-->

Rabu, 26 Agustus 2015

Islam Bukan Teroris, Islam Musuh Terori


dakwatuna.com – Saat itu, Sa’ad bin Abi Waqqash ra memimpin pasukan berperang melawan Persia, lalu ditegaskannya misi kaum Muslimin, yaitu misi pembebasan, misi kemerdekaan.

Satu; membebaskan manusia dari penghambaan kepada sesama manusia kepada penghambaan kepada Allah semata.

            Dua; membebaskan manusia dari kesesatan agama-agama menuju kebenaran agama Islam.

            Tiga; membebaskan manusia dari kesempitan dunia menuju kelapangan negeri akhirat.

Ditanya oleh mata-mata Persia pula kepada tentara kaum Muslimin yang ada dalam barisan, apa misi yang ingin kita tegakkan lewat perang ini? Lalu didapatinya jawaban yang sama dengan misi yang disuarakan panglimanya, Sa’ad bin Abi Waqqash. Disimpulkannya pulalah, ini adalah pasukan yang kuat,tidak akan bisa ditandingi. Pasalnya, bila misi seluruhnya sudah sama, maka kekuatan mereka akan bertambah kuat berkali-kali lipat.

Maka, sangat tidak mengenakkan hati ketika menyaksikan akhir-akhir ini, simbol-simbol Islam diidentikkan dengan terorisme. Nyata-nyata sudah terlihat dalam lembaran sejarah, bahwa Islam adalah agama yang hadirnya selalu membawa kedamaian. Ketiga misi yang dijelaskan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash dan kaum Muslimin itu adalah misi yang membawa kedamaian dan kemerdekaan.

Islam pun tersebar karena orang-orang melihat akhlak muslim yang bepergian ke negeri-negeri lain, untuk urusan perdagangan misalnya. Atau sebab-sebab lain. Perang terjadi bukan karena orang Islam menginginkan perang itu, bahkan mereka benci perang. Tetapi perang terjadi untuk menciptakan kedamaian. Islam berperang melawan orang yang ingin menciptakan kegaduhan dan kesesatan di dunia. Itu saja.

Media memang berpengaruh besar membentuk image khalayak. Sementara itu, kecerdasan menangkap pesan di media belum sepenuhnya merata di tengah-tengah publik. Alhasil, apa yang ditampilkan di media mentah-mentah ditelan sebagian orang.

Bila tertangkap pelaku kejahatan yang saat itu sedang memakai atribut Islami, serta-merta akan dicap Islam memang mengajarkan terorisme. Padahal, bisa jadi saat itu ia menggunakan atribut Islam karena dipesankan dan dibayar. Bukankah yang kita saksikan di media itu hanya hasil akhir saja, sementara kita tidak tahu apa yang terjadi di baliknya? Maka mengambil kesimpulan hanya dari apa yang di-publish media adalah langkah yang terburu-buru.

Saudaraku, saya tidak ingin berpanjang-lebar dalam tulisan ini, saya hanya ingin menyampaikan dua hal;

Pertama, untuk saudara-saudara sebangsa yang bukan muslim. Dengarlah saya; kami ini—kaum muslimin—bukanlah manusia yang bisa sempurna melakukan apa pun di dalam hidupnya, untuk itu kami tidak berlepas diri dari kesalahan. Hanya saja, bila dengan menyaksikan kesalahan-kesalahan segelintir orang Islam, lantas dicap agama Islam itu mengajarkan keburukan semacam terorisme, itu jelas berlebihan.

Bukankah kita tidak rela pula bila bangsa Indonesia seluruhnya dicap biadab oleh asing, hanya karena melihat kesalahan sebagian orang?

Kedua, kepada saudara-saudara saya sesama Muslim. Dengarlah saya; bila saudara menemukan orang yang berkomentar buruk tentang Islam, seperti menuduh agama Islam itu agama terorisme dan kekerasan, mintalah pada orang itu untuk benar-benar mempelajari Islam, baru berkomentar. Tuntun dia untuk mempelajari Islam terfokus pada Islam itu sendiri, bukan mempelajari Islam hanya dengan memperhatikan orang-orangnya. Sebab yang sempurna itu adalah Islam, bukan Muslim. Karena kita adalah manusia, tak pantas kita mengaku suci.

Demikianlah.. Semoga catatan ini memberikan sedikit pencerahan bagi kita semua. Mohon maaf jika saudara-saudara menemukan kesalahan, itu bukan kesengajaan kam

Beri Nilai:

Mahasiswa S1 Ilmu Keperawatan USU. Ketua “Al-Fatih Club”. Murid. Penulis. Beberapa karyanya yang sudah diterbitkan; Istimewa di Usia Muda, Beginilah sang Pemenang Meraih Sukses, Cahaya Untuk Persahabatan, dan lain-lain/mii




Baca Artikel Terkait:




Choose EmoticonEmoticon