LiputanIslam.com–Seiring dengan serangan militer Arab Saudi dan koalisinya terhadap Yaman, muncul keingintahuan publik tentang republik di ujung semenanjung Arab ini. Seperti apakah kondisi di sana? Bagaimana sistem perkuliahan di Yaman dan bagaimana cara mendapatkan beasiswanya? Untuk itu, Liputan Islam mewawancarai salah seorang mahasiswa Indonesia, M. Abdul Muhith, yang telah menetap 3,5 tahun di Yaman selatan (Hadhramaut) untuk kuliah di Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Al-Ahgaff. Muhith adalah Sekretaris Umum PPI Hadhramaut 2014-2015 dan Pengurus Cabang Istimewa NU Yaman 2015-2016. Pemuda yang sebelumnya sekolah di Madrasah NU TBS, Kudus, Jawa Tengah ini aktif menulis di media online.
Liputan Islam (LI) : Bagaimana kehidupan sehari-hari masyarakat Yaman yang selama ini yang Anda jumpai?
M. Abdul Muhith: Anda akan sedikit kaget ketika memasuki kota Tarim (tempat saya kuliah). Sejak masuk ke bandara internasional di Provinsi, Anda akan lihat mayoritas orang di sini bersarung, sehingga suasananya serasa masuk ke pesantren Tebu Ireng Jombang. Kota ini memang kota santri banget. Di sini juga banyak sekali produk Indonesia, seperti Indomie (yang sudah jadi favorit penduduk asli), sambal terasi, dan makanan khas Indonesia lainnya. Pakaian buatan Indonesia juga banyak dijual di sini.
Selama lebih dari 3,5 tahun di Yaman, saya merasakan nyaman, aman-aman saja. Kami sering terlibat dengan masyarakat lokal dalam berbagai acara. Mereka sangat welcometerhadap orang Indonesia, bahkan banyak mengadopsi beberapa kosa kata dari kita, seperti sambal, sarung, selimut, kerupuk, dsb (diadopsi menjadi bahasa mereka sehari-hari). Setiap kali saya bertandang ke manapun mereka selalu menyapa saya “Apa Kabar” “Indunisy” (Indonesia).
Walaupun Yaman kini sedang menghadapi perang dan kekacauan pemerintah, kurs riyal tetap stabil dibandingkan rupiah yang kini merosot drastis. Nilai tukar riyal bahkan lebih tinggi dibanding dengan Rupiah. Stabilitas perekonomian mereka sebatas pengamatan saya masih tetap stabil dan lancar, bahkan pasar di kota Tarim, tetap beroperasi seperti biasanya.
Mahasiswa Indonesia di Yaman (foto: Abdul Muhith)
LI: Kota Tarim ini terkenal ya, dalam sejarah Islam?
MAM: Betul. Kota ini pernah didoakanSayyidina Abu Bakar Ash-Sidiq, beliau mendoakan agara Tarim menjadi kota yang makmur, akan tumbuh alim ulama’, dan diberkahi airnya. Dan doa ini terkabul. ISESCO- (Islamic Educational Scientific And Cultural Organization) Organisasi Pendidikan dan Kebudayaan Islam Internasional, telah menganugrahkan penghargaan terhormat pada tahun 2010 kepada kota Tarim Al-Ghanna sebagai “Kota Ilmu dan Kebudayaan Islam” (Capital of Islamic Culture). Kota ini sangat indah bak museum nyata di udara terbuka. Masjid Al-Muhdhor merupakan ikon kota Tarim.
LI : Seperti apa corak pendidikan yang Anda tempuh?
MAM: Al-Ahgaff University tempat saya belajar adalah berhaluan Sunni, tepatnya bermazhab Syafii, seperti yang dianut di Indonesia, yang mengedepankan kemoderatan mengajarkan akhlak dan sopan santun. Universitas ini didirikan oleh ulama’ besar Al-Habib Abdullah Bin Mahfudz Al-Hadad dan telah menjadi anggota universitas gabungan negara-negara Arab. Kredibilitasnya tidak diragukan lagi, data yang diunduh dari www.webomatrics.com, Al-Ahgaff University menduduki peringkat ke-3 se-Yaman. Universitas ini mengkombinasikan sistem klasik dan akademika universitas, yaitu dengan menggunakan kitab-kitab salaf mu’tabaroh (diakui) mazhab Syafi’i, seperti Minhajut Tholibin lin Nawawi sebagai mata kuliah dan dengan ijazah sarjana (Lc,) yang telah diakui dunia internasional sebagaimana Al-Azhar University, Cairo Mesir.
Al-Ahgaff University merupakan salah satu universitas swasta yang menggratiskan biaya pendidikannya. Bahkan, universitas ini menyediakan fasilitas asrama dan makan gratis. Mahasiswa hanya perlu membeli buku-buku. Di sini, khususnya Fakultas Syariah dan Hukum, jenjang S1 ditempuh selama 10 semester (5 tahun) untuk mendapat gelar Lc / BSc. Mahasiswa yang kuliah di sini datang dari berbagai belahan dunia antara lain, Thailand, Malaysia, Pakistan, Indonesia, Australia, dan berbagai negara Afrika seperti Somalia, Tanzania, Kenya, Ethiopia, dll. Dosen di universitas ini merupakan lulusan Doktoral dan Magister dari berbagai universitas terkemuka di dunia.
Di Universitas inilah, khususnya Fakultas Syariah dan Hukum, mahasiswa Indonesia mendominasi (50% lebih mahasiswanya berasal dari Indonesia).
Muhith dan tokoh sentral di Tarim, Al-Habib Abdullah bin Syihab (31/3/2015 )
LI : Bagaimana umumnya sikap ulama di sana?
MAM: Para ulama di Hadhramaut bermazhab Syafii, begitu pula mayoritas penduduknya. Mazhab Syafi’i adalah mazhab mayoritas muslim di Indonesia, sehingga tak heran jika banyak kesamaan budaya yang kita jumpai di sini. Aktivitas ilmiah, pengajian, halaqoh, ziarah Auliya’ , Maulid Nabi juga aktif dijalani masyarakat di sini.
Ulama Hadhramaut selalu menyeru pada persatuan. Kami diajari agar memahami bahwa perbedaan dalam masalah cabang (furu’) agama atau perbedaan mazhab adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dipungkiri. Karena itu, perbedaan ini tidak boleh sampai memunculkan perseteruan dan pertikaian antar umat. Sesama muslim adalah sama haknya, selama mereka masih mengatakan “tiada tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad SAW merupakan nabi terakhir yang diutus”. Setiap orang yang berikrar seperti itu adalah saudara kita. Inilah yang selalu disampaikan para ulama Hadhramaut dalam setiap pengajian.
Semenjak merebaknya konflik di Utara Yaman, para tokoh sentral seperti Al-Habib Ali Masyhur (Mufti kota Tarim) selalu mengingatkan masyarakat bahwa setiap orang muslim adalah saudara, haram darah dan hartanya, perbuatan saling membunuh itu dilaknat agama. Selain itu beliau mengingatkan kepada semua umat untuk terus waspada terhadap fitnah yang kini sedang menimpa umat Islam secara umum dan di jazirah Arab khususnya. Itu hanyalah skenario kaum Zionis.
LI: Apa pendapat Anda tentang pemberitaan media di Indonesia soal konflik Yaman?
MAM: Saya sangat menyesalkan, banyak berita yang tidak akurat di media-media di Indonesia. Misalnya saja, ada berita dua mahasiswa asal Cirebon sudah tiga bulan hilang kontak dengan keluarga. Padahal, yang disebut itu teman seasrama saya dan baik-baik saja. Mereka juga selalu kontak dengan keluarganya. Berita-berita tidak akurat seperti ini kan malah membuat keluarga kami di Indonesia khawatir. Saya harap LI bisa memberikan pengimbangan berita. PPI Hadhramaut siap selalu untuk dikonfirmasi.
LI: Terimakasih atas jawaban-jawabannya, Mas Muhith
sumber: liputanislam.com
Choose EmoticonEmoticon