Berapakah Pecahan Golongan Syiah?
Syiah berpecah kepada beberapa puak-puak atau golongan-golongan kecil yang ekstrim (Ghulat), di antaranya adalah sebagai berikut:
Syiah Sabaiyyah
Adalah pengikut Abdullah bin Saba`, mereka berlebih-lebihan mempercayai bahwa Nabi Muhammad akan kembali ke dunia seperti Nabi Isa as. Kemudian mereka juga meyakini bahwa Ali belum mati tetapi beliau bersembunyi dan akan lahir kembali. Dan mereka juga meyakini bahwa Jibril keliru dalam menyampaikan wahyu, mestinya Jibril menurunkan wahyu kepada Ali bukan kepada Nabi Muhammad. Dan mereka juga meyakini bahwa ruh Tuhan turun kepada Ali.
Syiah Kaisaniyyah
Adalah syi`ah pengikut Mukhtar bin Ubai al-Saqafi. Golongan inipun digolongkan sebagai syiah yang ekstrim (Ghulat). Pendiri kelompok Kissaniyah adalah Kisan, seorang mantan pelayan Ali. Kisan disebutkan pernah belajar kepada Muhammad Ibn Hanafiyyah, karena itu ilmu pengetahuannya mencakup segala macam pengetahuan, baik pengetahuan takwil (tafsir) maupun pengetahuan batin, baik pengetahuan yang fisik maupun pengetahuan non-fisik. Mereka sependapat bahwa agama merupakan ketaatan kepada pemimpin (Imam), karena para Imam dapat menafsirkan ajaran-ajaran pokok agama seperti shalat, puasa, dan haji. Bahkan sebagian dari mereka ada yang meningalkan perintah agama dan merasa cukup hanya dengan mentaati para Imam. Sebagian lagi kelihatannya lemah dalam hal keyakinannya terhadap adanya hari kiamat dan sebagian yang lain menganut aliran hulul (roh ketuhanan masuk ke dalam tubuh manusia), tanasukh (roh berpindah dari satu tubuh ke tubuh yang lain). Dan Raj’ah (hidup kembali di dunia juga setelah mati), sebagian lagi berpendapat imam tertentu tidak mati (ghaib) dan dia akan kembali lagi ke dunia, baru mati setelah itu. Kendatipun demikian, mereka sepakat bahwa agama merupakan ketaatan kepada Imam, dan barangsiapa yang tidak taat kepada Imam berarti dia bukanlah orang yang beragama.
Syiah Mukhtariyyah
Adalah kelompok Syiah yang mengikuti ajaran Mukhtar ibn Abi Ubaid Al-Tsaqafi. Pada mulanya Mukhtar sebagai seorang Khawarij, kemudian berubah menjadi pengikut Al- Zubairiyyah dan akhirnya menjadi pengikut Syiah dan Al-Kisaniyyah. Dia mengakui kepimpinan (Imamah) Muhammad bin Hanafiyyah sesudah Ali bin Abi Thalib, bahkan sebelum Muhammad adalah Hasan dan Husain. Mukhtar mengajak masyarakat agar menerima pendapatnya, dan mengakui bahwa dirinya memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Ketika berita tentang dirinya dan ajarannya tersebar, Muhammad bin Hanafiyyah tidak mengakui semua yang telah dia katakan dan ajarkan, namun banyak juga orang awam yang tertarik menjadi pengikutnya.
Dasar-dasar ajarannya terdiri dari dua hal : 1. Menyandarkan ilmu dan dakwahnya kepada Muhammad ibn Hanafiyyah. 2. Balas dendam atas kematian Husain ibn Ali.
Karena itu dia dan para pengikutnya siang dan malam berjuang memerangi orang yang menurut mereka ikut terlibat dalam pembunuhan Husain ibn Ali. Di antara ajaran Mukhtar bin Ali Ubaid Al-Tsaqafi, bahwa Allah bersifat Al-Bada’ atau dengan kata lain bahwa Allah telah memulakan satu ketentuan baru setelah ketentuan awal gagal dilaksanakan. Oleh karena itu di sini ada kesan bahwa ilmu Allah didahului dengan sifat jahil dan berlaku perkara baharu dalam ilmu-Nya (Keyakinan ini juga terdapat dalam syiah Imamiah Itsna ‘Asyariah([1]) . Menurut para pengikutnya, Mukhtar mempunyai kursi kuno yang ditutup dengan kain sutera dan dihiasi dengan berbagai macam hiasan. Katanya, kursi itu adalah di antara peninggalan Ali dan kedudukannya sama dengan Tabut bagi Bani Israil. Apabila Bani Israil berperang, tabut itu diletakkan di depan barisan seraya dengan teriakan: serbu, kita akan memperoleh kemenangan, Kursi ini sama dengan tabut milik Bani Israil yang di dalamnya terdapat ketenangan dan kekekalan; para Malaikat berada di atas kamu yang akan membantu kamu. Cerita lain tentang keramatnya adalah seekor burung dara yang bertelor di udara, yang katanya barang dara itu adalah malaikat yang turun dalam rupa burung dan bertelor. Salah seorang pengikutnya yang setia, Al-Asyja, telah menulis sebuah buku tentang keramat Mukhtar. Mukhtar sengaja menyandarkan ajarannya kepada Muhammad ibn Hanafiyyah agar banyak orang yang tertarik. Karena Muhammad ibn Hanafiyyah adalah orang yang sangat dikagumi dan dicintai masyarakat disebabkan oleh ilmu pengetahuannya yang luas, ketinggian ma’rifahnya terhadap Allah, mempunyai pemikiran-pemikiran yang cemerlang, dan tahu tentang kelebihan ilmu pengetahuannya. Namun ia sendiri lebih senang menyendiri dan tidak senang disanjung dan dipuji. Menurut sebagian orang, Muhammad Hanafiyyah memiliki ilmu pengetahuan tentang imamah, karenanya dia tidak akan menyerahkan amanat itu terkecuali kepada orang yang berhak. Dia tidak diwafatkan melainkan di tempat yang layak([2]) .
Syiah Hashimiyyah
Adalah pengikut Abu Hasyim ibn Muhammad ibn Hanafiyyah. Menurut kelompok ini, kepimpinan berpindah dari Muhammad ibn Hanafiyyah kepada puteranya yang bernama Abu Hasyim. Menurut mereka, Abu Hasyim telah menerima pelimpahan ilmu rahasia; dia mengetahui bukan saja kepada zahir, tetapi juga yang batin. Dia mengetahui tafsir dan takwil ayat-ayat Alquran, sehingga maknanya dapat disesuaikan antara yang lahir dan batin. Mereka berpendapat, setiap yang lahir ada batinnya, setiap orang yang mempunyai roh, setiap ayat ada takwilnya, setiap apa yang ada di alam semesta ini ada hakikatnya pada alam lain. Hukum tersebar di seluruh penjuru, rahasia semuanya ada pada diri seseorang, yaitu ilmu yang dimiliki oleh imam Ali dan keturunannya, Muhammad Hanafiyyah. Dari dia ilmu itu dilimpahkan kepada putranya Abu Hasyim, dan barangsiapa yang memiliki ilmu itu maka dia adalah Imam yang benar.
Sepeninggal Abu Hasyim, para pengikutnya berbeda pendapat, Akibatnya muncul lima kelompok kecil:
– Kelompok Pertama: Mengatakan bahwa Abu Hasyim memang meninggal dalam perjalanan dari negeri Syam di sebuah desa yang bernama Al-Syarrah. Abu Hasyim telah memberikan wasiat tentang kepimpinan (Imamah) kepada putranya, Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas dan keturunannya, bahwa kekhalifahan berpindah kepada Bani Abbasiah. Menurut kelompok ini, kekhalifahan di tangan mereka karena mereka berasal dari satu keturunan. Rasulullah wafat (tidak meninggalkan anak laki-laki), maka yang menjadi ahli warisnya adalah pamannya Abbas.
– Kelompok Kedua: Mengatakan bahwa Imamah sesudah Abu Hasyim berpindah kepada keponakannya yang bernama Al Hasan ibn Ali ibn Muhammad Hanafiyyah.
– Kelompok Ketiga: Mengatakan bahwa kepimpinan (Imamah) tidak berpindah kepada keponakannya Al-Hasan, tetapi diwasiatkan kepada saudaranya yang bernama Ali bin Muhammad, kemudian Ali mewasiatkan lagi kepada putranya Al-Hasan. Menurut kelompok ini, Imamah hanya pada keturunan Bani Hanafiyyah tidak boleh orang lain.
– Kelompok Keempat: Mengatakan bahwa Abu Hasyim mewasiatkan imamah kepada “Abdullah bin Amr bin Al Kindi”. Imamah berpindah dari keturunan Abu Hasyim kepada keturunan Abdullah, karena roh Abu Hasyim berpindah kepadanya. Abdullah adalah seorang yang tidak dikenal wawasan ilmunya, dan pengamalan ajaran agamanya, karena sebagian orang menuduhnya telah berkhianat dan berdusta. Orang banyak berpaling darinya, dan mengatakan imamah berada di tangan Abdullah bin Mua’wiyah bin Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib.
Menurut Abdullah roh dapat berpindah dari satu tubuh ke tubuh yang lainnya (tanasukh), dosa dan pahala berada dalam tubuh orang yang berbuat, apakah tubuh tersebut dalam bentuk tubuh manusia atau binatang. Ia berkata: roh Tuhan berpindah-pindah sehingga sampai kepadanya dan masuk ke dalam tubuhnya (hulul). Ia mengaku dirinya mempunyai sifat ketuhanan dan kenabian dan mengetahui yang ghaib. Sehingga para pengikutnya menyembahnya. Mereka mengingkari adanya hari kiamat disebabkan oleh adanya teori bahwa roh berpindah-pindah dari satu tubuh ke tubuh yang lainnya di dunia, dan pahala serta dosa menjadi tanggung jawab tubuh-tubuh itu. Dan ia menakwilkan ayat:
Dari kelompok ini lahir lagi kelompok-kelompok kecil “Al-Khurramiyah dan Al Muzdakiyyah di Irak. Dan ketika Abdullah tewas di Khurasan, para pengikutnya berbeda pendapat, ada yang mengatakan bahwa ia masih hidup dan akan kembali (ghaib), ada pula yang mengatakan ia memang meninggal, namun rohnya berpindah kepada tubuh Ishak bin Zaid Al-Harits Al-Anshari. Kelompok ini dikenal dengan nama Al-Harithiyyah, yang menghalalkan semua yang diharamkan (Islam), dan dalam kehidupan ini tidak ada kewajiban (ibadah). Antara pengikut Abdullah bin Muawiyah dan pengikut Muhammad bin Ali terjadi perselisihan yang sangat tajam tentang Imamah. Meskipun kedua kelompok masing-masing mengaku telah menerima wasiat dari Abu Hasyim namun wasiat dimaksud ditolak oleh kelompok lainnya([3]) .
Syiah Bayaniyyah
Adalah pengikut Bayan bin Sam’an Al- Tamimi. Menurut mereka kepimpinan (Imamah) berpindah dari Abu Hasyim kepada Bayan bin Sam’an. Kelompok Al-Bayaniyyah termasuk kelompok Syiah yang ekstrim yang mengakui Ali adalah Tuhan. Menurut mereka Tuhan telah masuk ke dalam tubuh Ali dan bersatu dengan Ali, karenanya Ali mengatahui hal-hal yang ghaib karena diberitahukan dari sumber berita terpecaya, Ali memerangi orang-orang kafir dan dalam peperangan selalu memperoleh kemenangan. Karena itu Ali berhasil membuka pintu benteng khaibar. Menurut mereka Ali pernah berkata: “Demi Allah tidak kubuka pintu benteng Khaibar dengan kekuatan jasmani, bukan dengan kekuatan tubuh yang bersumber dari makanan, tetapi kubuka pintu benteng Khaibar dengan kekuatan Tuhan, dengan Nur Tuhan yang bersinar”. Kekuatan yang bersemayam dalam tubuhnya seperti cahaya lampu, menurut mereka pada suatu ketika Ali akan menampakkan dirinya , mereka menafsirkan firman Allah:
)هَلْ يَنْظُرُونَ إِلَّا أَنْ يَأْتِيَهُمُ اللَّهُ فِي ظُلَلٍ مِنَ الْغَمَامِ وَالْمَلَائِكَةُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ وَإِلَى اللَّهِ تُرْجَعُ الْأُمُورُ(
Artinya :”Tiada yang mereka nanti-natikan (pada hari kiamat) melainkan datangnya (siksa) Allah dalam naungan awan”. (Q.S. Al Baqarah 210)
Menurut mereka yang dinanti-nantikan adalah Ali yang akan turun dari awan, Guntur adalah suaranya, dan kilat adalah senyumnya. Kemudian Bayan mengaku bahwa dia sendiri adalah bagian dari roh Tuhan yang masuk ke dalam tubuhnya melaui tanasukh (Reinkarnasi). Oleh karena itu ia berhak menjadi imam dan khalifah karena adanya roh Tuhan dalam tubuh Adam, maka Allah memerintahkan agar para Malaikat bersujud kepada Adam. Menurutnya Tuhan yang disembahnya berbentuk manusia yang mempunyai anggota tubuh. Semua bagian tubuh Tuhan binasa terkecuali wajah (muka) Nya. Allah berfirman:
)كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إِلَّا وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ(
Artinya: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa kecuali Allah………”.(Q.S. Al Qashash 88)
Sekalipun pendapatnya sangat menyimpang, namun ia masih berani berkirim surat kepada Muhammad bin Ali bin Husain bin Baqir untuk mengajaknya agar bergabung dengan dirinya. Dalam surat itu tertulis: “Kalau kau terima maka kau akan selamat dan naik tangga, kau tidak mengetahui siapa yang diberi Allah kenabian”. Al-Baqir menyuruh utusannya itu menelan kertas surat yang dibawanya, ditelannya dan seketika itu juga ia meninggal. Dan utusannya itu adalah Umar bin Abu Afif. Banyak orang yang tertarik dengan ajarannya dan menjadi pengikutnya, sebab itu Khalid bin Abdullah Al-Qusri membunuhnya. Dan menurut sebagian riwayat mayatnya dibakar bersama mayat Al Ma’ruf bin Sa’id([4]) .
Syiah Rizamiyah
Adalah para pengikut Rizam bin Rizam. Menurut mereka imamah berpindah dari Ali kepada putranya Muhammad bin al-Hanafiah, kemudian kepada putra Muhammad yaitu Abu Hasyim. Kemudian dari Abu Hasyim berpindah lagi kepada Ali bin Abdullah bin Abbas melalui wasiat. Kemudian Imamah berpindah kepada Muhammad bin Ali dan diwasiatkan lagi kepada putranya yang bernama Ibrahim yang juga teman akrab Abu Muslim sekaligus menjadi propogandisnya yang mengatakan bahwa Ibrahim menjadi Imam. Kelompok ini pertama kali muncul di Khurasan di masa Abu Muslim, sehingga ada yang mengatakan Abu Muslim sendiri menjadi salah seorang pengikutnya. Karena mereka berpendapat kepimpinan (imamah) berpindah kepada Abu Muslim, Abu muslim dianggap sebagai imam dan roh ketuhanan telah masuk ke dalam tubuhya. Abu muslim menyokong gerakan yang menyokong kekuasaan Bani Umayyah sampai mati terbunuh. Para pengikut kelompok ini mengakui pemahaman tanasukh (Reinkarnasi).
Sekelompok orang mempercayai bahwa ada sifat-sifat ketuhanan pada diri Abu Muslim setelah mendengar berita tentang keramatnya yang tersebar di daerah Mubayidhah di bagian timur. Mereka ini merupakan bagian dari kelompok Al- Kharammiyah yang hampir-hampir meninggalkan ajaran Islam. Dan mereka mengatakan agama itu hanya mengenal imam bahwa. Namun sebagian lagi mengatakan agama itu hanya terdiri dari dua hal: 1. Mengenal iman 2. Melaksanakan amanah, maka siapa yang melaksanakan kedua hal di atas dengan baik berarti ia telah sampai ke tingkat kesempurnaan iman, bebas dari segala kewajiban agama. Ada lagi yang mengatakan imam itu berpindah dari Muhammad bin Ali bin Abdullah bin Abbas dari Abu Hasyim bin Muhammad bin Hanafiyyah melalui wasiat.
Abu Muslim termasuk Negarawan dan propogandis bani Abbsiah yang pada mulanya menganut mazhab Syiah Kisaniyyah. Dalam propogandanya ia mengaku telah memperoleh ilmu pengetahuan khusus yang dahulunya ilmu pengetahuan itu hanya dimiliki para imam Syiah. Dan kemudian ilmu pengetahuan tersebut menuntut tempat baru yang adalah dirinya sendiri. Karena itu ia menulis surat kepada Ja’far Shadiq bin Muhammad yang isinya sebagai berikut “Aku akan melahirkan kalimah dan aku mengajak orang agar mendukung Bani Umayah namun sekarang aku mengajak orang banyak agar mendukung Ahlul Bait jika anda setuju maka tidak ada tambahan bagi anda “Kau bukan orang-orang kami dan kau bukan pula orang sezaman kami”. Karena itulah Abu Hasyim berpaling mendukung gerakan Abu Abdullah bin Muhammad Al- Shaffah, dan setelah berhasil maka diserahkan kepadanya sebagian urusan negara([5]) .
Adapun hanya 3 puak-puak yang besar dapat dihadkan sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Ahmad bin Yahya al-Murtadha (w. 840 H) dalam kitabnya yang terkenal “al-Bahru al-Zahhar”. Beliau mengatakan bahwa ada tiga golongan besar Syiah, yaitu: Zaidiyah, Imamiyah dan Isma’ilyah (di kenal dengan Syiah Bathiniyah) [6].
1) Syiah Zaidiyah
Golongan ini adalah golongan awal Syiah (Senior), ianya berkembang di Negara Yaman dan hampir 40% daripada penduduk tersebut adalah pengikut Zaidiyah.
2) Syiah Imamiyah
Golongan ini merupakan golongan Syiah yang terbesar, wujud di Iran dan Iraq. Golongan ini yang paling aktif di dunia Islam, sehingga boleh didapati di beberapa buah negara seperti di Pakistan, Afghanistan, Lebanon dan Syiria, bahkan Indonesia sudah menjadi salah satu mazhab Islam.
3) Syiah Isma’iliyah([7])
Golongan ini merupakan syiah yang ekstrim, sehingga semua golongan Sunni (Asy’ariyah, Maturidiyah), Mu’tazilah dan Ibadhiyah mengkafirkan mereka, bahkan sesama Syiah sendiri, Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah ikut mengharamkan dan mengkafirkan golongan tersebut. Pengikutnya dianggarkan berjumlah sekitar 2 juta orang dan berpusat di India. juga pengikutnya boleh di dapati di sekitar Asia Tengah, Iran, Syria dan Timur Afrika.
Ketiga puak tersebut masih eksis sampai saat ini, iaitu syiah Zaidiyah, syiah Imamiyah dan syiah Isma’iliyah. Dan syiah Zaidiyah didirikan oleh imam Zaid, sedangkan syiah Imamiyah yang memiliki karakteristik yang berupa pengakuan mengenai kepimpinan dua belas imam yang didirikan oleh Musa bin Ja’far (al-Kadzim) sebagai imam yang ketujuh dari urutan kepimpinan. Di samping itu golongan ini juga diberikan julukan al-Ja’fariyah, karena berbagai pandangan fiqh mereka bersandarkan kepada pendapat imam Ja’far ash-Shadiq. Adapun syiah Isma’iliyah didirikan oleh Isma’il bin Ja’far, golongan ini sebenarnya adalah bentuk perpanjangan golongan ekstrimis syiah (Ghulat) dan dikenal dengan syiah Bathiniyah. Penamaan syiah Isma’iliyah terus melekat sampai berdirinya dinasti Fathimiah pada tahun 296 H. Maka pada masa tersebut nama isma’iliyah diganti dengan nama baru, yaitu “al-Fathimiah”. Kemudian, nama isma’iliyah kembali dipergunakan setelah dinasti Fathimiah mengalami kehancuran pada tahun 566 H. Dan pada masa peperangan salib, kelompok syiah Isma’iliyah ini terkenal dengan julukan “al-Hasysyasyin”.
Kedua-Belas-Imam yang diakui oleh Mazhab Syiah Dua-Belas-Imam adalah sebagai berikut:
Ali ibn Abi Thalib “al-Murtadha” (w. 40 H/661 M)Al-Hasan ibn ‘Ali “al-Zaky” (w. 49 H/669 M)Al-Husain ibn ‘Ali “Sayyid al-Syuhada’” (w. 61 H/680 M)Ali ibn Al-Husain, Zain Al-Abidin “Zainal ‘Abidin” (w. 95 H/714 M)Abu Ja’far Muhammad Ali “Al-Baqir” (w. 115 H/733 M)Abu Abdillah Ja’far bin Muhammad “Al-Shadiq” (w. 148 H/765 M)Abu Ibrahim Musa bin Ja’far “Al-Kazhim” (w. 183 H/799 M)Abu Hasan Ali bin Musa “Al-Ridha” (w. 203 H/818 M)Abu Ja’far Muhammad bin Ali “al-Jawad” Al-Taqi (w. 220 H/835 M)Abu Hasan Ali bin Muhammad “al-Hadi”(w. 254H/868 M)Abu Muhammad Al-Hasan bin Ali “Al-Askari” (w. 260 H/874 M)Abu al-Qasim Muhammad bin Hasan “Al-Mahdi”, Al-Qa’im Al-Hujjah (memasuki kegaiban besar pada 329 H/940 M).
Dengan demikian dari ketiga puak syiah di atas yang paling terkenal, terbesar dan memiliki bilangan banyak ialah golongan Syiah Imam Dua Belas atau Imamiyyah/Ja’fariyyah (اثنا عشرية) yang merangkumi 90% penduduk di Iran dan sebagian besar penduduk Iraq dan Libanon.
[1] Lihat : Kamaluddin Nurdin, Agenda Politik Syiah, 48-51, Pts, Malaysia 2013.
[2] Al-Shahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal, 171-73.
[3] Al-Shahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal, 174-75.
[4] Al-Shahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal, 176-77.
[5] Al-Shahrastani, Al-Milal wa Al-Nihal, 178-179.
[6] Ahmad Bin Yahya al-Murtadha, al-Bahr al-Zahhar, 1/32, Darul Kutub Ilmiah, Beirut-Lebanon, 2001.
[7] Dalam sejarah, Syiah Ismailiyah atau yang dikenal dengan Fatimiyyah, tercatat sebagai pendiri al-Azhar, dikenal sebagai institusi pengajian tinggi terbesar di dunia yang berawal dari sebuah masjid yang bernama Al-Azhar yang dibangun oleh Jauhar As-Shaqaly (Panglima Besar Dinasti Fathimiyah) pada tanggal 24 Jumadil Ula tahun 359 H (April, 970 M) sebagai tempat ibadah, enam tahun kemudian tepatnya pada 365 H / 976 M. mulai dibuka kegiatan belajar-mengajar dan majlis ilmu pengetahuan bermadzhab Syiah Ismailiyah, sehingga 12 tahun kemudian 378H / 988 M Al-Azhar telah menjadi sebuah universitas besar dan terkenal. Mulai tahun 567 H / 1178 M. Setelah berdirinya Daulah Al-Ayyubiyah yang berorientasi Ahli Sunah wa Al-Jamaah, maka lenyaplah Dinasti Fatimiyah, bersamaan dengan itu hilang pula peranan Syiah di dalam universitas Al-Azhar tersebut, hingga hari ini.
Ref: dakwatuna.com
Writer by Tentang Prof. Dr. Kamaluddin Nurdin Marjuni
BA (AL-AZHAR). M.PHIL & PH.D (CAIRO). Senior Lecturer Department of Islamic Theology & Religion. Associate Professor of Islamic Philosophy Universiti Sains Islam Malaysia (USIM).[Profil Selengkapnya]
Choose EmoticonEmoticon