PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan
tidak pernah putus dari kepentingan manusia sebagai bekal dan alat untuk
mempermudah melanjutkan kehidupannya sebagai khalifah di muka bumi ini. Ilmu
yang fungsinya dapat memberikan kedamaian dan kebahagiaan bagi umat manusia
harus memiliki tuntunan agar tujuan diciptakan ilmu itu jelas untuk
kemaslahatan manusia. Ilmu yang tidak memiliki tuntunan dan diciptakan untuk
maksud yang tidak baik maka ilmu itu dapat memberikan kesengsaraan, bukannya
kebahagiaan. Maka dari itu ilmu itu perlu mendapatkan tuntunan sehingga dapat
dikendalikan sesuai fungsinya.
Dewasa ini,
perkembangan ilmu itu dikendalikan oleh kemauan bebas manusia sendiri, selama
itu pula mereka diliputi oleh rasa takut, resah dan cemas dalam mengarungi
hari-hari mereka dan dalam menatap masa depan. Dalam hal ini tasawuf
berorientasi untuk membersihkan jiwa manusia dari keserakahan hawa nafsu
merupakan alternative yang dapat dijadikan solusi krisis dunia modern. Yang
mana walaupun manusia sangat berhasil dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
namun kemanfaatannya itu hanya bisa dirasakan secara lahiriah dan belum
menyentuh secara batiniyah. Maka di sinilah letak eksistensi tasawuf terhadap
ilmu pengetahuan dalam rangka mengisi kekosongan secara batiniyah.
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Ilmu Pengetahuan
Ilmu
pengetahuan mulai dibutuhkan manusia sejak manusia itu menerima tugasnya
sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Hal ini terbukti dalam ayat Al-Qur’an,
ketika Allah menciptakan Nabi Adam As kemudian Allah ajarkan seluruh nama-nama
kepada Nabi Adam As. Menurut Quraish Shihab, kata ilmu dalam berbagai bentuk
terdapat 854 kali dalam Al-Qur’an. Kata ini digunakan dalam proses pencapaian
tujuan. Ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan. Jadi, ilmu pengetahuan adalah
pengetahuan yang jelas tentang sesuatu.[1]
Pengetahuan yang jelas di sisni maksudnya adalah pengetahuan yang telah disusun
secara sistematis berdasar logika, menggunakan metode tertentu dan dapat
dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
Berdasarkan
sejarah ilmu pengetahuan pada masyarakat Barat, zaman Yunani kuno memiliki
pengaruh besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan yang dapat dilihat dari
hasil-hasil penemuan yang sangat spektakuler sehingga menyebabkan kemajuan
pesat ilmu pengetahuan Barat seperti yang kita lihat sekarang ini. Pengaruh
besar yang diwariskan dari zaman Yunani kuno adalah cara berfikir filsafat, di
mana filsafat merupakan induk dari suatu ilmu (mother of knowledge) yang
melahirkan suatu disiplin ilmu.
Setiap
jenis pengetahuan mempunyai pengetahuan yang spesifik mengenai apa (ontology),
bagaimana (epistemology), dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan
tersebut disusun. Ketiga landasan ini saling berkaitan antara yang satu dengan
yang lainnya.[2]
artinya ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang memiliki kejelasan, disusun secara
sistematis dan bertujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan yang dihadai
manusia atau untuk menawarkan berbagai kemudahan dalam hidup manusia.
Kenyataan
hidup adalah sumber ilmu pengetahuan yang harus dipelajari dan di renungi agar
kehidupan manusia tidak tersesat. Sumber ilmu pengetahuan dalam Islam adalah
seluruh firman Allah yang bersifat qauliyah, yakni mukjizat Al-Qur’an
dan As-Sunnah yang sahih, juga firman Allah yang bersifat kauniyah,
yaitu semua ciptaan-Nya yang diyakini sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya.
Sehingga tidak salah jika Allah menurunkan Wahyu Al-Qur’an yang pertama kepada
Rasulullah SAW adalah surat Al-‘Alaq ayat 1-5:
รน&tรธ%$# รOรณ$$ร/ y7รn/u ร%©!$# t,n=y{ รรร t,n=y{ z`»|¡SM}$# รด`รB @,n=tรฃ รรร รน&tรธ%$# y7/uur รฃPtรธ.F{$# รรร ร%©!$# zO¯=tรฆ รOn=s)รธ9$$ร/ รรร zO¯=tรฆ z`»|¡SM}$# $tB รณOs9 ÷Ls>÷รจt รรร
Artinya:
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam,[3]
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ayat-ayat
yang diturunkan sebagai wahyu pertama di atas member lima kunci dasar ilmu pengetahuan,
yaitu sebagai berikut:[4]
1.
Ilmu
pengetahuan bersumber dari Allah SWT.
2.
Ilmu
pengetahuan harus digali dari diri manusia.
3.
Ilmu
pengetahuan berlimpah ruah dari kalam-kalam Allah.
4.
Ilmu
pengetahuan sebagai alat mencerdaskan manusia.
5.
Ilmu
pengetahuan sebagai jati diri manusia yang memahami Rahman dan Rahim Allah SWT.
Dengan lima aspek dasar tersebut, dasar ilmu pengetahuan dan
pengembangannya berpijak pada empat hubungan manusia, yaitu:
1.
Hubungan
manusia dengan Allah, antara makhluk kepada Khaliknya.
2.
Hubungan
manusia dengan sesame manusia,
3.
Hubungan
manusia dengan alam jagat raya,
4.
Hubungan
manusia dengan keyakinan dan takdirnya.
B.
Instrument Epistemic Untuk Memperoleh Pengetahuan
Dalam
filsafat ilmu, cara mendapatkan ilmu dinamakan epistimologi, dan landasan epistimologi
ilmu disebut metode ilmiah. Metode ilmiah adalah cara yang dilakukan ilmu dalam
menyusun suatu kerangka pengetahuan secara sistematis dan dapat di uji
kebenarannya. Pengetahuan diperoleh melalui dua cara, yakni:[5]
1.
Melalui
usaha manusia
Pengetahuan
yang diperoleh melalui usaha manusia ada 4 jenisnya yaitu:
a.
Pengetahuan
empiris yang diperoleh melalui indera
b.
Pengetahuan
filsafat yang di peroleh melalui indera dan akal
c.
Pengetahuan
filsafat yang diperoleh melalui akal
d.
Pengetahuan
intuisi yang diperoleh melalui hati nurani.
2.
Melalui
pemberian dari Allah
Pengetahuan
yang diperoleh melalui pemberian dari Allah ada 3 jenisnya yaitu:
a.
Wahyu
yang disampaikan kepada para Rasul
b.
Ilham
yang diterima oleh akal mnusia
c.
Hidayah
yang ditrima oleh hati nurani manusia.
Berbicara mengenai bagaimana cara meperoleh ilmu pengetahuan tidak
terlepas dari pada penggunaan alat untuk mencari pengetahuan itu sendiri. Pada
umumnya para sufi berbicara tentang tiga alat (sumber) ilmu pengetahuan, yaitu
indera, akal dan hati (intuisi).
1.
Menurut
para sufi, indera terbagi atas indera lahir dan indera batin. Di antara indera
batin yang paling utama adalah “mutakhayyilah” atau apa yang disebut
oleh Ibn ‘Arabi sebagai “creative imagination” yaitu mata hati, di mana
para sufi dapat melihat entitas-entitas spiritual sebagaimana indera lahir kita
menangkap objek-objek indrawi.
2.
Akal
dipandang sebagai “mudabbir”(pengelola) yang dapat mengendalikan
nafsu-nafsu, sehingga nafsu tersebut bisa membantu pertumbuhan spiritualitas
seseorang. Dalam bukunya Kimia Kebahagiaan, al-Ghazali menganalogikan
akal dengan wazir yang perintah-perintahnya harus diikuti oleh nafsu, yaitu
nafsu syahwat yang dianalogikan sebagai “pengumpul pajak” dan Nafsu ghadabiyah
yang dianalogikan dengan “polisi”. Hanya dengan menikuti instruksi sang
wazir maka mekanisme Negara akan berjalan lancer dan memperoleh kemajuan.
3.
Al-Ghazali
mengumpamakan hati sebagai “Raja” yang mempekerjakan akal sebagai wazirnya,
seperti yang telah di singgung dengan nafsu syahwat dan ghadabiyah sebagai
pengumpul pajak dan polisi. Jadi hati ini yang menentukan kebijakan dan tujuan
hidup manusia, sedangkan akal dan nafsu sebagai pelaksana dan bawahan yang
diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan mencapai tujuan hidupnya.[6]
Dari penjelasan
di atas mengenai bagaimana dan menggunakan apa ilmu pengetahuan itu diperoleh
dan harus diusahakan oleh manusiatelah Allah jelaskan dalam firmannya:
ยช!$#ur Nรค3y_t÷zr& .`รiB รbqรครรง/ รถNรค3รF»yg¨Bรฉ& w cqรJn=÷รจs? $\«รธx© @yรจy_ur รฃNรค3s9 yรฌรดJ¡¡9$# t»|รรถ/F{$#ur noyร«รธรนF{$#ur รถNรค3ยช=yรจs9 crรฃรค3รด±s? รรรร
Artinya:
“ Dan Allah
mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun,
dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” Qs. An-Nahl :
78)
Berdasar ayat di atas dapat dipahami bahwasanya manusia terlahir
dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, kemudian Allah memfasilitasi atau
memberi alat berupa pendengaran, penglihatan dan hati untuk digunakan dalam
mencari ilmu pengetahuan agar manusia itu mendapatkan ilmu pengetahuan sehingga
timbul rasa bersyukur di dalam diri manusia ini tadi dari manusia yang tidak
mengetahui apa-apa menjadi manusia yang berpengetahuan.
Menurut Quraish Shihab,
firasat, intuisi, dan semacamnya dapat diraih dengan penyucian hati (tazkiyatun
nafs), karena hidayah Allah tidak akan sampai kepada manusia jika kesucian
hatinya belum tercapai.[7]
Penyucian jiwa ini merupakan orientasi daripada tasawuf itu sendiri yang
memberihkan jiwa manusia dari keserakahan hawa nafsu merupakan alternative yang
dapat dijadikan sebagai krisis dunia modern.
C.
Cara Memperoleh Pengetahuan
Ilmu
yang dipelajari sebagaimana adanya dan terbatas pada lingkup pengalaman,
dikumpulkan dengan tujuan untuk menjawab permasalahan kehidupan yang dihadapi
manusia sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan. Pada
dasarnya terdapat dua cara yang pokok bagi manusia untuk mendapatkan pengetahuan yang benar,
yaitu:
1.
Mendasarkan
diri pada rasio
2.
Mendasarkan
diri pada pengalaman.[8]
Kaum
rasionalis mengembangkan paham yang kita kenal
dengan rasionalisme dan mereka yang mendasarkan diri pada pengalaman
mengembangkan paham yang disebut empirisme.
Kaum
rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam menyusun pengetahuannya. Premis
yang dipakai penalarannyandidapatkan dari ide yang menurut anggapannya jelas
dan dapat diterima. Ide ini menurut mereka bukanlah ciptaan manusia. Prinsip
itu sendiri sudah ada jauh sebelum manusia itu berusaha memikirkannya. Paham
ini dikenal dengan paham idealisme. Fungsi pikiran manusia hanya mengenal
prinsip tersebut yang kemudian menjadi pengetahuannya. Ide bagi kaum rasionalis bersifat apriori dan
pra pengalaman yang didapatkan manusia lewat penalaran rasional.
Berbeda
dengan kaum rasionalis, kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia
bukan didapat lewat penalaran rasional yang abstrak melainkan lewat pengalaman
yang konkrit. Gejala-gejala alamiah menurut anggapan kaum empiris bersifat
konkrit dan dapat dinyatakan lewat tangkapan pancaindra manusia.
Di
samping rasionalisme dan empirisme, masir terdapat banyak cara untuk
mendapatkan pengetahuan yang lain. Yang penting untuk diketahuai adalah intuisi
dan wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa
melalui proses penalaran tertentu. Kegiatan intuitif sangat bersifat personal
dan tidak bisa diramalkan. Pengetahuan intuitif dapat dipergunakan sebagai
hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan benar tidaknya pernyataan
yang dikemukan. Kegiatan intuitif dan analitik bisa saling membantu dalam
manemukan kebenaran. Bagi Maslow, intuisi merupakan pengalamn puncak (peak
eksprience), sedangkan bagi Nietschze ia merupakan intelegensi yang paling
tinggi. Dan wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh tuhan kepada para
Rasul. Agama merupakan pengetahuan bukan saja yang mengenai kehidupan sekarang
yang tejangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat
transedentalseperti latarbelakang penciptaan manisia dan hari kemudian di
akhirat nanti. Pengetahuan ini didasarkan pada kepercayaan akan hal-hal yang
gaib (supranatural). Kepercayaan kepada Tuhan yang merupakan sumber
pengetahuan, kepercayan kepada nabi sebagai perantara, dan kepercayaan terhadap
wahyu sebagai sesuatu yang disampaikan merupakan dasar dari penyusunan
pengetahuan.
Sebagaimana
dengan rasionalis, demikian Nasr, yang secara eksak dipahami Barat ini
menimbulkan persoalan, seseorang harus membedakan antara penggunaan akal dan logika
secara biasa dengan rasionalisme yang menjadikan akal sebagai alat satu-satunya
untuk memperoleh pegetahuan dan satu-satunya criteria untuk menilai kebenaran.
Seseorang sering berbicara tentang rasionalisme Aristoteles, walaupun di dalam
filsafat Aristoteles terdapat intuisi metafisis, yang tidak dapat dipersempit
menjadi sesuatu yang dihasilkan oleh akal manusia; tapi rasionalisme dalam arti
kata yang benar dimulai dalam filsafat Eropa modern, walaupun hal semacan itu
terdapat juga pada akhir masa filsafat kuno.[9]
D.
Ilmu Pengetahuan dalam Pandangan Para Sufi
Berdasarkan
cara-cara untuk memperoleh pengetahuan, pada dasarnya pengetahuan dapat
diperoleh dari penggunaan akal yang digunakan untuk berfikir. Di dalam usaha
untuk memahami peranan pikiran di dalam islam, perlu di bedakan antara
rasionalisme dengan logika. Sebab logika sendiri merupakan suatu aspek dari
yang benar, dan yang benar (al-haqq) adalah sebuah nama Allah.
Kepandaian merupakan karunia Tuhan yang membimbing manusia kearah peneguhan
ajaran tentang tauhid dan ajaran tentang kenyataan asasi wahyu keislaman. Penggunaan
logika dalam sudut pandang islam serupa dengan penggunaan tangga yang membawa
manusia dari dunia naik menuji Ilahi.
Ibnu
khaldun mengatakan, setiap orang hanya memikirkan dunia ini terbatas pada kadar
luas pandangannya saja, padahal sebenarnya jauh lebih luas dari pada itu.
Persoalan yang sebenarnya adalah bahwa akal mempunyai keterbatasan. Oleh karena
itu tidak bisa diharapkan bahwa akal manusia
akan dapat memahami Allah dan semua sifat-sifat-Nya, karena otak
hanyalah satu dari banyak aturan yang diciptakan Allah. Begitu juga, bahwa
peristiwa-peristiwa kehidupan yang dialami oleh para ahli tasawuf adalah erat
hubungannya dengan kehidupan kerohanian yang tidak bisa dibandingkan dengan
pengalaman yang didapat dalam kehidupan nyata. Imam Al-Ghazali mengatakan
tasawuf sebagai pengalaman yang tidak bisa diceritakan dengan kata-kata, siapa
yang mengalaminya dialah yang mengetahuinya.
Karena
itu, meskipun ilmu pengetahuan telah begitu maju di mana akal pikiran manusia
berperan dalam menafsirkan kehidupan inderawi atau alam nyata ini, sudah jelas
tidak mampu (terbatas) memahami dan menafsirkan apa yang terjadi dalam
kehidupan kerohanian tasawuf. Dalam hal ini banyak para ilmuwan mwnganggap
bahwa pengalaman ahli tasawuf adalah hal yang mustahil dan tidak mungkin
terjadi.[10]
Menurut pandangan saya, sesungguhya hal
itu merupakan bentuk dai ketidakyakinan mereka pada entitas-entitas nonfisik.
Bagi mereka yang ada hanyalah yang bersifat fisik semata, sehingga segala
sesuatu yang bersifat nonfisik dianggap tidak real atau hanya sebatas ilusu dan
halusinasi.
Tetapi
pendapat seperti itu dibantah oleh bapak pragmatism dan psikologi Amerika,
William James. James percaya bahwa pwngalaman mistik itu mempunyai dasar
objektifitasnya, sebagaimana pengalaman indrawi. Dalam bukunya The Variety
of Religious Experience, James menunjukkan bahwa pengalaman mistik adalah
pengalaman yang bersifat universal, karena dialami oleh berbagai orang suci (saint
/ wali) pada zaman dan tempat yang berbeda-beda, tanpa dibatasi oleh suatu
tradisi atau agama tertentu.[11]
H.
Machmud Kahiry HM menyimpulkan, rasio bagi manusia seumpama sinar matahari yang
mampu memancarkan cahayanya dalam watu dan ruang yang terbatas. Ia tidak mampu
menerangi seluruh bumi dalam waktu yang sama, atau kedalaman lautanyang gelap
karena tidak terjngkau olehnya. Fitrah insane yang dilengkapi dengan akal, basirah,
sanggup membiaskan cahayanyake segala penjuru alam, ke dalam alam yang terlihat
dan tak terlihat, material dan inmaterial.
Ali
Abdul Azim mengatakan, para sufi sepakat bahwa pengetahuan yang benar di sini
akan sempurna dengan jalan penglihatan mata hati (basirah) tang mendapat
ilham dari Tuhan, bukan dengan jalan rasio dan panca indera. Imam Al- Ghazali
di dalam kitabnya Al-Munqiz menjelaskan bagaimana panca indera dan akal
dapat menyesatkan para pencari pengetahuan yang benar (al-ma’rifah); dan
bahwa jalan satu-satunya untuk ma’rifah adalah dengan penglihatan mata
hati yang mendapat sinar dari nur Allah.
Ilmu
pengetahuan yang pada dasarnya bertujuan untuk memberikan kedamaian dan
kebahagiaan bagi umat manusia dalam menjalani hidupnya diperlukan tuntunan agar
terkendali sebagaimana mestinya. Sebagaimana selama ini perkembangan ilmu
pengetahuan dikendalikan oleh kemauan bebas manusia itu sendiri, selama itu
pula mereka diliputi oleh rasa takut, resah dan cemasdalam mengarungi hari-hari
mereka dan dalam menatap masa depan. Tasawuf yang dalam hal ini berorientasi
untuk membersihkan jiwa manusia dari keserakahan hawa nafsu merupakan
alternative yang ditawarkan sebagai solusi krisis dunia modern.[12]
Jadi, secara lahiriah dapat dipandang bahwa ilmu telah mampu memberikan sesuatu
kepada umat manusia, namun secara batiniah ia belum mampu menyentuhnya; dan
disinilah letak ajaran tasawuf untuk mengisi kekurangan itu.
Iman
yang menjadi dasar setiap perbuatan sangat menentukan seseorang dalam
memperoleh pengetahuan yang hakiki. Menurut kaum sufim ada beberapa tingkatan
iman, tinagkatan yang paling rendah ialah percaya dengan hati, diikrarkan
dengan lidah. Sedang tingkatan yang paling tinggi ialah sikap yang ditimbulkan
keyakinan hati dan pekerjaan-pekerjaan yang diakibatkan oleh keyakinan itu,
yang menguasai hati dan segenap panca indra dan mengatur itu semua sehingga
setiap perbuatan selalu dijiwai dan dimotivasi oleh keyakinan tersebut.
Tingkatan ini merupakan pengetahuan yang hakiki yang diberkan Tuhan kepada
seseorang yang dikehendaki-Nya. Keadaan yang seperti ini adalah keadaan di mana
seorang hamba dapat merasakan kehaadiran di hadirat Tuhan dengan tersingkapnya
tabir (hijab).
Menurut kaum
sufi, sebab tersingkapnya tabir (hijab) itu ialah apabila orang itu
dapat meninggalkan hal-hal yang bersifat lahiriah dan memusatkan dirinya
terhadap hal-hal yang bersifat batiniah. Dengan melalui latihan tertentu, maka
bertambah kuatlah kepekaan rohaninya dan menipis kepekaan indrawinya. Hal ini
baru dicapai dalam rentang waktu yang relative panjang, melalui proses tahap
demi tahap (maqamat) dan keadaan demi kead
PENUTUP
Simpulan
Ilmu
pengetahuan mulai dibutuhkan manusia sejak manusia itu menerima tugasnya
sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Ilmu dari segi bahasa berarti
kejelasan. Jadi, ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang jelas tentang
sesuatu. Sumber ilmu pengetahuan dalam Islam adalah seluruh firman Allah yang
bersifat qauliyah, yakni mukjizat Al-Qur’an dan As-Sunnah yang sahih,
juga firman Allah yang bersifat kauniyah, yaitu semua ciptaan-Nya yang
diyakini sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya.
Pada umumnya para sufi
berbicara tentang tiga alat (sumber) ilmu pengetahuan, yaitu indera, akal dan
hati (intuisi). Menurut para sufi, indera terbagi atas indera lahir dan indera
batin. Kemudian Akal dipandang sebagai “mudabbir”(pengelola) yang dapat
mengendalikan nafsu-nafsu, sehingga nafsu tersebut bisa membantu pertumbuhan
spiritualitas seseorang. Dan Al-Ghazali mengumpamakan hati sebagai raja yang
memiliki kedudukan tertinggi yang dapat mengontrol akal dan nafsu. Penyucian
jiwa ini merupakan orientasi daripada tasawuf itu sendiri yang memberihkan jiwa
manusia dari keserakahan hawa nafsu merupakan alternative yang dapat dijadikan
sebagai krisis dunia modern.
Bagi Maslow, intuisi merupakan
pengalamn puncak (peak eksprience), sedangkan bagi Nietschze ia
merupakan intelegensi yang paling tinggi. Dan wahyu merupakan pengetahuan yang
disampaikan oleh tuhan kepada para Rasul. Agama merupakan pengetahuan bukan
saja yang mengenai kehidupan sekarang yang tejangkau pengalaman, namun juga
mencakup masalah-masalah yang bersifat transedentalseperti latarbelakang
penciptaan manisia dan hari kemudian di akhirat nanti.
Ali
Abdul Azim mengatakan, para sufi sepakat bahwa pengetahuan yang benar di sini
akan sempurna dengan jalan penglihatan mata hati (basirah) tang mendapat
ilham dari Tuhan, bukan dengan jalan rasio dan panca indera. Imam Al- Ghazali
di dalam kitabnya Al-Munqiz menjelaskan bagaimana panca indera dan akal
dapat menyesatkan para pencari pengetahuan yang benar (al-ma’rifah); dan
bahwa jalan satu-satunya untuk ma’rifah adalah dengan penglihatan mata
hati yang mendapat sinar dari nur All
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Asmaran As. 2002. Pengantar Studi Tasawuf. Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada.
Hasan Basri dan Beni Ahmad
saebani. 2010. Ilmu Pendidikan Islam (jilid II),. Bandung, Pustaka Setia.
Mulyadhi Kartanegara. 2006 Menyelami
Lubuk Tasawuf. Jakarta, Erlangga.
Ramayulis dan Samsul Nizar. 2009. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta, Kalam Mulia.
[1] Ramayulis dan
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009),
h. 75
[2] Asmaran As, Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 26
[3] Maksudnya: Allah mengajar manusia dengan
perantaraan tulis baca.
[4] Hasan Basri
dan Beni Ahmad saebani, Ilmu Pendidikan Islam (jilid II), (Bandung:
Pustaka Setia, 2010), h. 18
[5] Ramayulis dan
Samsul Nizar, op. cit., h. 78
[6] Mulyadhi
Kartanegara, Menyelami Lubuk Tasawuf, ( Jakarta: Erlangga, 2006), h.
84-86
[7] Ramayulis dan
Samsul Nizar, op. cit., h.79
[8] Asmaran As, op. cit., h. 26
[11] Mulyadhi
Kartanegara, op.cit., h.128
[12] Asmaran As, op. cit., h. 25
6 komentar
Good way แงf telling, and pleasant piece of writing to take information regardัng my preัentation focus,
which i am going to convey in academy.
our website : You Knew How To Password Protะตct ฯolder But You Forgot.
Here Is A Reminder
Great post. I was checking constantly this blog and I am impressed!
Extremely helpful info specially the last part :) I care
for such info a lot. I was looking for this certain info for a long time.
Thank you and best of luck.
Hello to every one, since I am really keen of reading this weblog's post to be updated on a regular basis.
It contains pleasant material.
Saved as a favorite, I really like your web site!
Saved as a favorite, I love your site!
What's up, of course this paragraph is in fact good and I have learned
lot of things from it regarding blogging. thanks.
Choose EmoticonEmoticon