BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di era modern sekarang, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat serta menyentuh pada semua aspek
kehidupan manusia tak terkecuali di bidang pendidikan dan pengajaran.
Pemerintah dewasa ini khususnya Kementrian Pendidikan Nasional berusaha untuk
meningkatkan mutu pendidikan seperti yang telah digariskan dalam UU. SISDIKNAS
No. 20 Tahun 2003 bahwa:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.[1] Untuk
mencapai tujuan tersebut maka pemerintah telah mengusahan peningkatan mutu
pendidikan mulai dari tingkat pendidikan dasar sampai ke tingkat perguruan
tinggi. Selain itu, juga dilakukan usaha-usaha seperti penataran guru-guru
bidang studi, pengadaan buku-buku paket, dan menambah sarana dan prasarana
untuk kegiatan proses belajar mengajar.
Peningkatan mutu pendidikan sangat ditentukan oleh guru sebagai pendidik
dalam pencapaian tujuan pendidikan yang diharapkan. Dengan kata lain guru
menempati titik sentral pendidikan. Agar guru mampu menunaikan tugasnya dengan
baik, maka terlebih dahulu harus memahami hal-hal yang berhubungan dengan
proses belajar mengajar seperti halnya proses pendidikan pada umumnya. Dengan
demikian peranan guru yang sangat penting adalah mengaktifkan dan
mengefisienkan proses belajar di sekolah termasuk didalamnya penggunaan metode
mengajar yang sesuai.
Penggunaan metode mengajar yang tepat, merupakan suatu alternatif
mengatasi masalah rendahnya daya serap siswa terhadap pelajaran tertentu, guna
meningkatkan mutu pengajaran. Penerapan suatu metode pengajaran harus ditinjau
dari segi keefektifan, keefesienan dan kecocokannya dengan karakteristik materi
pelajaran serta keadaan siswa yang meliputi kemampuan, kecepatan belajar,
minat, waktu yang dimiliki dan keadaan sosial ekonomi siswa sebagai obyek.
Sesuai yang dikatakan oleh Rostiyah bahwa :
“Setiap jenis metode pengajaran
harus sesuai atau tepat untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Jadi untuk tujuan
yang berbeda guru harus mengadakan teknik penyajian yang berbeda sekaligus
untuk mencapai tujuan pengajarannya”.[2]
Salah satu metode yang diterapkan dalam melibatkan siswa secara aktif,
guna menunjang kelancaran proses belajar mengajar adalah menggunakan metode
resitasi. Dalam metode resitasi diharapkan mampu memancing keaktifan siswa
dalam proses belajarn mengajar. Hal ini disebabkan karena siswa dituntut untuk
menyelesaikan tugas yang diberikan guru dan harus dipertanggungjawabkan.[3] Dalam
keberhasilan proses belajar mengajar disamping tugas guru, maka siswa turut
memegang peranan yang menentukan dalam pencapaian tujuan pendidikan. Sebab
bagaimapun baiknya penyajian guru terhadap materi pelajaran, akan tetapi siswa
tidak mempunyai perhatian dalam hal belajar maka apa yang diharapkan sukar
tercapai. Menurut Slameto sebagai berikut :
“Agar siswa berhasil dalam belajarnya, perlulah
mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya. Tugas itu mencakup mengerjakan PR,
menjawab soal latihan buatan sendiri, soal dalam buku pegangan, tes/ualangan
harian, ulangan umum dan ujian”.[4]
Pembelajaran dengan metode mengajar yang sesuai dengan materi yang
diajarkan akan meningkatkan motivasi belajar siswa. Sebagai contoh adalah
pemberian tugas pada setiap akhir pelajaran dengan harapan aktifitas belajar
siswa dapat ditingkatkan, sehingga prestasi belajar siswa dapat pula meningkat.
Pada peningkatan prestasi belajar siswa bukan hanya peran guru yang dibutuhkan
tetapi siswa sendirilah yang dituntut peran aktif dalam proses belajar
mengajar. Salah satu hal yang penting dimiliki oleh siswa dalam meningkatkan
prestasi belajarnya adalah penguasaan bahan pelajaran. Siswa yang kurang
menguasai bahan pelajaran akan mempunyai nilai yang lebih rendah bila
dibandingkan dengan siswa yang lebih mengusai bahan pelajaran. Untuk menguasai
bahan pelajaran maka dituntut adanya aktifitas dari siswa yang bukan hanya
sekedar mengingat, tetapi lebih dari itu yakni memahami, mengaplikasikan,
mensistesis, dan mengevaluasi bahan pelajaran.
Perlu
disadari bahwa yang diharapkan oleh guru terhadap siswanya adalah bahan
pelajaran yang diterima siswa dapat dikuasainya dengan baik. Olehnya itu, maka
salah satu cara yang ditempuh adalah tugas yang diberikan oleh guru tidak hanya
dikerjakan di kelas yang sempit dan terbatas oleh waktu, akan tetapi perlu
dilanjutkan di rumah, di perpustakaan, di laboratorium dan hasilnya harus
dipertanggung jawabkan
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa yang maksud dengan metode
pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
2.
Bagaimana relevansi metode PAI dengan
tujuan pembelajaran?
3.
Bagaimana relevansi metode PAI dengan
bahan ajar?
4.
Bagaimana relevansi metode PAI dengan
evaluasi?
5.
Bagaimana relevansi metode PAI dengan
siswa dan situasi?
C.
Tujuan
Penulisan
1.
Untuk mengetahui apa yang maksud dengan
metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam?
2.
Untuk mengetahui bagaimana relevansi
metode PAI dengan tujuan pembelajaran?
3.
Untuk mengetahui bagaimana relevansi
metode PAI dengan bahan ajar?
4.
Untuk mengetahui bagaimana relevansi
metode PAI dengan evaluasi?
5.
Untuk mengetahui bagaimana relevansi
metode PAI dengan siswa dan situasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat
Metode PAI
1. Pengertian
Metode Dalam Pendidikan Islam
Metode adalah suatu cara yang
dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan
belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaannya bervariasi
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang
guru tidak akan dapat melaksanakan tugasnya bila dia tidak menguasai satu pun
metode mengajar yang telah dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan
pendidikan.[5]
Perumusan tentang pengertian metode biasanya
disandingkan dengan pengertian teknik, yang mana keduanya saling berhubungan.
Metode pendidikan Islam adalah prsedur umum dalam penyampaian materi untuk
mencapai tujuan pendidikan berdasarkan atas asumsi tertentu tentang hakikat
islam sebagai suprasistem. Sedangakan teknik pendidikan Islam adalah langkah-langkah
konkret pada waktu seseorang pendidik melaksanakan pengajaran di kelas. Muhammad
Athiyah al- Abrasyi mengartikan metode sebagai jalan yang dilalui untuk
memperoleh pemahaman pada peserta didik. Abd al-Aziz mengartikan metode sebagai
cara-cara memperoleh informasi, pengethauan, pandangan, kebiasaan berpikir,
serta cinta kepada ilmu, guru, dan sekolah.[6]
Selain
dari pendapat di atas, Ginting juga berpendapat bahwa metode secara umum
diartikan sebagai cara melakukan sesuatu. Secara khusus metode pembelajaran
dapat diartikan sebagai cara atau pola yang khas dalam memanfaatkan berbagai
prinsip dasar pendidikan serta berbagai teknik dan sumbernya terkait lainnya
agar terjadi proses pembelajaran pada diri pembelajar. [7]
Dari
beberapa pendapat tentang pengertian metode di atas, maka dapat dikatakan bahwa
penggunaan metode pendidikan Islam yang perlu dipahami adalah bagaimana seorang
pendidik dapat memahami hakikat metode dan relevansinya dengan tujuan utama
pendidikan Islam, yaitu terbentuknya pribadi yang beriman yang senantiasa siap
sedia mengabdi kepada Allah SWT. Disamping itu, pendidik pun perlu memahami
metode-metode instruksional yang actual yang ditujukan dalam Al-Qur’an atau
yang dideduksikan dari Al-Qur’an, dan dapat memberi motivasi dan disiplin dalam
belajarnya.
2. Prosedur
Pembuatan Metode Pendidikan Islam
Langkah-langkah yang ditempuh oleh para pendidik sebelum pembuatan
metode pendidikan Islam adalah memerhatikan persiapan bahan mengajar (lesson plan) yang meliputi pemahaman
terhadap tujuan pendidikan Islam, penguasaan materi pelajaran, dan pemahaman
teori-teori pendidikan selain teori-teori pengajaran. Disamping itu, pendidik
harus memahami prinsip-prinsip mengajar serta model-modelnya dan prinsip
evaluasi, sehingga pada akhinya pendidikan Islam berlangsung dengan cepat dan
tepat.
Prosedur pembuatan metode pendidikan Islam adalah
dengan memperhatikan factor-faktor yang mempengaruhinya yang meliputi:[8]
1. Tujuan
pendidikan
Islam
2. Peserta didik
3. Situasi
4. Fasilitas
5. Pribadi
pendidik
Tidak selamanya satu metode selalu baik untuk saat yang berbeda-beda.
Baik tidaknya bertgantung pada beberapa faktor yang mungkin berupa situasi dan
kondisi, atau persesuaian dengan selera, atau juga karena metodenya sendiri
yang secara intrinsik belum memenuhi persyaratan sebagai metode yang tepat
guna, semuanya sangat ditentukan oleh pihak yang menciptakan dan melaksanakan
metode juga objek yang menjadi sasarannya.
3. Prinsip-prinsip
Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Berikut adalah prinsip-prinsip metode pembelajaran
Pendidikan Agama Islam:
a.
Niat dan orientasinya untuk mendekatkan
hubungan antara manusia dengan Allah dan sesama makhluk. Pendekatan kepada
Allah disertai dengan tauhid, mengesakan Allah, tiada Tuhan kecuali Allah.
Tauhid ini menjadi ruh bagi aktivitas muslim. Prinsip ketauhidan ini yang
membedakan dengan metode yang lain. Penerapan metode apa pun diterima asal
memperkuat keimanan dan pengabdian kepada Allah. Keterpaduan (integrative,
tauhîd). Ada kesatuan antara iman-ilmu-amal,
iman-islam-ihsan, dzikir-fikr (hati dan pikir), dhahir-batin (jiwa-raga),
dunia-akhirat, dulu-sekarang-akan datang.
b.
Bertumpu pada kebenaran. Materi yang
disampaikan itu benar, disampaikan dengan cara yang benar, dan dengan dasar
niat yang benar.
c.
Kejujuran (sidq dan amânah).
Berbagai metode yang dipakai harus memegang teguh kejujuran (akademik).
Kebohongan dan dusta (kidzb) dalam bentuk apapun dilarang. Keteladanan
pendidik. Ada kesatuan antara ilmu dan amal. Pendidik yang mengajar dituntut
menjadi contoh tauladan bagi peserta didiknya. Tidak diperkenankan ada kata
“saya hanya mengajar”. Pengajar shalat, ia harus juga melaksanakan shalat. Ada
dispensasi (rukhshah) jika pendidik berhalangan secara syar’i semisal ia
mengajar tentang haji sementara ia belum memiliki biaya untuk naik haji
sehingga belum mampu haji.
d.
Berdasar pada nilai. Metode pendidikan
Islam tetap berdasarkan padaal-akhlâq al-karîmah, budi utama. Metode pendidikan
Islam sarat nilai, tidak bebas nilai semisal proses pembelajaran harus
memperhatikan waktu shalat (wajib).
e.
Sesuai dengan usia dan kemampuan akal
anak (biqadri uqûlihim).
f.
Sesuai dengan kebutuhan peserta
didik (child center), bukan untuk memenuhi keinginan pendidik apalagi
untuk proyek semata.
g.
Mengambil pelajaran pada setiap kasus
atau kejadian (ibrah) yang menyenangkan ataupun yang menyedihkan.[9]
4. Asas-asas
Pelaksanaan Metode Pendidikan Islam
Asas-asas pelaksanaan metode pendidikan Islam pada
dasarnya dapat diformulasikan sebagai berikut:[10]
a.
Asas Motivasi
Asas
motivasi ini penting diciptakan oleh seorang pendidik sehingga seluruh
perhatian peserta didik tertuju pada pelajaran yang sedang disampaikan di
kelas. Upaya yang dapat dilakukan oleh seoang peserta didik adalah mengadakan
selingan yang sehat, menggunakan alat-alat perasa yang sesuai dengan sifat
materi,serta mengadakan kompetesi yang sehat dengan memberikan hadiah dan
hukuman yang bijaksana.
b.
Asas Aktivitas
Dalam
proses belajar mengajar pendidikan peserta didik harus diberikan kesempatan
untuk mengambil bagian yang aktif, baik secara rohani maupun jasmani, terhadap
pengajaran yang akan diberikan, secara individual maupun kolektif. Asas ini
menghindari adanya verbalitas bagi peserta didik.
c.
Asas Apersepsi
Apersepsi
adalah gejala jiwa yang dialami jika kesan baru masuk kedalam kesadaran
seseorang yang berjalin dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki disertai
proses pengelolaan, sehingga menjadi kesan yang lebih luas. Asas apersepsi
bertujuan menghubungkan bahan pelajaran yang akan diberikan dengan apa yang
telah dikenal oleh peserta didik.
d.
Asas Peragaan
Dalam
asas ini pendidik memberikan variasi dalam cara-cara mengajar dengan mewujudkan
bahan-bahan yang diajarkan secara nyata, baik dalam bentuk aslinya maupun
tiruan sehingga peserta didik dapat mengamati dengan jelas dan pengajaran lebih
tertuju untuk mencapai hasil yang diinginkan.
e.
Asas Ulangan
Asas
yang merupakan usaha untuk mengetahui taraf kemajuan atau keberhasilan belajar
peserta didik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, serta sikap setelah
mengikuti pengajaran sebelumnya.
f.
Asas Korelasi
Dalam
setiap pengajarn pendidik harus menghubungkan suatu bahan pelajaran dengan bahn
pelajaran lainnya, sehingga membantuk mata rantai yang erat. Asas korelasi akan
menimbulkan asosiasi dan apersepsi dalam kesadaran dan sekaligus membangkitkan
minat peserta didik terhadap mata pelajaran.
g.
Asas Konsentrasi
Asas
yang memfokuskan pada suatu pokok bahasan maslaah tertentu dari keseluruhan
bahan pelajaran untuk melaksanakan tujuan pendidikan serta memperhatikan
peserta didik dalam segala aspeknya. Asas ini dapat diupayakan dengan
memberikan masalah yang menarik seperti masalah yang baru muncul.
h.
Asas Individualisasi
Asas
yang memperhatikan perbedaan individu, baik pembawaan dan lingkungan yang
meliputi seluruh pribadi peserta didik, seperti perbedaan jasmani, watak,
intelegensi, bakat serta lingkungan yang mempengaruhinya. Aplikasi asas ini
adalah pendidik dapat mepelajari pribadi setiap peserta didik, terutama tentang
kepandaian, kelebihan, kekurangan, dan memberi tugas sebatas dengan
kemampuannya.
i.
Asas Sosialisasi
Asas
yang memperhatikan penciptaan suasana social yang dapat membangkitkan semangat
kerja sama antara peserta didik dengan pendidik atau sesame peserta didik dan
masyarakat sekitarnya, dalam menerima pelajaran agar lebih berdaya guna dan
berhasil guna.
j.
Asas Evaluasi
Asas
yang memperhatika hasil dari penilaian terhadap kemampuan yang dimilik peserta
didik sebagai feedback pendidik dalam memperbaiki cara mengajar. Asas
evaluasi tidak hanya diperuntukkan bagi peserta didik, tetapi juga bagi
pendidik, yaitu sejauh mana keberhasilannya dalam menunaikan tugasnya.
k.
Asas Kebebasan
Asas
yang memberikan keleluasaan keinginan dan tindakan bagi peserta didik dengan
dibbatasi atas kebebasan yang mengacu pada hal-hal yang positif. Asas ini
mengandung tiga aspek, yaitu self-directednees, self-discipline,
self-control.Asas ini menyarankan membuat keputusan-keputusan tentang tindakan
seseorang didasarkan pada ukuran kabijakan, dan mampu membuat pilihan
berdasarkan nilai-nilai pribadi, dan adanya pengarahan diri sehingga sitem
kontrol diri berkembang.
l.
Asas Lingkungan
Asas
yang menentukan metode dengan berpijak pada pengaruh lingkungan akibat
interaksi dengan lingkungan. Walaupun peserta didik lahir dengan berbekal
pembawaan, pembawaan itu masih bersifat umum yang harus dikembangkan melalui
interaksi lingkungan, sehingga pembawaan dan lingkungan saling membutuhkan
mengingat pembawaan merupakan batasan-batasan kemungkinan yang dapat dicapai
dari lingkungan.
m.
Asas Globalisasi
Asas
sebagai akibat pengaruh psikologi totalitas, yaitu peserta didik berinteraksi
terhadap lingkungan secara keseluruhan, tidak hanya secara intelektual, tatpi
juga secara fisik, social, dan sebagainya.
n.
Asas Pusat-pusat Minat
Pelaksanaan
pusat-pusat minat dalam islam dengan ruang lingkup terdiri dari bahan hubungan
manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia terhadap alam
semesta.
o.
Asas Keteladanan
Pada
fase tertentu peserta didik memiliki kecendrungan belajar lewat peniruan
terhadap kebiasaan dan tingkah laku orang di sekitarnya. Khusus pada pendidik,
asas keteladanan efektif digunakan pada fase-fase ini.
p.
Asas Pembiasaan
Pembiasaan
merupakan upaya praktis dalam pembinaan dan pembentukan peserta didik. Upaya
pembiasaan sendiri dilakukan mengingat manusia mempunyai sifat lupa dan lemah.
B. Relevansi Metode PAI
1.
Relevansi
dengan tujuan pembelajaran
Tujuan
yang hendak dicapai, jika tujuannya pembinaan daerah kognitif maka metode driil
kurang tepat digunakan akan tetapi metode yang tepat digunakan seperti metode
tanya jawab, pemberian tugas, diskusi dll. Jika tujuan daerah afektif maka metode yang tepat digunakan seperti; metode
keteladanan, Qawlan (baligha, bashira, nazhira, al haq, layyinan, maisyura,
ma’rufan). Jika tujuan daerah psikomotor maka metode yang cocok digunakan
adalah seperti; metode alat peraga, simulasi.
Jadi kesimpulan penulis disini bahwa metode yang
akan digunakan harus melihat dulu tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
Beberapa metode diatas masih terfokus kepada satu tujuan, apabila tujuan yang
akan dicapai meliputi ketiga aspek maka ini sesuai dengan kreatifitas guru
dalam mengkolaborasikan metode-metode tersebut.
2.
Relevansi
dengan bahan ajar
Bahan
ajar pada dasarnya adalah semua bahan yang didesain secara spesifik untuk
keperluan pembelajarn, bahan ajar berupa seperangkat materi yang disusun secara
sistematis sehingga tercipta lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa
belajar dengan baik. Secara umum wujud bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi
empat yaitu;
a.
Bahan cetak (printed), bahan cetak antara lain handout, buku, modul, lembar
kerja siswa, brosur, leaflet, wallchart, foto atau gambar ;
b.
Bahan ajar dengar (audio), bahan ajar
yang didesain dengan menggunakan media dengan (audio) seperti kaset, radio,
piringan hitam, dan compact disk audio ;
c.
Bahan ajar lihat-dengar (audio visual)
Bahan ajar audio visual adalah bahan ajar yang didesain dengan menggunakan
media audio visual seperti video compact disk, film
d.
Bahan ajar interaktif .. Multimedia
interaktif adalah kombinasi dari dua atau lebih media (audio, teks, gambar,
animasi, dan video) yang oleh penggunaannya dimanipulasi untuk mengendalikan
perintah dan perilaku alami dari suatu presentasi.[11]
Bahan
pembelajaran yang baik harus mempermudah dan bukan sebaliknya mempersulit siswa
dalam memahami materi yang sedang dipelajari. Oleh sebab itu, bahan
pembelajaran harus memenuhi kriteria berikut:
a.
Sesuai dengan topik yang dibahas
b.
Memuat intisari atau informasi pendukung
untuk memahami materi yang dibahas.
c.
Disampaikan dalam bentuk kemasan dan
bahasa yang singkat, padat, sederhana, sistematis, sehingga mudah
difahami.
d.
Jika ada perlu dilengkapi contoh dan
ilustrasi yang relevan dan menarik untuk lebih mempermudah memahami
isinya.
e.
Sebaiknya diberikan sebelum
berlangsungnya kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga dapat dipelajari
terlebih dahulu oleh siswa.
f.
Memuat gagasan yang bersifat tantangan
dan rasa ingin tahu siswa
Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam
penyusunan bahan ajar atau materi pembelajaran. Prinsip-prinsip dalam pemilihan
materi pembelajaran meliputi prinsip relevansi, konsistensi, dan kecukupan.
a.
Prinsip relevansi artinya keterkaitan.
Materi pembelajaran hendaknya relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya
dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Sebagai misal, jika
kompetensi yang diharapkan dikuasai siswa berupa menghafal fakta, maka materi
pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta atau bahan hafalan.
b.
Prinsip konsistensi artinya keajegan.
Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai siswa empat macam, maka bahan ajar
yang harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Misalnya kompetensi dasar
yang harus dikuasai siswa adalah pengertian thaharoh (bersuci), macam-macam
hadats dan najis, dan cara mensucikan dari hadats dan najis, maka materi yang
diajarkan juga harus meliputi pengertian thaharoh (bersuci), macam-macam hadats
dan najis, dan cara mensucikan dari hadats dan najis.
c.
Prinsip kecukupan artinya materi yang
diajarkan hendaknya cukup memadai dalam membantu siswa menguasai kompetensi
dasar yang diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh
terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang membantu mencapai standar
kompetensi dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak akan
membuang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya
Jadi metode pembelajaran PAI yang benar adalah yang
sesuai dengan prinsip –prinsip dan kriteria bahan ajar pendidikan agama Islam
itu sendiri. Apabila metode yang
digunakan tidak memperhatikan bahan yang akan diajarkan maka tujuan dari
pembelajaran tidak akan tercapai secara
maksimal.
3.
Relevansi
dengan situasi
Situasi
yang mencakup hal yang umum seperti situasi kelas, situasi lingkungan. Bila jumlah
murid begitu besar, maka metode diskusi agak sulit digunakan apalagi bila
ruangan yang tersedia kecil. Metode ceramah harus mempertimbangkan antara lain
jangkauan suara guru. Kemudian apabila situasi lingkungan kelas dan sekolah
sunyi senyap tampa banyak aktifitas disekelilingnya, maka metode yang tepat
digunakan adalah metode seperti; diskusi, Tanya jawab, simulasi, Qawlan (baligha,
bashira, nazhira, al haq, layyinan, maisyura, ma’rufan) dll. Dengan
sesuainya metode yang digunakan guru dengan situasi sekolah ditempat ia
mengajar maka tujuan dari materi yang akan disampaikan pun akan tercapai secara
maksimal. Begitu juga sebaliknya,
apabila guru tidak bisa melihat dan menyesuaikan
metode yang akan digunakan dengan situasi kelas maupun sekolah, maka
pembelajaran tidak akan terlaksana
dengan baik. Jadi sangat penting diperhatikan bagi seorang guru tentang situasi tempat ia mengajar.
4.
Relevansi
dengan siswa
Salah
satu aspek yang ada didalam kerangka belajar mengajar adalah aspek murid, semua
guru mengetahui bahwa murid-murid berbeda satu dari yang lainnya. Kemungkinan
yang berbeda itu cukup besar dan tidak ada dua orang yang identik. Terdapat
kecenderungan yang umum yang dapat diamati, tapi pada dasarnya setiap anak
adalah seorang individu. Masalah individu ini mendapat perhatian secara
teoritis dalam lembaga pendidikan guru pada umumnya.
Beberapa
perbedaan murid cukup jelas dan dengan segera dapat diamati dan diketahui oleh
guru pada saat pertama kali masuk kelas, perbedaan ini terutama mengenai
perbedaan fisik. Perbedaan-perbedaan yang lainnya misalnya perbedaan
keperibadian dan watak akan kelihatan setelah beberapa waktu kemudian. Untuk
menyadari perbedaan-perbedaan ini perlu waktu agak lama, namun demikian dalam
jangka waktu tertentu akan jelas bahwa terdapat ketidakseragaman dalam materi
yang dipelajari, dalam kecepatan belajar, sikap terhadap belajar dan cara
belajar. Begitu kita jumpai murid dalam kelas memiliki tingkat pengalaman yang
berbeda dirumah atau sekolah terdahulu (ibtidaiyah), disebabkan oleh
perbedaan-perbedaan tersebut diatas, setiap kesempatan belajar yang diberikan
disekolh akan berbeda bagi murid yang berbeda.
Kesemuannya
itu sudah diketahui dengan baik, guru-guru sanggup menukil contoh-contoh dari
pengalaman mereka sendiri tentang perbedaan yang beraneka ragam dan menerima
teori dalam pendidikan mereka bahwa mereka harus memperhatikan
perbedaan-perbedaan individu dan menyiapkan pendidikan bagi murid yang dapat memenuhi
perbedaan itu. Hal ini teoritis sifatnya dan bagaiman dalam prakteknya?
Kalau kita perhatikan bahwa system pengajaran di madrasah masih mengikuti system klasikal dimana murid dengan berbagai ragam perbedaannya mendapat pelajaran yang sama pada waktu yang sama, maka metode yang relevan untuk memenuhi perbedaan-perbedaan individual (walaupun tidak seluruhnya) ialah dengan metode proyek, pemberian tugas-tugas tambahan dan pengelompokan berdasarkan kemampuan.
Kalau kita perhatikan bahwa system pengajaran di madrasah masih mengikuti system klasikal dimana murid dengan berbagai ragam perbedaannya mendapat pelajaran yang sama pada waktu yang sama, maka metode yang relevan untuk memenuhi perbedaan-perbedaan individual (walaupun tidak seluruhnya) ialah dengan metode proyek, pemberian tugas-tugas tambahan dan pengelompokan berdasarkan kemampuan.
Pelaksanaan
metode yang menjamin pemenuhan perbedaan individual masi merupakan persoalan
bagi guru. Hal ini disebabkan oleh karenah pengaruh ujian dan banyak guru
berkomentar bahwa suatu hal yang mustahil melayani murid secara individual bila
mereka mempersiapkan diri untuk ujian yang sama.para guru itu lupa bahwa tidak
satu jalan menuju ke roma. Ada berbagai jalan untuk mencapai tujuan yang sama.
Kalau murid memang berbeda dalam berbagai macam aspek, mengapa mereka
diharuskan mencapai tujuan dengan cara yang sama? Lebih-lebih lagi sudah
kebiasaan bagi murid yang akan ujian dan tidak ujian, diberikan kesempatamn
belajar yang sama-materi yang sama, keterampilan yang sama, cara belajar dan
sebagian serba sama?
Disinilah peran guru untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa. Apabila siswa memiliki kemampuan rata-rata yang sama maka guru bisa menggunakan metode seperti; diskusi, tanya jawab, dan simulasi. Kemudian apabila kemampuan siswa di suatu kelas tidak merata maka metode yang mungkin di gunakan seperti; metode pendekatan personal seperti qawlan layyinan dan qawlan maisyura. Ini semua kembali kepada kreativitas guru dalam melihat kemampuan, kematangan dan latar belakang siswa
Disinilah peran guru untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan siswa. Apabila siswa memiliki kemampuan rata-rata yang sama maka guru bisa menggunakan metode seperti; diskusi, tanya jawab, dan simulasi. Kemudian apabila kemampuan siswa di suatu kelas tidak merata maka metode yang mungkin di gunakan seperti; metode pendekatan personal seperti qawlan layyinan dan qawlan maisyura. Ini semua kembali kepada kreativitas guru dalam melihat kemampuan, kematangan dan latar belakang siswa
5.
Relevansi
dengan evaluasi
Dalam
pelaksanaan evaluasi perlu diperhatikan beberapa prinsip sebagai dasar pelaksanaan
penilaian.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
a.
Evaluasi hendaknya didasarkan atas hasil
pengukuran yang komprehensif (menyeluruh). Yaitu pengukuran yang meliputi aspek
kognitif, efektif, dan psikomotorik.
b.
Prinsip kesinambungan (kontinuitas);
penilaian hendaknya dilakukan secara berkesinambungan.
c.
Evaluasi harus dilakukan secara terus
menerus dari waktu ke waktu untuk mengetahui secara menyeluruh perkembangan
peserta didik, sehingga kegiatan dan unjuk kerja peserta didik dapat dipantau
d.
Prinsip obyektif, penilaian diusahakan
agar seobyektif mungkin.
e.
Evaluasi harus mempertimbangkan rasa
keadilan bagi peserta didik dan objektifitas pendidik, tanpa membedakan jenis
kelamin, latar belakang etnis, budaya, dan berbagai hal yang memberikan
konstribusi pada pembelajaran. Sebab ketidakadilan dalam penilaian dapat
menyebabkan menurunnya motivasi belajar peserta didik karena mereka merasa
dianaktirikan.
f.
Prinsip sistematis, yakni penilaian
harus dilakukan secara sistematis dan teratur. [12]
Berkaitan dengan metode dalam pendidikan agama Islam
maka ada beberapa jenis evaluasi yang dapat diterapkan :[13]
a.
Evaluasi Formatif, yaitu penilaian untuk
mengetahui hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik setelah
menyelesaikan satuan program pembelajaran (kompetensi dasar) pada mata
pelajaran tertentu.
b.
Evaluasi Sumatif, yaitu evaluasi yang
dilakukan terhadap hasil belajar peserta didik setelah mengikuti pelajaran
dalam satu semester dan akhir tahun untuk menentukan jenjang berikutnya.
c.
Evaluasi penempatan (placement), yaitu evaluasi tentang
peserta didik untuk kepentingan penempatan di dalam situasi belajar yang sesuai
dengan kondisi atau kemampuan yang dimiliki peserta didik.
d.
Evaluasi Diagnostik, adalah
evaluasi yang dilaksanakan untuk keperluan latar belakang (psikologi, fisik,
lingkungan) dari murid/ siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan dalam belajar,
yang hasilnya dapat digunakan sebagai dasar dalam memecahkan kesuliatan
–kesuliatan tersebut. Evaluasi jenis ini erat hubungannya dengan kegiatan bimbingan
dan penyuluhan di sekolah.
Berikut adalah jenis-jenis alat evaluasi:
Alat/Instrumen Evaluasi Bentuk Non-Tes
a.
Observasi
Observasi
adalah suatu proses pengamatan dan pencatatan secara sistematis, logis,
objektif, dan rasional mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang
sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk mencapai tujuan tertentu. Alat
yang digunakan dalam melakukan observasi adalah pedoman observasi.[14]
b.
Wawancara
Wawancara
dibagi dalam 2 kategori, yaitu : pertama, wawancara bebas yaitu si
penjawab (responden) diperkenankan untuk memberikan jawaban secara bebas
sesuai dengan yang ia diketahui tanpa diberikan batasan oleh
pewawancara. Kedua, adalah wawancara terpimpin dimana pewawancara
telahmenyusun pertanyaan pertanyaan terlebih dahulu yang bertujuan untuk
menggiring penjawab pada informasi-informasi yang diperlukan saja. [15]
c.
Angket
Angket
(kuesioner) merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi tidak langsung,
yaitu melalui tulisan. Angket ini berisi daftar pertanyaan yang bertujuan untuk
mengumpulkan keterangan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan responden.
d.
Skala sikap
Skala
sikap digunakan untuk mengukur sikap seseorang terhadap objek tertentu.
Hasilnya berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif),
dan netral. Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada
seseorang. Sikap juga dapat diartikan reaksi seseorang terhadap suatu stimulus
yang datang pada dirinya. [16]
Alat/Instrumen Evaluasi Bentuk Tes:
a.
Uraian
b.
Objektif
c.
Lisan
Apapun metode yang digunakan oleh seorang guru maka
hendaknya memperhatikan beberapa item berikut seperti:
a.
Pertama, berpusat kepada anak didik.
Guru harus memandang anak didik sebagai sesuatu yang unik, tidak ada dua orang
anak didik yang sama, sekalipun mereka kembar.
b.
Kedua, belajar dengan melakukan. Supaya
proses belajar itu menyenangkan, guru harus memberikan kesempatan kepada anak
didik untuk melakukan apa yang dipelajarinya, sehingga ia memperoleh pengalaman
nyata.
c.
Ketiga, mengembangkan kemampuan sosial.
Proses pembelajaran dan pendidikan selain sebagai wahana untuk memperoleh
pengetahuan, juga sebagai sarana untuk berinteraksi sosial.
d.
Keempat, mengembangkan keingintahuan dan
imajinasi. Proses pembelajaran dan pendidikan harus dapat memancing rasa ingin
tahu anak didik.
e.
Kelima, mengembangkan kreatifitas dan
ketrampilan memecahkan masalah. Proses pembelajaran dan pendidikan yang
dilakukan oleh guru bagaimana merangsang kreativitas dan imanjinasi anak untuk
menemukan jawaban setiap masalah yang dihadapi anak didik.
Apabila
metode yang digunakan guru adalah metode
tanya jawab dalam proses pembelajaran
maka evaluasi yang cocok untuk diterapkan adalah tes lisan. Karena pada
awalnya siswa sudah dibimbing oleh guru
untuk menuturkan dan menjelaskan materi pelajaran secara lisan. Ini akan
memudahkan guru untuk menguji seberapa jauh pemahaman siswa terhadap materi
yang sudah diberik
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Konsep metode Pendidikan Agama Islam
adalah bagaimana seorang pendidik dapat memahami hakikat metode dan
relevansinya dengan tujuan utama pendidikan Islam, yaitu terbentuknya pribadi
yang beriman yang senantiasa siap sedia mengabdi kepada Allah SWT. Disamping
itu, pendidik pun perlu memahami metode-metode instruksional yang actual yang
ditujukan dalam Al-Qur’an atau yang dideduksikan dari Al-Qur’an, dan dapat
memberi motivasi dan disiplin dalam proses pembelajaran di kelas.
Metode Pendidikan Agama Islam yang
digunakan harus selalu sesuai dengan tujuan, bahan ajar,situasi,siswa, dan
evaluasi agar tercapai hasil yang
efektif dan efisien dalam proses pembelajaran. Guru yang baik adalah guru yang
bisa memilah dan memilih metode yang tepat dengan komponen-komponen dalam
proses pembelajaran..
B. Saran
Makalah yang penulis buat ini jauh
dari kesempurnaan baik dari segi buku reperensi, penulisan apalagi kata-kata
yang tidak terurai dengan baik. Penulis mengharap kritikan dan masukan dari
pembaca untuk perbaikan makalah ini
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Ginting, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran, Jakarta:
Humaniora, 2008
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran, Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2011
Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009
UU . RI. No. 20 Tahun 2003, Sisdiknas, Jakarta: Cemerlang, 2003
Rostiyah, N.K.. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT.
Bina Aksara. 1998
Nana Sujana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, Bandung: CV. Sinar Baru. 2002
Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit (SKS), Jakarta : Bumi
Aksara, 1998
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan
Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2002
Omar Muhammad al-Thaumi
al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam,
terj. Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979
Mahfudz Shalahuddin, Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta:
Bina Ilmu, 1987
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002
_______ , Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002
Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, Bandung:
Rosdakarya , 2011
[4]
Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit
(SKS), (Jakarta : Bumi Aksara, 1998), hlm. 88
[5]
Syaiful Bahri Djamarah dan
Aswan Zain, Strategi Belajar
Mengajar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002), hlm. 53
[6]
Omar Muhammad al-Thaumi
al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam,
terj. Hasan Langgulung,(Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hlm. 551-552
[7]
Abdurrahman Ginting, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta:
Humaniora, 2008), hlm. 42
[16]
Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 113
Choose EmoticonEmoticon