Pembelajaran berasal dari kata belajar
yang merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Kegiatan
pembelajaran syarat dengan muatan psikologis. Misalnya memahami perasaan,
keinginan, jalan pikiran, dan emosi siswa, yang kesemuanya tercakup dalam ranah
psikologi. Tanpa keahlian tersebut, pendidik tidak akan mampu memaksimalkan
potensi siswa.
A. Psikologi Pembelajaran
Kata psikologi berasal dari Bahasa Inggris psychology. Kata
ini diadopsi dari Bahasa Yunani yang berakar dari dua kata yaitu psyche yang
berarti jiwa atau roh, dan logos berarti ilmu. Jadi secara mudah psikologi
berarti ilmu jiwa. Beberapa ahli memberikan pendapat mengenai arti psikologi.
RS. Woodworth berkata psychology can be defined as the science of the
activities of the individual (Woodworth, 1955:3). Ngalim Purwanto (1996:12)
menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
Tingkah laku disini meliputi segala kegiatan yang tampak
maupun yang tidak tampak, yang dilakukan secara sadar atau tidak sadar. Sedang
Sarwono (1976) mendefinisikan psikologi dalam tiga definisi. Pertama, psikologi
adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan. Kedua, psikologi
adalah ilmu yang mempelajari hakikat manusia. Ketiga, psikologi adalah ilmu
yang mempelajari respon yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap
lingkungannya.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Ngalim Purwanto (1996:14) menyatakan
bahwa belajar memiliki empat unsur:
a. Perubahan dalam tingkah laku
b. Melalui latihan
c. Perubahan relative mantap
d. Perubahan meliputi fisik dan psikis
Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses
menuju perubahan yang bersifat mantap melalui proses latihan dalam interaksi
dengan lingkungan dan meliputi perubahan fisik dan mental.
B. Aspek-aspek Psikologis dalam
Pembelajaran
Sebagaimana
dinyatakan di muka bahwa proses pembelajaran syarat dengan aspek-aspek
psikologis yang harus diperhatikan oleh seorang pendidikan atau pengajar, demi
menunjang keberhasilan proses pembelajaran tersebut. Aspek-aspek psikologis
tersebut akan dijelaskan di bawah ini:
1. Tingkat kecerdasan/inteligensi siswa
Inteligensi ialah kemampuan untuk menemukan, yang bergantung
pada pengertian yang luas dan ditandai oleh adanya suatu tujuan tertentu dan
adanya pertimbangan-pertimbangan yang bersifat korektif. Jelasnya, inteligensi
itu meliputi pengertian penemuan sesuatu yang baru, adanya keyakinan atau
ketetapan hati dan adanya pengertian terhadap dirinya sendiri (Juhaya S. Praja
& Usman Effendi, 1984:89).
Sudah menjadi sebuah keyakinan bersama dan dibuktikan secara
empiris bahwa tingkat kecerdasan atau inteligensi seseorang (siswa) sangat
menentukan tingkat keberhasilan belajar. Ini bermakna, semakin tinggi tingkat
kecerdasan seorang siswa maka semakin besar peluangnya meraih sukses dalam
belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kecerdasannya maka semakin kecil
peluangnya untuk memperoleh sukses.
2. Sikap Siswa
Sikap merupakan gejala internal yang berdimensi afektif
berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan
cara yang relatif terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara
positif maupun negatif (Muhibbin Syah, 1997:135). Sebagai reaksi maka sikap
selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang
(dislike), menurut dan melaksanakannya atau menjauhi/menghindari sesuatu (M.
Ngalim Purwanto, 1997:141). Yang sangat memegang peranan penting dalam sikap
ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respons, atau
kecenderungan untuk bereaksi.
Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa respon positif yang
diberikan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan merupakan pertanda
baik dalam mengikuti proses belajarnya. Sebaliknya, respon negatif yang berikan
terhadap mata pelajaran atau guru bahkan diberangi dengan kebencian akan dapat
menimbulkan kesulitan belajar siswa. Jika kesulitan belajar telah dialami siswa
maka tingkat keberhasilan belajar tidak akan tercapai.
3. Bakat Siswa
Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan tugas
tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan (Muhibbin
Syah, 1997:135). Seorang yang siswa yang memiliki bakat dalam bidang tata
bahasa Arab, misalnya, akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan
dan keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut dibanding dengan siswa
lainnya.
Berhubungan dengan hal di atas, bakat akan mempengaruhi
tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar bidang studi tertentu. Oleh
karenanya, sangat tidak bijaksana apabila orang tua memaksa untuk menyekolahkan
anaknya pada jurusan keahlian tertentu yang tidak sesuai dengan bakat yang
dimiliki anak.
4. Minat Siswa
Menurut Slameto (1987:180), minat adalah suatu rasa lebih
suka dan rasa keterikaitan pada suatu hal atau aktivitas ada yang menyuruh. Ws.
Winkel (1983:78) mengartikan minat sebagai kecenderung yang agak menetap untuk
merasa tertarik pada bidang-idang studi tertentu.
Sementara itu WS. Winkel (1983:61) mengartikan minat sebagai
kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tetarik pada pada bidang-bidang
studi tertentu. Belajar akan menjadi suatu siksaan dan tidak memberi manfaat
jika tidak disertai sifat terbuka bagi bahan-bahan pelajaran. Guru yang
berhasil membina siswanya berarti ia telah melakukan hal-hal yang paling
penting yang dapat dilakukan demi kepentingan belajar siswa-siswanya. Sebab
minat bukanlah sesuatu yang ada begitu saja, melainkan sesuatu yang dapat
dipelajari.
5. Motivasi Siswa
Motif
merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu (M. Ngalim
Purwanto, 2007:103). Pendapat lain mengatakan bahwa motif ialah keadaan
internal organisem –baik manusia ataupun hewan– yang mendorongnya untuk berbuat
sesuatu (Muhibbin Syah, 1997:136).
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu intrinsik
dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari
dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar.
Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar
individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar
(Muhibbin Syah, 1997:136-137). Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang
bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang
bersemangatnya siswa dalam melakukan proses pembelajaran materi-materi
pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.
KONSEP BELAJAR BEHAVIORISTIK
Teori belajar behavior
adalah Hasil belajar tidak disebabkan oleh kemampuan internal manusia tetapi
karena faktor stimulus yang menimbulkan respon. Agar hasil belajar optimal,
maka stimulus harus dirancang sedemikian rupa sehinga mudah direspon siswa.
Siswa akan memperoleh hasil belajar apabila dapat mencari hubungan antara
stimulus dan respon tersebut. Macam-macam teori belajar menurut aliran ini
adalah:
1. Teori belajar Classical
Conditioning
Teori ini dikembangkan oleh Ivan Pavlov. Dia
mempelajari bagaimana anjing percobaannya menjadi terkondisi untuk berliur
walau tanpa makanan. Dari eksperimen tersebut Pavlov menarik kesimpulan bahwa
dalam diri anjing akan terjadi pengkondisian selektif berdasar atas penguatan
selektif. Anjing dapat membedakan stimulus yang disertai dengan penguatan dan
stimulus yang tidak disertai dengan penguatan.
2. Teori Operant Conditioning
Teori ini dikembangkan oleh Burr Federic Skinner.
Dia memandang bahwa manusia sebagai mesin yang bertindak secara teratur dan
dapat diramalkan responnya terhadap stimulus yang datang dari luar. Skinne
mengadakan eksperimen dengan menggunakan kotak yang didalamnya terdapat
pengungkit, pemampung makanan, lampu, lantai dengan grill yang dialiri listrik
(dikenal dengan nama Skinner box). Skinner menggunakan tikus lapar sebagai
hewan percobaannya. Berdasarkan eksperimen tersebut dapat ditarik kesimpulan:
a.
Setiap respon yang diikuti dengan penguatan
(reward atau reinforcing stimuli) cenderung akan diulang kembali.
b.
Reward atau reinforcing stimuli
akan meningkatkan kecepatan terjadinya respon.
3.
Modelling dan Observational Learning
Bandura mengembangkan 4 tahap melalui
pengamatan atau modeling:
a.
tahap perhatian: Individu memperhatikan model yang
menarik, berhasil, atraktif dan populer.
b. tahap
retensi: Bila
guru telah mendapat perhatian dari siswa, guru memodelkan perilaku yang akan
ditiru oleh siswa dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkannya
atau mengulangi model yang telah ditampilkan.
c. tahap reproduksi: Siswa mencoba menyesuaikan diri
dengan perilaku model.
d. tahap motivasional: Siswa akan menirukan model
karena merasakan bhwa melakukan pekerjaan yang baik akan meningkatkan
kesempatan untuk memperoleh penguatan.
4.
Teori Koneksionisme
Teori
ini dikembangkan oleh Edward Thorndike. Dia menggunakan kucing sebagai hewan
percobaan. dalam eksperimennya, dia menghitung waktu yang dibutuhkan kucing
untuk dapat keluar dari kandang pecobaan (puzzle box). Menurut Thorndike, dasar
dari belajar adalah trial dan error. Hewan percobaan itu menunjukkan adanya
penyesuaian diri dengan lingkungannya sedemikian rupa sebelum hewan percobaan
tersebut dapat melepaskan diri dari kandang percobaan. Selanjutnya dikemukakan
bahwa perilaku dari semua hewan percobaan itu praktis sama. Thorndike
mengemukakan 3 macam hukum belajar, yaitu:
a.
Hukum kesiapan (Law of Readiness)
Agar proses
belajar mencapai hasil yang baik, maka perlu kesiapan dalam belajar. Ada 3
keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum ini, yaitu:
1)
Apabila individu memiliki kesiapan untuk bertindak
atau berperilaku dan dapat melaksanakannya, maka dia akan puas.
2) Apabila individu memiliki kesiapan untuk
bertindak atau berperilaku tapi tidak dapat melaksanakannya, maka dia akan kecewa.
3) Apabila individu tidak memiliki kesiapan untuk
bertindak atau berperilaku dan dipaksa untuk melaksanakannya, maka akan
menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.
b. Hukum latihan dan hukum akibat
Hubungan antara stimulus dan respon
akan menjadi kuat apabila sering dilakukan latihan. Apabila sesuatu memberikan
hasil yang menyenangkan atau memuaskan, maka hubungan antara stimulus dan
respon akan menjadi semakin kuat.
5. Teori Modifikasi Perilaku
Kognitif
Meichenbaum
menyatakan bahwa individu dapat diajarkan untuk memantau dan mengatur
perilakunya sendiri. Cara yang digunakan yaitu melatih individu yang terganggu
emosionalnya untuk membuat dan menjawab pertanyaannya sendiri. Ada
5 tahap kegiatan belajar mandiri yang dikembangkan Meichenbaum, yaitu:
a.
Model orang dewasa melakukan tugas tertentu sambil berbicara dengan keras
(Modeling kognitif)
b. Anak
melakukan tugas yang sama di bawah arahan pembelajaran dari model (Bimbingan
eksternal)
c. Anak melakukan
tugas sambil membelajarkan diri sendiri.
d. Anak
membelajarkan dirinya sendiri dengan cara berbicara pelan pada saat melanjutkan
tugas.
e. Anak
melakukan tugas untuk mencari kinerja tertentu dengan melakukan percakapan diri
sendiri.
Teori
belajar modifikasi perilaku koginitif ini menekankan pada modeling percakapan
diri sendiri secara meningkat berpindah dari perilaku yang dikendalikan oleh
orang lain kepada perilaku yang dikendalikan oleh diri sendiri, di mana
individu menggunakan percakapan diri sendiri pada waktu melaksanakan tugas.
6.
Teori belajar Conditioning
Guthrie
menyatakan bahwa semua belajar dapat diterangkan dengan satu prinsip, yaitu
prinsip asosiasi. Belajar merupakan suatu upaya untuk menentukan hukum-hukum,
bagaimana stimulus dan respon itu berasosiasi. Guthrie menyatakan bahwa respon
dapat menimbulkan stimuli untuk respon berikutnya. Perilaku manusia merupakan
deretan perilaku yang terdiri atas unit-unit reaksi atau respon dari stimulus
berikutnya.
Konsekuensi
yang menyenangkan pada umumnya disebut sebagai penguat (reinforces), dan yang tidak
menyenangkan disebut sebagai hukuman (punishers)
Konsep Belajar Kognitifisme
Teori
belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur
kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus
yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada
proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi. Yang termasuk
teori belajar kognitif adalah:
1. Teori belajar Pengolahan
Informasi
Kebanyakan,
peristiwa lupa terjadi karena informasi di dalam memori jangka pendek tidak
pernah ditransfer ke memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi karena
seseorang kehilangan kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah ada di
dalam memori jangka panjang. Bisa juga
karena interferensi, yaitu terjadi apabila informasi bercampur dengan atau
tergeser oleh informasi lain.
Ada
2 bentuk pelancaran dalam membangkitkan ingatan, yaitu:
a.
Pelancaran proaktif yakni, Seseorang mengingat informasi sebelumnya
apabila informasi yang baru dipelajari memiliki karakter yang sama.
b.
Pelancaran retroaktif yakni, Seseorang
mempelajari informasi baru akan memantapkan ingatan informasi yang telah
dipelajari.
Piaget
merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran
konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan
sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori
tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan
kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre
operational; (3) concrete operational dan (4)formal operational. Pemikiran lain
dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi
dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the
process by which a person takes material into their mind from the environment,
which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan
akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process
of assimilation”
Dikemukakannya
pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap
perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan
untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi
dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru
hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau
berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal
dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1)
Bahasa dan cara
berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan
menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2)
Anak-anak akan
belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus
membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3)
Bahan yang
harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4)
Berikan peluang
agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5)
Di dalam kelas,
anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan
teman-temanya.
Konsep Belajar
Kontruktivisme
Teori
belajar Kontruktivisme memandang bahwa,
Belajar berarti mengkontruksikan makna atas informasi dari masukan yang
masuk ke dalam otak. Peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan
informasi kompleks ke dalam dirinya sendiri.
Peserta didik sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang
berlawanan dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip
tersebut apabila sudah dianggap tidak bisa digunakan lagi. Peserta didik
mengkontruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya.
Teori
Kontruktivisme menetapkan 4 asumsi tentang belajar, yaitu:
1.
Pengetahuan
secara fisik dikonstruksikan oleh peserta didik yang terkibat dalam belajar
aktif.
2.
Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan
oleh peserta didik yang membuat representasi atas kegiatannya sendiri.
3.
Pengetahuan
secara sosial dikonstruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan maknanya
kepada orang lain.
4.
Pengetahuan
secara teoritik dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba menjelaskan
obyek yang tidak benar-benar dipahaminya.
Thomas dan Rohwer menyajikan beberapa prinsip
belajar yang efektif, yaitu:
1.
Spesifikasi :
Sesuai dengan tujuan belajar dan karakteristik peserta didik.
2.
Pembuatan : Memungkinkan seseorang
mengerjakan kembali materi yang telah dipelajari, dan membuat sesuatu menjadi
baru.
3.
Pemantauan yang
efektif: Peserta didik mengetahui kapan dan bagaimana cara menerapkan
strategi belajarnya dan bagaimana cara menyatakannya bahwa strategi yang
digunakan itu bermanfaat.
4.
Kemujaraban
personal: Belajar akan berhasil apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Kemudian
Slavin menyarankan 3 strategi belajar efektif, yaitu:
1.
membuat catatan
2.
belajar
kelompok
3.
menggunakan
metode PQ4R (preview, question, read, reflect, recite, review)
Belajar Humanisme
A.
DEFINISI
Humanisme lebih melihat pada sisi
perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu
bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif.
Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para
pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan pengajarannya pada
pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif disini erat kaitannya
dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi
adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran
humanisme.
Dalam artikel “some
educational implications of the Humanisme Psychologist” Abraham Maslow
mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang
terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanisme
lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada
“ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa
Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu
bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif.
Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para
pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan penganjarannya pada
pembangunan kemampuan positif ini.
Humanisme
tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dan dibimbing oleh
maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka
sendiri. Teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan
sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Psikologi humanisme memberi
perhatian atas guru sebagai fasilitator. Teori belajar Humanisme memandang bahwa:
1. Fokus
utamanya adalah hasil pendidikan yang bersifat afektif, belajar tentang cara-
cara belajar dan meningkatkan kreativitas dan semua potensi peserta didik.
2. Hasil
belajarnya adalah kemampuan peserta didik mengambil tanggung jawab dalam
menentukan apa yang dipelajari dan menjadi individu yang mampu mengarahkan diri
sendiri dan mandiri.
3. Pentingnya
pendekatan pendidikan di bidang seni dan hasrat ingin tahu.
4. Pendekatan
humanisme kurang menekankan pada kurikulum standar, perencanaan pembelajaran,
ujian, sertifikasi pendidik dan kewajiban hadir di sekolah.
5. Pendekatan
humanisme mengkombinasikan metode pembelajaran individual dan kelompok. Pendidik
memiliki status kesetaraan dengan peserta didik.
6. Pendekatan
humanisme memelihara kebebasan peserta didik untuk tumbuh dan melindungi
peserta didik dari tekanan keluarga dan masyarakat.
7. Penggunaan
pendekatan humanisme dalam pendidikan akan memungkinkan peserta didik menjadi
individu yang beraktualisasi diri.
B.
TOKOH-TOKOH KONSEP BELAJAR HUMANISME
1. Arthur Combs (1912-1999)
2. Abraham Maslow
3. Carl Ransom Rogers
4. Aldous Huxley
5. David Mills dan Stanley Scher
C.
PRINSIP-PRINSIP
BELAJAR
1. Swa arah
Prinsip
swa arah menyatakan bahwa sekolah hendaknya memberikan kesempatan bagi peserta
didik untuk memutuskan bahan belajar yang ingin dipelajari.
2. Belajar tentang
cara-cara belajar
Sekolah
hendaknya menghasilkan anak-anak yang secara terus menerus menumbuhkan
keinginannya untuk belajar dan mengetahui cara-cara belajar.
3. Evaluasi diri
Evaluasi
yang dilakukan sekolah atau pendidik yang diakhiri dengan kenaikan kelas dan
kelulusan dipandang sebagai tindakan yang mengganggu aktivitas belajar peserta
didik. Instrumen evaluasi yang diwujudkan dalam bentuk tes dipandang tidak
relevan dengan pendekatan humanisme.
4. Pentingnya
perasaan
Pendekatan
humanisme tidak membedakan domain kognitif dan afektif dalam belajar. Kedua
domain itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
5. Bebas dari ancaman
Belajar
akan jadi lebih mudah, lebih bermakna dan lebih diperkuat apabila belajar itu
terjadi dalam suasana yang bebas dari ancaman.
D.
PANDANGAN DAN KRITIK PADA TEORI HUMANISME
Pandangan Humanisme
• Behaviorisme : Bersifat mekanis , mementingkan masa lalu. Berbeda dengan
aliran humanisme. Menurut aliran humanistik : individu itu cenderung mempunyai
kemampuan / keinginan untuk berkembang dan percaya pada kodrat biologis dan
ciri- lingungan tidak menekankan pada tingkah laku yang nampak dan menggunakan
metode obyektif seperti halnya aliran behaviorisme.
• Psikoanalisa : Aliran humanistik tidak menyetujui sifat pesimisme, dalam
aliran humanistik individu itu memiliki sifat yang optimistik, dan apabila pada
psikoanalisa freud menekankan pada masa lalu,karena dalam behaviorisme percaya
pada kodrati individu. Manusia berkembang dengan potensi yang dimilikinya .
tidak mengabaikan potensi seperti aliran psikoanalisis.
Teori humanisme mempunyai pengaruh
yang signifikan pada ilmu psikologi dan budaya populer. Sekarang ini banyak
psikolog yang menerima gagasan ini ketika teori tersebut membahas tentang
kepribadian, pengalaman subjektif manusi mempunyai bobot yang lebih tinggi
daripada relitas objektif. Psikolog humanisme yang terfokus pada manusia sehat
daripada manusia yang bermasalah, juga telah menjadi suatu kontribusi yang
bermanfaat.
Meskipun demikian, kritik dari teori humanisme tetap mempunyai beberapa
argumentasi:
• Teori humanisme terlalu optimistik secara naif dan gagal untuk memberikan
pendekatan pada sisi buruk dari sifat alamiah manusia
• Teori humanisme, seperti halnya teori psikodinamik, tidak bisa diuji
dengan mudah
• Banyak konsep dalam psikologi humanisme, seperti misalnya orang yang
telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif.
Beberapa kritisi menyangkal bahwa konsep ini bisa saja mencerminkan nilai dan
idealisme Maslow sendiri.
• Psikologi humanisme mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis
• Teori humanisme ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks yang
lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada
dunia pendidikan.
• Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa
untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan
siswa secara aktif dalam proses belajar.
Beberapa perbandingan antara teori
behaviorisme dengan teori humanisme yaitu :
a. Teori behaviorisme
• Teori : Proses perubahan tingkah laku
sebagai akibat adanya interaksi antara stimulis dan respon.
• Tujuan : adanya perubahan tingkah laku pada
peserta didik.
• Metode : dibagi dalam bagian-bagian kecil
sampai kompleks.
Pengulangan dan latihan digunakan supaya
perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.berorientasi pada hasil yang
dicapai, tidak menggunakan hukuman.
• Kekurangan : Sentral,bersikap
otoriter,komunikadi satu arah. Guru melatih dan menentukan apa yang harus
dipelajari siswa. Pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengarihi oleh
penguatan yang diberikan oleh guru,mendengarkan dan menghafal.
• Penerapan : pada mata pelajaran yang
membutuhkan praktek dan pembicaraan yang mengandung unsur-unsur kecepatan,
spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan, dan sebagainya. Misal dalam:
percakapan bahasa asing, mengetik, menari, olagraga,dll.
• Guru : guru tidak banyak memberikan ceramah,
tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri
maupun melalui simulasi
• Murid : melakukan sendiri apa yang menjadi
instruksi dan melakukannya berulang-ulang sampai hasilnya baik.
• Evaluasi : Didasarkan pada perilaku yang
dicapai sebagai hasil dari latihan yang dilakukan.
b. Teori humanisme
• Teori : belajar untuk memenusiakan manusia.
• Tujuan : menunjuk pada ruh atau spirit
selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
• Metode : mengusahakan partisipasi aktif
siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas ,jujur , dan positif.
• Kekurangan : terlalu memberi kebebasan pada
siswa.
• Penerapan : materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan.
• Guru : memberi motivasi,kesadaran mengenai
makna belajar dalam kehidupan siswa.
• Siswa : pelaku utama (student center) yang
memaknai poses pengalaman belajar sendiri
• Evaluasi : diberikan secara individual
berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Transfer Dalam Belajar
A.
PENGERTIAN
TRANSFER
Istilah “transfer belajar”
berasal dari bahasa Inggris “transfer of learning” dan berarti ; pemindahan
atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang satu ke
bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari. Pemindahan atau pengalihan itu menunjuk pada
kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatu bidang studi
atau situasi di luar lingkup pendidikan. Pemindahan atau pengalihan itu
menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatu
bidang atau situasi di luar lingkup bidang studi di mana hasil itu mula-mula
diperoleh.
Kata “pemindahan
ketrampilan” tidak berkonotasi hilangnya ketrampilan melakukan sesuatu pada
masa lalu karena diganti dengan ketrampilan baru pada masa sekarang. Misalnya, hasil belajar di cabang olahraga
main bola tangan, digunakan dalam belajar main basket, dan lain-lain. Berkat pemindahan atau pengalihan hasil
belajar itu, seseorang memperoleh keuntungan atau mengalami hambatan dalam
mempelajari sesuatu di bidang studi yang lain atau dalam pengaturan kehidupan
sehari-hari.
B. MACAM-MACAM
TRANSFER BELAJAR
1. Transfer positif
Transfer
positif adalah transfer yang
berefek lebih baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer positif
yakni belajar dalam situasi yang dapat membantu belajar dalam situasi-situasi
lain. “Memperoleh keuntungan’ berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil
belajar itu berperanan positif, yaitu mempermudah dan menolong dalam menghadapi
tugas belajar yang lain dalam rangka kurikul di keskolah atau dalam mengatur
kehidupan seharihari, transfer belajar demikian tersebut disebut “transfer
positif”.
Transfer positif, akan
mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama
atau mirip dengan situasi sehari-sehari yang akan ditempati ssiwa tersebut
kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari
di sekolah. Misalnya, siswa yang telah
pandai membaca Al-Qur’an akan secara otomatis mudah belajar Bahasa Arab, karena
ada kesamaan elemen (sama-sama bertulisan arab). Pengetahuan tentang letak
geografis suatu daerah, akan sangat membantu dalam memahami masalah
perekonomian yang dihadapi oleh penghuni daerah itu, ketrampilan mengendarai
sepeda motor akan mempermudah belajar mengendarai kendaraan roda empat.
2. Transfer negatif
negative adalah transferyang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negatif
dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang
memiliki pengaruh merusak atau mengalami
hamnbatan terhadap ketrampilan/pengetahuan yang dipelajari. “Mengalami hambatan” berarti bahwa
pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan negatif, yautu
mempersukar dan mempersulit dalam menghadapi tugas belajar yang lain dalam
rangka kurikulum sekolah, atau dalam mengatur kehidupan sehari-hari, transfer
belajar yang demikian disebut “transfer negatif”.
Menghadapi kemungkinan
terjadinya tranfer negatif itu, yang penting bagi guru adalah menyadari dan
sekaligus menghindari para siswanya dari situasi-situasi belajar tertentu yang
diduga keras berpengaruh negatif terhadap kegiatan belajar para siswa tersebut
pada masa yang akan datang. Misalnya,
Ketrampilan mengemudi kendaraan bermotor dalam arus lalu lintas yang bergerak
disebelah kiri jalan, yang diperoleh seseorang selama tinggal di Indonesia,
akan menimbulkan kesulitan bagi orang itu bila pindah ke salah satu negara
Eropa Barat, yang arus lalu lintasnya bergerak di sebelah kanan jalan. pengetahaun akan semjumlah kata dalam bahasa
Jerman, akan menghambat dalam mempelajari dalam mengkomunikasikan pikiran dan
perasaan kepada orang lain selama bertahun-tahun sesudah tamat sekolah.
3. Transfer vertikal
Transfer
vertical atau pemindahan dariatas ke bawah adalah transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar/pengetahuan yang lebih tinggi.
Transfer vertikal (tegak lurus) dapat terjadi
dalam diri seorang siswa apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam
situasi tertentu membantu siswa tersebut dalam menguasai pengetahuan/ketrampilan
yang lebih tinggi atau rumit.
Misalnya, seorang
ssiwa SD yang telah menguasai psrinsip penjumlahan dan pengurangan pada waktu
duduk di kelas II akan mudah mempelajari perkalian pada waktu dia duduk di
kelas III.
4. Transfer lateral
Transfer ini
juga berefek baik terhadap kegiatan belajar
pengetahuan/ketrampilan yang sederajat. Tranfer lateral (ke arah samping) dapat
terjadi dalam diri seorang siswa apabila ia mampu menggunakan materi yang telah
dipelajarinya untuk mempelajari materi yang sama kerumitannya dalam
situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat tidak
mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut.
Misalnya,
seorang lulusan STM yang telah menguasai tehknologi “X” dari sekolahnya dapat
menjalankan mesin tersebut di tempat
kerjanya. Di samping itu juga mampu mengikuti pelatihan menggunakan tekhnologi
mesin-mesin lainnya yang mengandung elemen dan kerumitan kurang lebih sama
dengan mesin “X” tadi.
C. Faktor-faktor yang berperanan
dalam transfer belajar yakni ;
1. Proses belajar, kesungguhan
motivasi belajar, dan kadar konsentrasi terhadap terhadap pelajaran. Siswa
diharapkan bersungguh-sungguh dalam mengolah materi pelajaran, dan ini juga
tergantung dari motivasi belajar dan sejauhmana kadar konsentrasinya. Maka, siswa yang kurang melibatkan diri dalam
proses belajar, kurang cermat dalam dalam persepsi dan kurang mendalam dalam
mengolah materi pelajaran, tidak diharapkan akan mengadakan transfer belaJar.
Semua ini berkaitan dengan tata cara belajar atau tekhnik-tekhnik studi,
apakah efisien dan efektif. Maka makin tata cara belajar itu, makin meningkat
pula kemungkinan siswa akan mengadakan transfer belajar.
2. Bahan atau materi dalam bidang
studi, metode atau prosedur kerja yang diikuti dan sikap dibutuhkan dalam
bidang studi.
Transfer belajar mengendalikan adanya kesamaan, maka kesamaan antara daerah/bidang studi atau antara bidang
studi dan kehidupan sehari-hari itu, secara nyata harus ada. Adanya kesamaan
juga meliputi taraf intelegensi, minat, dan perhatian.
3. Faktor-faktor subyektif siswa,
antara lain taraf intelegensi (kemampuan belajar), minat, motivasi dan perhatian.
Misalnya, Siswa
yang memiliki motivasi intrinsik, yang merasa senang dalam belajar di sekolah
dan yang mampu mengolah dengan baik dan secara mendalam, akan jauh lebih siap
untuk mengadakan transfer belajar, dibandingkan dengan siswa yang kurang
bermotivasi, kurang berperasaan senang dan kurang mampu mengolah dengan baik.
4. Sikap dan usaha guru.
Kesadaran dan usaha dari guru untuk mendampingi siswa dalam mengadakan
transfer belajar. Sikap guru yang
menyadari, bahwa tanggungjawab nya tidak hanya terbatas paa bidang studi
tertentu, tetapi juga mencakup usaha jujur untuk membentuk kepribadian siswa
secara kesluruhan, dalam perkembangan intelektual, efektif (sikap) dan sosial.
Hakikat
Psikologi Pembelajaran
1.
PENGERTIAN
PSIKOLOGI PEMBELAJARAN
Psikologi
pembelajaran berasal dari dua kata yaitu psikologi dan belajar. Pengertian psikologi
berasal dari bahasa latin yaitu psycho
dan logos. Psyco artinya jiwa dan logos artinya ilmu. Jadi secara bahasa psikologi adalah ilmu jiwa dan secara
istilah psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa.
Sedangkan pengertian belajar adalah berasal dari kata ajar yang artinya proses
mentransferkan ilmu.
Jadi
psikologi pembelajaran adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala jiwa dalam
belajar, atau Psikologi pembelajaran merupakan penerapan prinsip dan
metode psikologi untuk mengkaji perkembangan, belajar, motivasi, pembelajaran,
penilaian, dan isu-isu terkait lainnya yang mempengaruhi interaksi belajar
mengajar
Mengingat pentingnya akan ilmu psikologi
didalam meningkatkan kualitas belajar seseorang, maka psikologi dalam
pembelajaran sangat diperlukan. Adapun manfaat dari psikologi pembelajaran
adalah:
a. Membantu peserta didik untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
b. Membantu pendidik dalam memahami karakteristik
peserta didik.
c. Memahami proses belajar peserta didik.
d. Memilih dan menggunakan berbagai strategi
dalam pembelajaran.
-e.
Membantu pendidik untuk melakukan penilaian terhadap kegiatan belajar atau
perolehan hasil belajar yang telah dicapai peserta didik.
2.
HAKEKAT PENDIDIK PROFESIONAL
Dalam proses
pembelajaran terdapat dua elemen yang saling ketergantungan yaitu guru dan
murid. Dalam hal ini guru sebagai pendidik memiliki peran besar dimana ia harus
memiliki kompetensi mendidik. Pendidik yang bermutu adalah pendidik yang:
a. Menunjukkan seperangkat kompetensi
sesuai dengan standar yang berlaku.
b. Mampu bekerja dengan
menerapkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi.
c. Mematuhi kode etik profesi pendidik.
d. Bekerja dengan penuh
dedikasi.
e. Membuat keputusan secara
mandiri ataupun secara bersama-sama.
f. Menunjukkan akuntabilitas kerjanya kepada
pihak-pihak terkait.
g. Bekerjasama dengan pihak lain
yang relevan.
h. Secara berkesinambungan mengembangkan diri
baik secara mandiri ataupun melalui asosiasi profesi.
KOMPETENSI PENDIDIK
Berdasarkan
PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional dan UU No. 14 tahun 2005 tentang
Guru dan Dosen menyatakan bahwa pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik,
kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik itu
diperoleh melalui pendidikan Sarjana atau program Diploma IV. Sedangkan
kompetensi pendidik tersebut meliputi:
1.
Kompetensi Paedagogik
a. Menguasai karakteristik peserta didik
dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual.
b.
Menguasai teori belajar dan
prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
c.
Menguasai kurikulum yang terkait
dengan bidang pengembangan yang diampu.
d.
Terampil melakukan kegiatan
pengembangan yang mendidik.
e. Memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang
mendidik.
f. Memfasilitasi pengembangan potensi
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
g.
Berkomunikasi secara efektif,
empatik, dan santun dengan peserta
didik.
h.
Terampil melakukan penilaian dan
evaluasi proses dan hasil belajar.
i. Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi
untuk kepentingan pembelajaran.
j. Melakukan tindakan reflektif untuk
peningkatan kualitas pembelajaran.
2.
Kompetensi kepribadian
a.
Bertindak sesuai dengan norma
agama, hukum, sosial, dan kebudayaan Indonesia.
b.
Menampilkan diri sebagai pribadi
yang jujur, berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
c.
Menampilkan diri sebagai pribadi
yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa.
d.
Menunjukkan etos kerja, tanggung
jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi pendidik dan rasa percaya diri.
e.
Menjunjung tinggi kode etik
profesi pendidik.
3. Kompetensi profesional
a.
Menguasai materi, stuktur, konsep,
dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
b.
Menguasai standar kompetensi dan
kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
c.
Mengembangkan materi pembelajaran
yang diampu secara kreatif.
d.
Mengembangkan keprofesionalan
secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
e.
Memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
4. Kompetensi sosial
a.
Bersikap inklusif, bertindak
objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama,
ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
b.
Berkomunikasi secara efektif,
empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan
masyarakat.
c.
Beradaptasi di tempat bertugas di
seluruh wilayah Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
d.
Berkomunikasi dengan komunitas
profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
Hakekat
Belajar
1.
Pengertian Belajar
Setiap orang
menjadi dewasa karena belajar dan pengalaman selama hidupnya. Belajar
pada umumnya dilakukan seseorang sejak mereka ada di dunia ini. Ada
beberapa ahli yang mendefinisikan istilah belajar dengan beberapa
uraian yang tidak sama. Untuk dapat memahami dan mempunyai gambaran yang luas,
berikut ini diberikan beberapa pengertian belajar menurut para ahli :
a.
Whittaker
mengatakan bahwa belajar adalah proses tingkah laku yang ditimbulkan atau
diubah melalui latihan atau pengalaman.
b.
Kimble
mengatakan bahwa belajar adalah perubahan relatif permanen dalam potensi
bertindak, yang berlangsung sebagai akibat adanya latihan yang diperkuat.
c.
Winkel
mengatakan bahwa belajar adalah aktivitas mental atau psikis, yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.
d.
Sdaffer
mengatakn bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku yang relatif
menetap, sebagai hasil pengalaman-pengalaman atau praktik.
Berdasarkan
definisi di atas dapat dikatakan bahwa, belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru
sebagai pengalaman individu itu sendiri.
Perubahan
yang terjadi setelah seseorang melakukan kegiatan belajar dapat berupa
ketrampilan, sikap, pengertian ataupun pengetahuan. Belajar merupakan
peristiwa yang terjadi secara sadar dan disengaja, artinya seseorang yang
terlibat dalam peristiwa belajar pada akhirnya menyadari bahwa ia mempelajari
sesuatu, sehingga terjadi perubahan pada dirinya sebagai akibat dari kegiatan
yang disadari dan sengaja dilakukannya tersebut.
2.
Belajar Menurut Para Ahli
Menurut Jihad dan Haris (2008:1)
belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti
keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan
proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Soemanto (1998:104)
mengemukakan definisi belajar menurut para ahli:
Menurut James O. Wittaker, belajar
dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah
melalui latihan atau pengalaman. ”Learning may be defined as the process by
which behavior originates or is altered through training or experience.” (Whittaker,
1970:15). Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan
fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit, atau pengaruh obat-obatan adalah
tidak termasuk sebagai belajar. Definisi yang tidak jauh berbeda dengan
definisi di atas, dikemukakan oleh Cronbach dalam bukunya yang berjudul ”Educational
Psychology” sebagai berikut: ”Learning is shown by change in behavior as
a result of experience.” (Cronbach, 1954:47).
Dengan demikian, belajar yang efektif
adalah melalui pengalaman. Dalam proses belajar, seseorang berinteraksi
langsung dengan objek belajar dengan menggunakan semua alat indranya. Satu
definisi lagi yang perlu dikemukakan di sini yaitu yang dikemukakan oleh Howard
L. Kingsley sebagai berikut: ”Learning is the process by which behavior (in
the broader sense) is originated or changed through practice or training.” (Kingsley,
1957:12). (Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam artian luas)
ditimbulkan atau diubah melaluipraktek atau latihan).
Belajar dalam arti mengubah tingkah
laku, akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar.
Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi
juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat,
watak, penyesuaian diri. Menurut Hamalik (2002:57) Pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi (siswa dan guru),
material (buku, papan tulis, kapur dan alat belajar), fasilitas (ruang, kelas
audio visual), dan proses yang saling mempengaruhi mencapai tujuan
pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa secara umum pembelajaran adalah suatu
kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa
berubah ke arah yang lebih baik.
Pembelajaran bertujuan membantu siswa
agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku
siswa yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang
berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa menjadi bertambah, baik
kuantitas maupun kualitasnya.
Jenis-Jenis Belajar
1. Jenis-jenis Belajar Menurut Fungsi
Psikis
V.S\. Gerlach & D.P. Ely
membagi bentuk atau tipe belajar menurut fungsi psikis, yaitu berlajar
kognitif, belajar psikomotor dan belajar efektif.
a. Belajar
Kognitif
ciri khas belajar ini adalah
memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk yang mewakili objek-objek yang
dihadapi atau diamati,apakah itu orang, benda atau kejadia/peristiwa.
Objek-objek itu dihindari dalam diri seorang melalui tanggapan
gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental.
b. Belajar Psikomotoris
ciri khas belajar psikomotorik
terletak dalam belajar menghadapi dan memahami objek-objek secara fisik. Dalam
belajar seperti cara ini, baik aktivitas mengamati melalui alat-alat dari (
sensorik), maupun bergerak dan menggerakkan ( motorik), memegang peranan
penting. Pengamatan adalah fungsi yang membuat manusia mengenal dunia yang
nyata atau berwujud. Menurut Jean Piaget, belajar psikomotorik merupakan dasar
bagi belajar berpikir.
c. Belajar Afektif
salah satu ciri dari bentuk beljar
afektif adalah belajar menghayati nilai dari objek yang dihadapi melalui
perasaan, apakah objek itu berupa orang, benda atau peristiwa.Ciri lain
terletak dalam belajar mengungkapkan perasaan dalam bentuk ekspresi yang wajar.
2.
Jenis-jenis Belajar Menurut Materi yang Dipelajari
a. Belajar Teoritis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk
menempatkan semua data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka
organisasi mental, sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan
masalah, relasi-relasi diantara konsep-konsep dan strukur-strukur hubungan.
b. Belajar Teknik
bentuk belajar ini bertujuan
mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam menangani atau atau mengerjakan
sesuatu, misalnya belajar mengetik dengan sistem 10 jari. Belajar ini biasa
juga disebut belajar motorik.
c. Belajar Bermasyarakat
Bentuk belajar ini bertujuan umtuk
membantasi diri dari dorongan yang spontan; tenggan rasa untuk menjaga perasaan
orang lain. Kehidupan bersama atau bermasyarakat menurut pengendalaian
perilaku, dengan memperhitungkan kepentingan orang lain disekitar kita.
Solidaritas, rasa kesetiakawanan sosial merupakan wujud dari belajar
bermasyarakat.
d. Belajar
Estetis
Bentuk belajar ini bertujuan
membentuk kemampuan untuk menghayati keindahan, kalau perlu menciptakan
keindahan dalam berbagai segi kehidupan. Keindahan terdapat dimana-mana.
Pelukis menuangkannya dalam bentuk lukisan, sastrawan dalam bentuk sanjak,
komponis dalam bentuk lagu. Dalam diri manusia terdapat jiwa estetis yang perlu
dikembangkan melalui belajar, yaitu belajar estetis.
3. Bentuk
Belajar Ditinjau dari Berbagai Segi
a. Ditinjau
dari segi berlangsungnya
belajar dapat berlangsung dengan
tidak sengaja (Internal Learning), dapat pula berlangsung dengan sengaja
(formal Learning).Belajar dengan tak sengaja, ialah cara belajar yang sama
dengan pengalaman hidup sehari-hari dalam lingkungan hidup, dalam lingkungan
masyarakat, dalam pergaulan hidup sehari-hari. Beberapa pengetahuan,
mulai, sikap dan keterampilan kita peroleh dalam pergbaulan hidup bersama dan
interaksi dalam lingkungan hidup. Belajar dengan sengaja ialah cara belajar
dengan objek-objek tertentu dengan rencana-rencana terntentu dan dengan
pemechan-pemecahan tertentu.
b. Ditinjau Dari Ruang Geraknya
ditinjau dari ruang geraknya,
belajar dapat diarahkan secara vertikal (vertikal learning) dan secar
horisontal (horisontal learning). Beljar vertikal ialah belajara dengan
penambahan pengetahuan dalam suatu daerah pengetahuan teretnu, memeperbaiki
atau memperdalam pengetahuan-pengetahuan yang telah diacapai atau memperhebat
intensitas sikapdan car berfikir. Belajar horisontal ilah belajar dengan
memeprluas horison belajar, mempelajari bermacam-macam pengetahuan yang
berbeda-beda yang diutamakan adalah menambah jenis atau bidang pengetahuan,
sehingga mungkin tidak mendalam malah cenderung kearah generalisasi.
c. Ditinjau dari Segi Peristiwanya
Ditinjau dari peristiwanya belajar
dapat dipandang sebagai (1) hasil, (2) proses dan (3) fungsi.Belajar sebagai
hasil ialah belajar yang didlamnya terutama menekangkan bentuk akhir dari
berbagai pengalaman interaksi edukatif.Belajar sebagai proses ialah belajar
yang didalamnya terutam menekankan apa yang terjadi selama murid menjalani
pengalaman-pengalaman edukatif untuk mencapai tujuan.
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi belajar
Menurut Suryabrata (1989:142), faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi 3, yaitu: faktor dari
dalam, faktor dari luar dan faktor instrumen.
Faktor dari dalam yaitu faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor-faktor
ini meliputi :
a.
Fisiologi,
meliputi kondisi jasmaniah secara umum dan kondisi panca indra. Anak yang segar
jasmaninya akan lebih mudah proses belajarnya.
b.
Kondisi
psikologis, yaitu beberapa faktor psikologis utama yang dapat mempengaruhi
proses dan hasil belajar adalah kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi dan
kemampuan kognitif.
Faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang berasal dari
luar siswa yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor-faktor ini
meliputi :
- Lingkungan
alami
Lingkungan alami yaitu faktor yang mempengaruhi dalam
proses belajar misalnya keadaan udara, cuaca, waktu, tempat atau gedungnya,
alat-alat yang dipakai untuk belajar seperti alat-alat pelajaran.
2. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial di sini adalah manusia atau sesama
manusia, baik manusia itu ada (kehadirannya) ataupun tidak langsung hadir.
Dalam lingkungan sosial yang mempengaruhi belajar
siswa ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) lingkungan sosial siswa di rumah yang meliputi
seluruh anggota keluarga yang terdiri atas: ayah, ibu, kakak atau adik serta
anggota keluarga lainnya,
2) lingkungan sosial siswa di sekolah yaitu: teman
sebaya, teman lain kelas, guru, kepala sekolah serta karyawan lainnya,
3) lingkungan sosial dalam masyarakat yang terdiri
atas seluruh anggota masyarakat.
Faktor instrumental adalah faktor yang adanya dan
penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Faktor instrumen
ini antara lain: kurikulum, struktur program, sarana dan prasarana, serta
guru.Faktor instrumen yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pembelajaran
adalah media pembelajaran. Dalam hal ini adalah media komputer dengan
memanfaatkan program animasi SWiSH yang digunakan dalam pembelajaran
Bahasa Jawa.
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi belajar
Menurut Suryabrata (1989:142), faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi 3, yaitu: faktor dari
dalam, faktor dari luar dan faktor instrumen.
Faktor dari dalam yaitu faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor-faktor
ini meliputi :
c.
Fisiologi,
meliputi kondisi jasmaniah secara umum dan kondisi panca indra. Anak yang segar
jasmaninya akan lebih mudah proses belajarnya.
d.
Kondisi
psikologis, yaitu beberapa faktor psikologis utama yang dapat mempengaruhi
proses dan hasil belajar adalah kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi dan
kemampuan kognitif.
Faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang berasal dari
luar siswa yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor-faktor ini
meliputi :
- Lingkungan
alami
Lingkungan alami yaitu faktor yang mempengaruhi dalam
proses belajar misalnya keadaan udara, cuaca, waktu, tempat atau gedungnya,
alat-alat yang dipakai untuk belajar seperti alat-alat pelajaran.
4. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial di sini adalah manusia atau sesama
manusia, baik manusia itu ada (kehadirannya) ataupun tidak langsung hadir.
Dalam lingkungan sosial yang mempengaruhi belajar
siswa ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) lingkungan sosial siswa di rumah yang meliputi
seluruh anggota keluarga yang terdiri atas: ayah, ibu, kakak atau adik serta
anggota keluarga lainnya,
2) lingkungan sosial siswa di sekolah yaitu: teman
sebaya, teman lain kelas, guru, kepala sekolah serta karyawan lainnya,
3) lingkungan sosial dalam masyarakat yang terdiri
atas seluruh anggota masyarakat.
Faktor instrumental adalah faktor yang adanya dan
penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Faktor instrumen
ini antara lain: kurikulum, struktur program, sarana dan prasarana, serta
guru.Faktor instrumen yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pembelajaran
adalah media pembelajaran. Dalam hal ini adalah media komputer dengan
memanfaatkan program animasi SWiSH yang digunakan dalam pembelajaran
Bahasa Jawa.
1 komentar:
share
Choose EmoticonEmoticon