ASMAUL
HUSNA
(AS-SALAM,
AL-‘AZIZ, AL-KHALIQ, AL-GHAFFAR,
AL-WAHAB, AL-FATTAH, AL-‘ADL,
AL-QAYYUM, AL-HADI, AS-SHABUR)
Standar Kompetensi : 1. Meningkatkan Keimanan Kepada
Allah Melalui Pemahaman Sifat-sifat-Nya dalam Asmaul Husna
Kompetensi Dasar : 1.1 Menyebutkan 10 sifat Allah dalam Asmaul Husna
Indikator : 1.1.1 Mampu menjelaskan
pengertian Asmaul Husna dengan berani
1.1.2
Mampu
menyebutkan arti 10 sifat Allah dalam Asmaul Husna dengan tegas
1.1.3
Mampu
menjabarkan 10 sifat Allah ke dalam sifat manusia dengan benar
1.1.4
Mampu
menerapkan perilaku yang mnecerminkan penghayatan terhadap 10 sifat Allah dalam
kehidupan sehari-hari dengan baik
KATA PENGANTAR
Pertama-tama
penulis mengucapkan puji dansukur atas kehadiran Allah SWT, karena hanya dengan
bimbingan dan petunjukn-Nya dapat diselesaikanya penulisan Makalah dengan judul
”Asma al-Husna” guna sebagai bahan
diskusi pendalaman pembelajaran materi
pendidikan agama Islam.
Meskipun
diakui sudah cukup banyak variasi sumber dan literature, penulis menyadari
betul bahwa apa yang disajikan dalam makalah ini masih terdapat banyak
kekurangannya, baik menyangkut isi maupun penulisan. Kekurangan-kekurangan
tersebut terutama disebabkan kelemahan dan keterbatasan pengetahuan serta
kemampuan penulis sendiri, baik disadari maupun tidak. Hanya dengan kearifan
dan bantuan dari berbagai pihak untuk memberikan teguran, saran, dan kritik
yang konstruktif, sehingga dapat menyempurnakan makalah ini. Semoga dengan
adanya makalah ini dapat memberikan manfaat dan memperdalam pengetahuan kita.
Amin.
Pekanbaru, 27 Febuari 2013
Penulis,
A. Pendahuluan
Allah tidak
memperkenalkan diri dengan Dzat-Nya, melainkan dengan sifat-sifat-Nya yang
sempurna, yang disebut Asma’ al-Husna. Karena sifat kasih dan sayang Allah, Dia
tidak memaksakan manusia untuk melakukan sesuatu yang mustahil yaitu menjangkau
wujud Allah dengan imajinasi apalagi persepsi panca indera sebagaimana
tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-An’am: 103.[1] Allah
Swt menjelaskan mengenai Asma’ al-Husna sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an
yang berbunyi:
ª!$# Iw tm»s9Î) wÎ) uqèd ( ã&s! âä!$yJóF{$# 4Óo_ó¡çtø:$# ÇÑÈ
Artinya:
“Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang baik),”
(Q.S. Thaha: 8)
Berdasarkan
ayat di atas dijelaskan bahwa Allah telah menetapkan nama-nama (asma’)
bagi-Nya. Selain itu juga bahwasanya asma’ Allah semuanya adalah Husna.
Maksdnya adalah sangat baik, karena mengandung makna dan sifat-sifat yang
sempurna, tanpa kekurangan dan cacat sedikitpun.
Nama-nama
yang mulia ini bukanlah sekedar nama kosong yang tidak mengandung makna dan
sifat, justru ia adalah nama-nama yang menunjukkan kepada makna yang mulia dan
sifat yang agung. Setiap nama menunjukkan kepada sifat. Syaikh Ibnu Taimiyah
berkata: “ setiap nama dari nama-namaNya menunjukkan kepada Dzat yang
disebutnya dan sifat yang dikandungnya. Selain itu Ibnu Qayyim berkata, “
nama-nama Rabb menunjukkan sifat-sifat kesempurnaan-Nya, karena ia
diambil dari sifat-sfatNya. Jadi ia adalah nama sekaligus sifat dan karena
itulah ia menjadi husna.”[2]
Dengan
mengetahui nama-namaNya diharapkan kita semakin mengenal siapa akan Tuhan yang
menjadi Rabbul’alamin dengan segala kesempurnaanNya. Bagaimana bisa kita
bisa dekat dengan Allah kalau kita tidak megetahui nama dan sifatNya. Untuk
bisa dekat dengan Allah tidak hanya kita mengetahui nama-namaNya ataupun
sifat-sifatNya semata, melainkan juga kita mampu menjelma menjadi seorang
manusia yang memiliki kepribadian sesuai dengan Asma’ al-husna sesuai
dengan keterbatasan yang dimiliki manusia. Untuk itu perlu kiranya dalam penulisan ini memaparkan dan
menjelaskan mengenai beberapa Asma’ al-husna beserta kandungannya dalam
penerapannya pada kehidupan. Maka sebagaimana kata-kata
yang terpakai dikalangan ahli tasawuf:[3]
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
“Barang
siapa mengenal akan dirinya,niscaya kenallah ia akan Tuhannya.”
Maka Imam Ibnu Qayyim,
menyatakan tafsuran ucapan ini kepada tiga:
1.
Mengenal kita akan segenap
sifat-sifat kelemahan yang ada pada diri kita.
2.
Mengenal Tuhan dengan
menilik sifat-sifatNyayang ada pula dianugerahkan-Nya kepada kita.
3.
Mengenal Tuhan merenung
siapa diri kita.
Adapun pada penjelasan makalah ini akan dijelaskan mengenai 10
Asma’ al-Husna. Dan yang menjadi kajian topik permasalahan ini yakni tentang
apa arti dari kesepuluh Asma’ al-Husna? Apa makna dari kesepuluh Asma’ al-Husna?
Bagaimana Implementasi dari kesepuluh Asma’ al-Husna dalam kehidupan? Serta apa
manfaat yang diperoleh setelah mempelajarinya?
B. Pengertian
10 Sifat Allah dalam Asmaul Husna
1. As-Salam
a.
Arti dan
Makna As-Salam
Lafaz
As-Salam diambil dari kata salima, kemudian dieubah menjadi kata sifat salam
atau Salamayun, yang berarti keselamatan, kesejahteraan, kedamaian, dan
kebahagiaan. Lalu dari kata Salamatun, yang berarti keselamatan, kesejahteraan,
kedamaian dan kebahagiaan. Lalu dari kata Salamatun
dijadikan kepada As-Salam (nama Allah), yang artinya: Yang Maha Pemberi
Keselamatan, yang memiliki keselamatan atau Yang Maha Pemberi kesejahteraan.[4]
Dalam arti yang lebih luas asma
Allah As-Salam itu dapat diartikan:
1)
Allah Yang
Maha Pemberi Keselamatan. Seorang mukmin mesti mempunyai keyakinan yang teguh
didalam hatinya bahwa hanya Allah lah yang dapat memberikan keselamatan
terhadapa kehidupan kita. Apapun yang dihadapkan orang kepada kita berupa
pengkhianatan dan penganiayaan, tidak ada satupun yang dapat menyelamatkan kita
dari bahaya, kecuali Allah Swt.
2)
Allah yang
Maha memiliki keselamatan. Kesselamatan itu bersumber dari Allah. Manusia
selalu menginginkan hidupnya selamat, keselamatan itu bukan saja diharapkan di rumah
tangga sendiri akan tetapi juga keselamatan dalam menjalankan tugas serta
keselamatan dalam perjalanan pulang dan pergi. Manusia selalu berusaha untuk
mencari keselamatan, tetapi sering kali tidak mendapatkannya bahkan yang
ditemukannya justru sebaliknya yaitu malapetaka. Itu suatu bukti usaha manusia
tidak mutlak akan tetapi diperlukan. Nah dengan demikian yang perlu bagi kita
adalah mengikuti petunjuk-petunjuk untuk mendapatkan keselamatan itu.[5]
Dengan demikian berarti bahwa
Allah itu adalah Maha Sejahtera, sehingga dapat memberikan keselamatan dan
kesejahteraan kepada makhluk-Nya. Hal ini juga berarti bahwa Allah itu bebas dari kerusakan dan
ketidaksempurnaan dan bebas dari sifat-sifat ternoda. Akal sehat seseorang
tidak dapat menerima, apabila kesejahteraan dan keselamatan itu diperoleh dari
orang yang hidupnya sendiri tidak sejahtera.
Berbeda dengan manusia, walaupun
hidupnya sudah dipandang sejahtera (menurut ukuran manusia), belum tentu dia
dapat mensejahterakan orang lain. Pemimpin yang dipandang hidupnya sudah mapan
dan sejahtera (secara lahiriah), belum tentu memikirkan kesejahteraan
rakyatnya. Bahkan sebaliknya, rakyatlah yang dijadikan alat untuk
mensejahterakan dirinya. Disinilah letak kekurangan manusia, apakah dia sebagai
orang biasa apakah sebagai tokoh (pemimpin dalam masyarakat) ???
Kendatipun ada orang yang berbuat
sejahtera untuk kesejahteraan umat, maka hal itu mungkin saja dalam batas-batas
kedudukannya selaku manusia (makhluk), sebab orang itu tetap saja manginginkan
kesejahteraan diri pribadinya, walaupun peka dia terhadap orang lain.[6]
b.
Implementasinya
dalam kehidupan
As-Salam bukan saja dijadikan
sebagai ucapan zikir setiap selesai shalat. Akan tetapi Allah mengharapkan
kepada hamba-Nya untuk membumikan Asma’Nya itu kedalam kehidupan sesama umat
manusia. Dimana Allah mengharapkan kita selalu berusaha untuk menyelamatkan
kehidupan kita dari segala perilaku yang merusak sesama. Karena ciri seorang
mukmin yang sempurna itu adalah orang yang berusaha untuk menghindarkan dirinya
dari merusak orang lain dan menjaga keamanan dan ketertiban terhadap sesamanya.
Disamping itu mencegah perbuatan yang dilakukan orang lain dimana perbuatan dan
tindakan itu menyebabkan kerusakan pada semua umat. Rasul menjelaskan “Orang muslim itu adalah orang yang dapat
memelihara orang lain dari bahaya lidahnya dan tangannya”. Untuk itu
marilah kita tanamkan benih kedamaian dan keselamatan dalam kehidupan kita
semoga Allah membalasnya. Amin. Bila kita perhatikan Rasulullah SAW selalu
mengucapkan do’a sebagai berikut yang artinya: “Ya Allah, Engkaulah Yang Maha
Pemberi keselamatan, dan dari Engkaulah berasalnya keselamatan itu, kemudian
kepadaMu lah kembalinya keselamatan itu, maka oleh sebab itu hidupkanlah kami
di dunia ini dengan penuh keselamatan dan masukkanlah kami ke dalam syurgaMu
dengan keselamatan.
c.
Hikmah asma
Allah As-Salam
Adapun manfaat dari keyakinan kepada
asma Allah As-Salam ini adalah:
1)
Menimbulkan
sifat keberanian dalam diri manusia dalam melakukan apa saja karena dia yakin
bahwa Allah itu yang memberikan keselamatan.
2)
Manusia akan
selalu berserah diri kepada Allah atas pekerjaan yang ia lakukan.
3)
Akan
menimbulkan sifat rendah hati dalam diri seseorang kepada Allah.
4)
Menjauhkan
diri dari sifat sombong dan takabur.
5)
Menjauhkan
hati dari sifat buruk sangka.[7]
2.
Al-‘Aziz
a.
Arti dan
Makna Al-‘ Aziz
Nama Allah yang kesembilan
diperkenalkan kepada hambaNya adalah Al-‘Aziz. Secara singkat kata aziz berasal
dari kata Izza yang artinya adalah kemuliaan. Jadi kata aziiza dapat diartikan
orang yang memiliki kemuliaan-kemuliaan. Al-‘Aziz
yaitu yang Mahaperkasa yang berkemampuan menaklukkan atau mengalahkan. Dengan
kata lain, al-‘Aziz adalah penakluk yang tidak terkalahkan karena
kesempurnaan kekuatan dan kekuasaan-Nya.[8]
Dalam arti lain Al-‘Aziz diartikan sebagai Maha mulia, kuasa dan mampu untuk
berbuat sekehendakNya.[9]
Namun secara umum, al-Aziizu
artinya(Allah) Maha Perkasa. Keperkasaan dalam arti hakiki hanya milik Allah.
Manusia juga pernah disebut “manusia perkasa” tetapi masih bisa dikalahkan oleh
kekuatan lain baik oleh kekuatan manusia lainnya maupun kekuatan Allah. “Hitler
menganggap dirinya perkasa, tetapi akhirnya bertekuk lutut di hadapan kekuatan
lainnya. Fir’aun menganggap dirinya sebagai tuhan pekasa tetapi akhirnya tenggelam
di Lau Merah dengan keperkasaannya itu. Hal ini berarti bahwa kekuatan yang
dimiliki manusia sangatlah rapuh dan tidak akan berlangsung lama.[10]
b.
Implementasinya
dalam Kehidupan
Dalam kehidupan ini, asma Allah al-Aziz
tidak cukup di implementasikan melalui ucapan lisan semata (dzikir). Melainkan
harus teraplikasi dalam kehidupan melalui amal perbuatan yang telah allah
anjurkan dalam hakikat manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi ini. Manusia
sebagai khalifah Allah di muka bumi ini memiliki tugas untuk memakmurkan bumi.
Dari sini berarti telah diketahui bahwaa manusia dengan segala kekuatan dan
daya yang dimilikinya harus berusaha untuk memuat suatu kemaslahatan bagi
manusia lainnya. Kekuatan yang telah dibeikan Allah kepada manusia inilah bukti
bahwa Allah maha Perkasa.
Perbuatan manusia yang berbentuk usaha
ataupun ikhtiar merupakan betuk dari pengaplikasian asma Allah Al-Aziz. Karena
dengan kekuatan ini akan menunjukkan seseorang itu berkuasa dan menjadi
perkasa. Namun sebagimana yang telah dismpaikan di awal pengertiannya, bahwa
keperkasaan manusia ada batasnya dan tidak akan pernah bisa menyaini atau
bahkan menyamai dengan yang memberikan keperkasaan itu yakni Allah swt.
Jadi, dengan segala kekuatan yang
dimiliki manusia untuk melakukan usaha atau ikhtiar merupakan bentuk
implementasi dari asm Allah Al-Aziz. Seperti seorang guru dengan segala
kekuasaan yang ia emban untuk mendidik siswa ia gunakan sebagaimana metunya
guna pencapaian tujuan pendidikan. Selain itu seorang siswa yang bersaha menylesaikan
tugas dari guru dengan segenap usahanya merupakan wujud dari pengaplikasian
Al-Aziz.
c.
Hikmah
Al-‘Aziiz
Dengan mengimani nama Allah
Al-Aziz itu akan menimbulkan hikmah dalam kehidupan manusia, antara lain:
1)
Menimbulkan
sifat rendah hati terhindar dari sifat angkuh dan sombong dimana angkuh dan
sombong itu dapat merusak kehidupan manusia baik hubungan vertical dan
horizontal, karena keangkuhan dan kesombongan mengakibatkan orang kurang
menghormati orang lain.
2)
Menimbulkan
harga diri terhindar dari sifat minder. Keyakinan bahwa yang mulia itu hanya
Allah. Dengan demikian manusia itu hanya sama di sisi Allah kecuali orang yan g
beriman dan bertakwa.
3)
Mendorong
seseorang untuk menghargai orang lain karena Allah bukan karena prediket, harta
dan kekayaannya. Sehingga kehidupan kita selalu mendapatkan loindungan Allah
Swt.
3. Al-Khaliq
a.
Arti dan
makna Al-Khaliq
Kata Al-Khaliq beasal dari kata
“Kholaqa”, yang artinya adalah menciptakan dari yang tiada menjadi ada. Adapun
pengertian Al-Khaliq yang lain adalah Maha pencipta, mengadakan seluruh makhluk
tanpa asal, juga yang menakdirkan adanya semua itu.[11]
Dari kata Khalaqa itu di palingkan menjadi Khaliqu dapat pula di artikan dengan
pencipta, pembuat dari pertama.
1)
Allah maha
menciptakan segala makhluk di alam semesta ini. Seorang mukmin hendaklah
menanamkan suatu keyakinan dalam hatinya bahwa segala sesuatu yang terjadi di
alam ini adalah ciptaan Allah karena Allah bukan di ciptakan oleh yang lain.
Makhluk hanya merubah dari bahan yang telah ada kepada bentuk yang lain. Jadi,
makhluk hanya merubah bentuk dari satu bentuk kepada bentuk yang lain bukan
menciptakan dari semula, kerena yang di katakana pencipta itu adalah Khaliqu
Minal Adami artinya menciptakan dari benda yang tidak ada.
2)
Allah maha
menakdirkan (memberi ukuran) kepada seluruh makhluk yang di ciptakannya.
Keyakinan ini mesti di tanam di dalam hati mukmin karena dengan keyakinan
tersebut seseorang akan menerima dengan senang hati apa saja yang terjadi pada
dirinya karena itu adalah kehendak Allah. Apa saja yang terjadi di alam ini
semata-mata hanya kehendak Allah. Daun kayu yang kering tidak akan jatuh karena
angina kencang bila tidak karena takdir Allah.
b.
Implementasinya
dalam kehidupan
Dalam kehidupan moderen
sperti sekarang ini, manusia dituntut untuk selalu berinovasi. Artinya disini
manusia harus senantuiasa membuat suatu perubahan dan pembaharuan untuk
perkembangan arus globalisasi. Dalam melakukan inovasi-iivasi ini, manusia mengembangkan
dari apa yang telah ditemukan dan dibuat oleh orang-orang sebelumnya.
Dalam penemuan-penemuan
ini, telah banyak yang manusia ciptakan untuk melakukan sebuah inovasi. Ciptaan
manusia hanyalah sebatas membuat sesuatu yang memeng telah ada dan dari yang
ada itu dengan kreatifitasnya dirubah menjadi sesuatu yang lain. Berbeda
kapasitasnya dengan ciptaan Allah sebagai sang Khaliq yang memenga menciptakan
ari yag tidak ada menjadi ada.Jadi dengan senantiasa kita belajar sehingga
mampu membuat suatu perubahan ataupun penemuan, maka ini sudah merupakan bentuk
pengimplementasian dari asma Allah Al-Khaliq.
c.
Hikmah Al-Khaliq
Adapun hikmah atau manfaat
yang dapat diambil dari asma Allah Al-Khaliq adalah sebagai berikut:
1)
Dapat menghindarkan diri seseorang dari sifat sombong dan angkuh
bilamana dia berhasil melakukan perbuatannya. Keberhasilan seseorang dalam
suatu pekerjaan sering membuatkan seseorang angkuh dan merasa dirinya lebih
baik dari orang lain. Akibat sifat yang demikian membuatkan seseorang kurang
manghargai orang lain dan selalu mengecilkan orang bahkan sampai menolak
kebenaran yang datanmg dari orang lain.
2)
Menimbulkan
ketenangan di dalam hati seseorang mukmin bila dia tidak berhasil dalam segala
rencananya sehingga ia selalu berserah diri kepada Allah. Mentakdirkan apa yang
di usahakannya serta mampu pu;a untuk mengambil hikmah atas ketidak
berhasilannya itu.
3)
Mendorong
seseorang untuk lebih meningkatkan keImanan kepada Allah karena ia pasti
meyakini apapun yang di lakukannya hanya sekedar usaha bukan mutlak untuk memberikan
keberhasilan atas segala usahanya sehingga sifat demikian akan mendoropng dia
selalu meningkatkan hubungannya dengan Allah.
4. Al-Ghaffar
a.
Arti
Al-Ghaffar
Kata Al-Ghaffar berasal dari kata
Ghaffaro yang berarti menutup. Dari arti ini dapat di perluas bahwa Allah itu
menutupi segala dosa-dosa kesalahahan hambanya dan menyembunyikannya dalam
pandangan mata-mata Makhluknya. Sehingga tidak ada kita yang dapat mengetahui
siapa yang berbuat dosa dan siapa yang tidak berbuat dosa. Asma Allah ini dapat
kita lihat kenyataannya di tengah-tengah masyarakat kita, berapa banyak manusia
saat ini yang malakukan dosa tetapi Allah tidak memperlihatkannya pada hambanya
yang lain.
Kata Al-Ghaffar dalam Al-Qur’an
Surat Thaha ayat 82 yang artinya “sesungguhnya
Tuhanmu sangat luas Maghfirahnya” kemudian ada lagi dalam hadits Kutsi
disebutkan hai hambaku meskipun dosamu sebanyak awan di langit bilamana kamu
bertaubat kepadaku Ku ampuni kamu sebanyak awan di langit pula.
Berdasarkan ayat-ayat dan hadits
kursi di atas, jelas bahwa bagi kita bahwa Allah itu memiliki Asma dan sifat
Menutupi kesalahan dan dosa hambanya, tidak saja di dunia ini bahkan juga di
akhirat. Untuk itu manusia tidak boleh berputus asa bila telah terlanjur
melakukan kesalahan yang dapat menganiaya diri sendiri. Asalkan manusia itu mau
menyesali segala kebaikannya, maka Allah dengan Asma’ nya Al-Ghaffar itu akan
menghilangkan kesalahan manusia itu sendiri. Untuk itu hendaklah manusia itu
setiap hari berusaha untuk mencari keampunan Allah itu dengan bertobat dan
menyesali dosa-dosa masa lalu.
Adapun pintu-pintu Keampunan
Allah itu sangat luas sekali:
1)
Dengan
bertobat dan minta ampun
2)
Dengan
memasyarakatkan kalimat istighfar
3)
Dengan
melaksanakan Ibadah seperti sholat wajib, shalat sunnat Tahajjud, Tasbih. Puasa
wajib dan sunah, haji, thawaf, sa’I, dan wukuf di arafah.
4)
Membaca
Al-Qur’an
5)
Bersilaturrami
6)
Meramaikan
Masjid dan lain sebagainya.
b.
Implementasinya
dalam kehidupan
Allah memperkenalkan Asma’nya
Al-Ghaffar kepada hambanya mempunyai beberapa harapan, yaitu agar manusia
berusaha membersihkan dirinya dari berbagai kesalahan dengan mengikuti
jalan-jalan Allah, sehingga manusia itu tidak ;larut dalam dosa dan perbuatan
maksiatr, karena bagaimanapun perbuatan yang di larang oleh Allah itu akan
mengganggu kebahagiaan dan ketenangan manusia bahkan akan merusak hubungan
manusia terhadap sesamanya. Perhatikan daerah reformasi saat ini. Sangat sulit
sekali orang yang mengakui kesalahannya kepada Allah. Akibat perbuatan zalimnya
itu manusia itu sendirinya yang menanggung resikonya.
c.
Hikmah Al-Ghaffar
Adapun hikmah atau manfaat
yang dapat diambil dari asma Allah Al-Ghaffar adalah sebagai berikut:
1). Dengan memaknai asma
Allah Al-Ghaffar, kita akan senantiasa
menjadi orang yang pemaaf. Karena Allah saja yang maha segala-galanya mau
mengampuni dosa hambanya, apalagi kita yang kapasitasnya sebagai hamba Allah
masa tidak mau memafkan kesalahan sesama kita.
2). Sebagai manusia kita akan selalu menyadari
bahwa manusia ini merupakan tempat salah dan khilaf, sehingga tidak akan merasa
bahwa diri kita selalu benar dan merasa egois.
5. Al-Wahab
a.
Arti
Al-Wahab
Al-Wahab terambil dari kata
“Wahaba” yang artinya “memberi”. Kalu dipalingkan kepada kata Wahab dapat pula
diartikan dengan orang yang memberikan sesuatu kepada orang lain. Bila
diberikan kepada Allah Maha Pemberi sesuatu kepada hambanya tanpa imbalan. Kita
mesti menanamkan suatu keyakinan hati, bahwa Allah telah memberikan segala
sesuatu yang menjadi kebutuhan kita dalam hidup ini tanpa manusia itu
memintanya.
Bila semuanya yang dinikmati oleh
manusia itu diminta Allah bayarannya kemungkinan manusia tidak untuk
membayarnya. Bila dihitung pemberian Allah kepada manusia, tidak mampu manusia
itu menghitungnya. Untuk itulah manusia agar mensyukuri nikmat yang ada dengan
cara mematuhi perintahnya dan menggunakan pemberian itu untuk berbuat baik dan
mnedekatkan diri kepada Allah. Didalam Al-Qur’an Allah berfirman, ddalam Surat
Ibrahim ayat 8 yang artinya” demi jika
kamu pandai mensyukuri nikmat Ku, maka akan aku tambah nikamatKu itu kepadamu.
Tetapi bila kamu kufur terhadap nikmatKu,
maka awas azabKu sangat bersangatan”.
b.
Implementasinya
dalam kehidupan
Dalam Al-Qur’an, asma ini disebut
oleh Allah 3 kali semuanya itu merupakan sifat Allah. Hal itu dapat dibaca
dalam Surat Shad ayat 9. Dengan mengimani Allah yang memiliki sifat Asma Wahab
ini diharapkan manusia dapat merealisasikan asma Allah ini dalam kehidupan
manusia. Agar terwujudnya hubungan yang harmonis antara sesama manusia
diharapkan manusia itu mampu meneladani asma Allah ini. Salah satu bentuk
implementasi dalam kehidupan adalah dengan senantiasa berbagi, saling
tolong-menolong dalam kebaikan serta bersedekah.
c.
Hikmah Al-Wahab
Adapun hikmah dari
pengaplikasian sifat Allah As-Wahab ini adalah akan tercipta uasana masyarakat
yang saling peduli, rukun, harmonis, aman, damai dan tentram. Selain itu akan
menghilangkan sifat pelit dan kikir dari dalam diri manusia.
6. Al-Fattah
a.
Arti dan
Makna Al-Fattah
Al-Fattah berasal dari akar kata “Fataha”, yang artinya
adalah membuka. Bila dipalingkan menjadi asma Allah, akhirnya menjadi Al-Fattah
yang artinya Allah Maha Pembuka. Jadi dari arti yang demikian dipertegas
sebagai berikut:
1)
Allah Maha
Pembuka pintu-pintu rezeki buat hambaNya. Maka ini mesti menjadi keyakinan yang
utuh dalam hati kita, agar timbul dorongan untuk berusaha mencari rezeki yang
disediakan Allah untuk manusia dan selalu merasa optimis bahwa rezeki itu telah
disediakan Allah untuk manusia, kewajiban manusia adalah berusaha dan berdo’a
untuk mudahnya rezeki itu. Keyakinan ini dapat dilihat dari firman Allah surat
Al-A’raf ayat 96 yang artinya “Sekiranya
penduduk suatu negeri beriman dan bertaqwa kepada kami, akan kami bukakan pintu
keberkatan dari langit dan bumi. Akan tetapi mereka mendustakan kami, lalu kami
siksa mereka disebabkan usahanya itu”.
2)
Allah Maha
membuka pintu-pintu rahmatNya kepada hambaNya. Artinya Allah itu selalu membuka
pintu pintu kasih sayangnya kepada hamba-hambaNya.
3)
Allah Maha
Pembuka pintu hambaNya untuk selalu memerima kebenaran Allah selalu membuka
pintu hati hambaNya yang beriman untuk selalu menerima hidayahNya sehingga
manusia itu selalu berada pada jalan yang benar.
b.
Hikmah
beriman kepada asma Al-Fattah
1)
Akan
mendorong kita untuk selalu mengaharapkan rahmat Allah dan hidayahnya karenak
ita sadar apapun yang kita lakukan, bagi kia hanya sekedar berusaha namun
ketentuan akhirnya adalah Allah Swt.
2)
Mendorong
seseorang untuk selalu bermurah hati dalam menginfakkan harta dan kekayaannya
kepada orang yang membutuhkannya baik dalam bentuk zakat, infak dan sedekah dan
lain sebagainya.
3)
Mendidik
manusia untuk ridho dan bersifat qona’ah dalam kehidupannya sehingga terhindar
dari sifat tamak dan serakah.
7. Al- ‘Adl
a.
Arti dan
Makna Al-‘Adl
Kata Al-‘Adl berasal dari kata “adala”, yang artinya adalah
lurus dan sama. Seorang yang adil adalah orang yang berjalan lurus dan sikapnya
selalu menggunakan ukuran yang sama. Ada juga yang mengatakan bahwa adala itu
adalah memberikan hak orang. Dan adapula yang mengartikan adil itu adalah
memberikan kepada pemilik hak-haknya. Kalau dipalingkan kepada asma’ Allah,
maka Al-‘Adl dapat pula berarti:
1)
Allah itu
Maha Adil dalam memutusakan perkara. Artinya Allah itu menghukum seseorang itu
dengan hukuman yang adil, suci dari sifat aniaya.
2)
Allah itu
Maha adil artinya Allah itu akan melakukan janji-janjinya kepada hambaNya.
3)
Allah Maha
adil artinya Allah itu memandang hambaNya sama disisiNya.
b.
Implementasinya
dalam kehidupan
Asma’ Allah ini kita yakini bukan sekedar keimanan yang
tersimpan didalam hati kita akan tetapi akan lebih berpengaruh bila dapat
tercermin dalam perilaku kehidupan sehari-hari. Mulai dari kehidupan di rumah
tangga sampai kedalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Islam sangat menekankan sekali akan sifat adil ini untuk
menghiasi sifat dan kepribadian kita karena sikap adil ini akan memberikan
kebahagiaan dalam kehidupan umat manusia bahkan adil itu akan menghantarkan
manusia kepintu kesejahteraan dan kemakmuran. Hal ini dapat dilihat dari firman
Allah Surat An-Nisa yang arttinya: “Sesungguhnya
Allah menyuruh kamu menunaikan amanah kepada ahlinya, dan bila melakukan
hukuman/memutuskan perkara, maka putuskanlah dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberikan pelajaran yang sebaik-baiknya terhadap kamu”.
c.
Hikmah
beriman kepada Allah bersifat Adl
1)
Memberikan
dorongan agar kita dapat menegakkan keadilan, baik dalam menghukum, melayani
orang, bersikap dan berbuat.
2)
Berhati-hati
dalam memutuskan perkara terhadap orang lain, jangan berat sebelah dalam
menghukum agar diri selamat.
3)
Menimbulkan kesabaran
bila diperlakukan orang dengan tidak adil karena kita yakin keadilan itu hanya
ada disisi Allah.
4)
Mewujudkan
kebahagiaan dalam kehidupan bila keadilan itu dapat ditegakkan.
8. Al- Qayyum
a.
Arti dan
Makna Al-Qayyum
Kata Al-Qayyum berasal dari kata Qawana’ yang artinya tegak
lurus, berdiri sendiri. Dari arti ini bila diberikan kepada Allah, maka menjadi
Al-Qayyum yang artinya:
1)
Allah Maha
berdiri sendiri tak memerlukan makhluk.
Dalam keyakinan kita mesti tertanam bahwa Allah itu berdiri
sendiri dan tidak memerlukan apa saja dari makhlukNya. Akan tetapi hamba yang
memerlukan banyak hajat kepada Allah. Untuk manusia adalah makhluk yang lemah
sangat memerlukan pertolongan orang lain dalam kebutuhannya. Karena itu orang
harus sadar bahwa dirinya bagian dari msayarakat dan perlu dengan masyarakat.
2)
Allah menanmkan
sifat pendirian yang tabah dari hambaNya.
Pendirian yang teguh dalam istilah arab disebut istiqomah
merupakan rahmat dari Allah Swt. Karena itu seseorang hendaklah selalu
meningkatkan iman, agar melahirkan sifat istiqomah (pendirian tabah/teguh).
Melalui sifat inilah kehidupan itu akan tentram, jiwa akan tenang dan merupaka
dasar untuk meraih keberhasilan.
b.
Implementasinya
dalam Kehidupan dan Hikmahnya
Keyakinan akan asma’ ini akan menyadarkan bahwa hanya
Allahlah yang dapat berbuat dengan sendirinya dan manusia selalu mengharapkan
bantuan orang lain. Sehingga dalam penerapannya manusia
harus menyadari bahwa dirinya merupakan makhluk sosial yang membutuhkan orang
lain. Jadi bentu pengaplikasiannya dapat berupa silaturrahmi, kerja bakti,
menghadiri rapat atau undangan tetangga dan lain sebaginya yang berupa bentuk
kepedulian sosial.
Oleh karena itu jangan pula kita kikir
memberikan bantuan kepada orang lain. Bila diperlukan asma ini sangat
berguna sekali dalam mengantisipasi dampak yang ditimbulkan, oleh kehidupan
modern yaitu sifat egois dan individualis. Kedua sifat ini akan merusak
hubungan antara manusia dengan sesamanya. Untuk itu rasa social perlu dipupuk
dalam hidup bermasyarakat.
9. Al-Hadi
a.
Arti dan
Makna Al-Hadi
Kata Al-Hadi berasal dari kata had’ya, yang artinya
petunjuk. Asma’ ini bila dipakaikan kepada Allah maka artinya:
1)
Allah Maha
pemberi petunjuk kepada manusia
Seorang muslim mesti meyakini bahwa yang dapat memberi
petunjuk adalah Allah Swt. Oleh karena itu agar jangan kita tersesat, mohonlah
kepada Allah memberi petunjuk tidak ada yang dapat menyesatkan kita. Begitu
juga sebaliknya.
2)
Allah Maha
pemilik petunjuk
Bagaimanapun kita memberi nasehat, tidak akan sukses kalau
Allah tidak memberi hidayah kepada manusia. Karena itu kita yakin bahwa hidayah
itu dari Allah. Untuk itu hendaklah manusia berusaha untuk memperolehnya.
b.
Implementasinya
dalam kehidupan dan Hikmahnya
Asma ini bila diimani akan mempengaruhi sikap hidup kita,
dimana akan selalu mendororng manusia mencari hidayah Allah. Hidayah Allah
hendaklah dicari oleh manusia dengan modal ilmu dan iman. Bila iman tipis dan
amal ibadah tak tekun, ilmu agama taka a maka bagaimana Allah akan memberinya
kepada manusia. Jadi jalan untuk datang hidayah itu mesti diusahakan dan Allah
akan memberinya.
Apabila manusia yakin bahwa petunjuk dari Allah adalah
hidayah yang hakiki maka akan mendorong orang untuk mengamalkan ajaran Allah
dengan konsisten dan utuh(secara kaffah). Tidak ada petunjuk yang dapat mengantar manusia kejalan keselamatan
kecuali hidayah dari Allah.
Hendaknya manusia mengaktualisasikan dalam hidup ini yaitu
dengan cara memberi nasehat terhadap sesama tanpa pamrih. Bimbingan yang kita berikan
kepada manusia akan mendatangkan rahmat Allah.
10. As-Shabur
a.
Arti dan
Makna As-Shabur
Kata As-Shabur berasal dari kata “Shabara” yang artinya
menahan sabar, tidak tergesa-gesa. Dari arti demikian Asma’ As-Shabur dapat
berarti:
1)
Allah Maha
Penyabar
Kita meyakini bahwa Allah itu Maha sabar. Hal ini dapat
dilihat hukuman dan siksaan yang diberikan Allah kepada manusia tidak secara
langsung tetapi Allah beri kesempatan manusia untuk bertobat memperbaiki
dirinya sampai ajal menjemputnya.
2)
Allah Maha
menahan kesabaran bagi hambaNya
Allah akan menanamkan kedalam diri hambaNya kesabaran kalau
memang manusia itu mempunyai iman yang kuat.
b.
Implementasinya
dalam kehidupan dan Hikmahnya
Dalam mengimplementasikan sifat sabar
ini dibutuhkan keteguhan hati dan niat untuk bersabar ini. Karena penerapan
sifat sabar itu tidak semudah apa yang kita utarakan. Pengimplementasiannya
dapat dimulai dari hal-hal yang terkecil seperti menerapkan budaya antri,
menerima kritikan orang dengan lapang dada dan lain-lain. Yang terpenting dari
penerapannya adalah kemampuan kita ntuk menahan diri dari segala keadaan yang
menyulitkan atau tidak mengenakkan.
Dengan mengimanni asma’ Allah ini seseorang diharapkan agar
hatinya diberi kesabaran yang tinggi oleh Allah Swt. Kesabaran adalah senjata
yang paling ampuh dalam menghadapi
perjuangan bahakan kunci untuk suksesnya perjuangan. Perjuangan
kesabaran akan selalu menimbulkan semangat yang tinggi dan mendorong seseorang
untuk bekerja dengan tekun, rajin, dan berorientasi ke masa depan.
C. Kesimpulan
Jalan lain dalam mencapai
ma’rifat kepada Allah SWT itu ialah dengan memahami nama-nama Allah yang baik
serta sifat-sifatNya yang luhur dan tinggi. Jadi nama-nama dan sifat-sifat
itulah yang merupakan perantara yang digunakan oleh Allah agar makhluk Nya itu
dapat berma’rifat padaNya. Inilah yang dapat dianggap sebagai saluran dari hati
manusia dapat mengenal Allah secara spontan. Dan itu pula yang dapat
menggerakkan cara penemuan yang hakiki dan membuka alam yang sangat luas
terhadap kerohanian guna menyaksikan cahaya Allah.
Dengan adanya sifat Allah dalam
Asmaul Husna ini, kita sebagai umat manusia hendaknya memahami, mengikuti,
serta mencerminkannya didalam kehidupan sehari sebab apabila kita melakukannya
dengan sungguh, insyaallah hidup kita baik didunia maupun diakhirat akan
tentram selamanya.
[1]
Zakiah
Daradjat, dkk., 1984, Dasar-dasar Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang,
h. 82
[2] Kitab Tauhid
1,2,dan 3.
[3] Hamka, 1978, Pelajaran
Agama Islam, Jakarta: Bulan Bintang, h. 100
[4]Ali Abri, 2005, Aktualisasi Asmaul Husna dalam Kehidupan, Pekanbaru: Al- Ittihad
Rumbai, h. 20
[5] Ibid. h. 21
[6]M. Ali Hasan, 2003, Memahami dan
Meneladani ASMAUL HUSNA, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, h. 74
[7]Ali Abri, op. cit, h. 23
[8]
Abdurrahman
Hanabakah, 1998, Pokok-pokok Akidah Islam, Jakarta: Gema Insani, h. 117
[9]Sayid Sabiq, 1991, Aqidah Islam, Bandung: CV. DIPONEGORO, h.
41
[10]M. Ali Hasan, Op. cit., h. 80
Choose EmoticonEmoticon