaruh di kawasan itu dan negara-negara anggota PBB lainnya telah benar-benar gagal untuk melaksanakan resolusi tersebut—dan dengan demikian, juga gagal totalnya warga sipil Suriah.
Kita semua telah gagal melindungi orang dari serangan membabi buta dan imigrasi paling besar dalam sejarah manusia.
Perjuangan untuk bertahan hidup di Aleppo
Resolusi dan permintaan hukum internasional menyatakan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam konflik Suriah harus menghentikan serangan terhadap warga sipil, mereka harus berhenti menembaki dan membom daerah-daerah penduduk, dan berhenti menembaki sekolah dan fasilitas medis.
Namun, sepanjang tahun lalu saja, setidaknya 160 anak tewas di sekolah. Semua fasilitas medis menjadi puing. Penggunaan bahan peledak semakin meningkat, dan ribuan nyawa warga sipil. Orang tak bersalah, perempuan dan anak-anak dibunuh, diperkosa dan disiksa.
Kekuatan regional dan kekuatan internasional terus menyulut konflik, dengan mengirimkan senjata dan amunisi. Ini adalah kejahatan, namun siapapun di antara kita sekarang ini tak kuasa untuk menghentikan pasokan senjata dan amunisi ke Suriah. Karena, efek semua senjata dan amunisi ini hanyalah kejahatan mengerikan terhadap warga sipil.
Resolusi itu juga menuntut pihak yang berkonflik segera menghentikan pengepungan dari daerah-daerah berpenduduk, dan memberikan akses yang cepat pada badan-badan bantuan kemanusiaan, tanpa hambatan dan aman untuk orang yang membutuhkan. Hal selanjutnya adalah mendesak semua negara anggota PBB untuk meningkatkan bantuan kemanusiaan mereka.
Namun, sebenarnya, akses kemanusiaan ke Suriah sudah semakin berkurang sejak tahun lalu. Ada sekitar 4,8 juta orang saat ini yang tinggal di daerah rawan konflik dan terlalu banyak dari mereka yang bertahan hidup secara sporadis atau sama sekali tidak ada bantuan. Ditambah, rakyat Suriah sekarat tidak hanya karena peluru, tetapi juga dari cuaca dingin, kurangnya air minum yang bersih dan kurangnya akses terhadap bantuan medis. Sekitar 212.000 orang masih terjebak di daerah-daerah yang terkepung, di mana pihak yang berkonflik menggunakan kelaparan sebagai alat barbar perang.
Pemerintah Suriah, dan beberapa negara tetangganya, terus menghambat kerja kemanusiaan dengan memberlakukan rintangan birokrasi yang sangat sulit. Mereka membatasi perjalanan, dan juga—vice versa!—menyulitkan warga sipil untuk mengakses bantuan. Memburuknya situasi keamanan dan kurangnya rasa hormat kepada pekerjaan kemanusiaan selanjutnya menghalangi siapapun untuk memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkannya di Suriah.
Rakyat Suriah terus menjerit. Mereka menyatakan bahwa sosok pahlawana bagi mereka hanyalah para pekerja bantuan kemanusiaan. Dan jika bukan karena kronisnya dana, siapapun bisa melakukan lebih banyak lagi.
Sekitar $ 8.4 mliyar diperlukan untuk bantuan kemanusiaan di wilayah Suriah. Jumlah ini, jika Anda mau tahu, jauh lebih sedikit daripada biaya penyelenggaraan Olimpiade di London, dan hanya seperlima dari harga Olimpiade di Beijing, dan seperenam dari harga sebuah pertandingan musim dingin di Sochi. Sementara Olimpiade ini sepenuhnya didanai oleh masyarakat internasional, dan di Suriah, ada 16 juta jiwa yang terus menerus sekarat.
Nasib generasi muda Suriah
Kita perlu memahami bahwa generasi muda Suriah hidup dalam kondisi yang sulit, tanpa akses pendidikan dan tanpa harapan untuk masa depan. Tak ada solusi politik untuk hal ini.
Permintaan Dewan Keamanan PBB kepada semua pihak untuk bekerja menuju solusi politik dan upaya sedikit demi sedikit merangkak menuju kemajuan yang nyata harus didengarkan.
Pembicaraan di Moskow pada bulan Januari silam tidak dihadiri oleh kelompok oposisi utama Suriah. Rencana Utusan Khusus PBB Staffan de Mistura untuk membekukan Aleppo mungkin dapat memberikan secercah harapan, namun saat ini kondisi itu dalam bahaya.
Mereka yang berpengaruh, termasuk Rusia, Iran, AS, Arab Saudi dan Qatar, dan semua yang memiliki pengaruh sebagai pelaku utama, perlu menekan pihak yang berkonflik untuk datang ke meja negosiasi untuk mencari solusi. Proses politik ini harus inklusif, sehingga mereka yang tidak bersenjata harus didengar dan negara menghormati hak-hak dan aspirasi rakyat Suriah.
Waktunya bertindak
Singkatnya, kartu skor menunjukkan bagaimana Dewan Keamanan, dan pihak-pihak di Suriah telah gagal. Resolusi PBB yang menawarkan kerangka kerja untuk mengakhiri penderitaan – telah diabaikan atau dirusak oleh semua pihak dalam konflik tersebut, Dewan Keamanan, dan negara-negara anggota PBB itu sendiri.
Dan kenyataan pahit harus diakui bahwa kita gagal bukan karena kita kekurangan solusi. Kita gagal karena kita tidak mau melakukan apa yang dibutuhkan oleh rakyat Suriah sekarang ini.
Rusia, Amerika Serikat, Arab Saudi, Iran, Qatar dan negara-negara anggota PBB lainnya yang memiliki pengaruh harus membuat perubahan untuk sebuah resolusi yang nyata.
Inilah saatnya kita bertindak. Inilah saatnya kita mengakhiri penderitaan rakyat Suriah. Jika tidak, maka damai dan resolusi PBB hanya sebuah utopia belaka, dan potret kegagalan kita sebagai masyarakat internasional telah gagal./islampos
Choose EmoticonEmoticon