PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Pentingnya
pendidikan bagi anak usia dini didasarkan adanya berbagai hasil penelitian yang
menyebutkan bahwa masa usia dini merupakan periode kritis dalam perkembangan
anak. Berdasarkan kajian neurologi pada saat lahir otak bayi berkembang sangat
pesat dengan menghasilkan bertrilyun-trilyun sambungan antar neuron yang banyak
melebihi kebutuhan. Sambungan ini harus diperkuat melalui berbagai rangsangan
psikososial, karena sambungan yang tidak diperkuat dan mengalami antrofi (penyusutan)
dan musnah.
Fungsi pendidikan bagi anak usia dini tidak
hanya sekedar memberikan berbagai pengalaman belajar seperti pendidikan pada
orang dewasa, tetapi juga berfungsi mengoptimalkan perkembangankapabilitas
kecerdasannya. Pendidikan di sini hendaknya diartikan secara luas, mencakup
seluruh proses stimulasi psikososial yang tidak terbatas pada proses
pembelajaran yang dilakukan secara klasikal. Artinya pendidikan dapat berlangsung dimana saja dan kapan saja, baik yang
dilakukan sendiri dilingkungan keluarga maupun oleh lembaga pendidikan di luar
lingkungan keluarga.
Pembelajaran harus dilakukan secara
menyenangkan yaitu melalui bermain. Kesenangan yang dipereoleh melalui bermain
memungkinkan anak belajar tanpa tekanan, sehingga disamping motoriknya,
kecerdasan anak (kecerdasan kognitif, sosial-emosional, spritiual dan
kecerdasan lainnya) akan berkembang optimal. Lebih penting lagi, dampak dari
jenuh belajarrr berupa semakin menurunnya prestasi anak dikelas-kelas yang
lebih tinggi dapat dihindari.Pembelajaran yang menyenangkan merupakan
pembelajaran yang berpusat anak, dimana anak mendapatkan pengalaman nyata yang
bermakna bagi kehidupan selanjutnya. Pada gilirannya melalui pendidikan anak
usia dini yang pembelajarannya dilakukan secara menyenengkan akan membentuk
manusia-manusia Indonesia yang siap menghadapi berbagai tantangan.
Waktu : 12
Januari 2012
Komentar :
“ Saya sangat setuju dengan pendapat di atas, bahwa pendidikan anak usia
dini ini lebih banyak terdapat pada saat anak-anak bermain dengan sesamanya.
Dalam kondisi ini anak-anak tidak merasa tertekan, mereka bebas mengekspresikan
apa yang ada dalam pikiran mereka, tetapi perlu ditekankan bahwa mereka tetap
dibina dan di bimbing oleh guru mereka agar tidak terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan”.
PENTINGNYA PAUD
Hasil penelitian
Herawati (2002) di Bogor menemukan bahwa dari 265 keluarga yang diteliti, hanya
terdapat 15% yang mengetahui program BKB. Faktor penentu lain dari kurang
memasyarakatnya program BKB adalah rendahnya tingkat partisipasi orang tua.
Kemudian pada tahun 2001, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan
Luar Sekolah dan Pemuda mengeluarkan program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini).
Namun keberadaan program tersebut sampai saat ini belum menjangkau tingkat
pedesaan secara merata, sehingga belum dapat diakses langsung oleh masyarakat.
Keberhasilan anak usia dini merupakan landasan bagi keberhasilan pendidikan
pada jenjang berikutnya. Usia dini merupakan “usia emas” bagi seseorang,
artinya bila seseorang pada masa itu mendapat pendidikan yang tepat, maka ia
memperoleh kesiapan belajar yang baik yang merupakan salah satu kunci utama
bagi keberhasilan belajarnya pada jenjang berikutnya. Kesadaran akan pentingnya
PAUD cukup tinggi di negara maju, sedangkan di Indonesia baru berlangsung pada
10 tahun yang lalu, dan hingga pada saat ini belum banyak disadari masyarakat
begitu juga praktisi pendidikan.
Saat ini pengembangan PAUD di Indonesia telah
menimbulkan dilema, upaya untuk dapat memberikan pelayanan PAUD kepada setiap
anak yang ada di Indonesia, akan tetapi banyak hal yang tidak dapat dipenuhi dengan
semestinya. Dan ini bisa menyebabkan perkembangan anak yang tidak optimal
sesuai dengan keinginan yang dituju, malah akan lebih membahayakan bila tidak
ditangani secara cepat dan tepat karena semua ini berhubungan persiapan segenap
potensi yang ada guna dapat membangun seorang insan manusia dalam mengarungi
kehidupannya kelak.
Waktu : 24 Juli 2012
Komentar :
“ Pengembangan PAUD di Indonesia
harus mendapat tanggapan yang serius dari pemerintah, agar perkembangan
kompetensi anak usia dini ini tidak terhambat dan tidal selalu mengalami
kondisi yang memperhatinkan terhadap perkembangan mereka kedepanya. Diharapkan
dengan adanya program-program yang dicanangkan oleh pemerintah kita pada saat
ini, bisa memperbaiki kondisi pendidikan dan perkembangan pada arah yang baik”
PENDIDIKAN ANAK
LUAR BIASA
Surabaya,
Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Jurusan Teknik Geomatika,
meluncurkan Ensiklopedia Braille geografi Indonesia untuk penyandang Tunanetra
di Yayasan Pendidikan Anak Buta (YPAB) Gebang Putih, Surabaya. Acara yang
diselenggarakan hari sabtu, 6 Mei 2012 ini dilaksanakan dalam rangka peluncuran
Ensiklopedia Braille Geografi Indonesia yang terkait dengan Program Kreatifitas
Mahasiswa dalam bidang pengabdian masyarakat yang diadakan oleh DIKTI.
Ensiklopedia Braille Geografi Indonesia ini merupakan
suatu gebrakan dalam dunia pendidikan bagi penyandang tunanetra untuk lebih
memahami Geografi Indonesia itu sendiri. Pada dasarnya, ensiklopedia ini memuat
materi yang sama dengan pengetahuan geografi pada umumnya, hanya saja pada
ensiklopedia ini semua materi dihadirkan dalam bentuk point-point yang
lebih mudah dipahami oleh penyandang tunanetra.
TidakhanyaEnsiklopedia Braille yang
dihadirkan, tetapijuga CD yang
memuatisiensiklopediatersebutuntukmemudahkanpembacaannya, sertapetatimbul
Indonesia yang dikemasdalambentukpuzzle di dalambox yang
memuatdelapantematerkaitdengantema di
dalamEnsiklopediatersebutsehinggapenyandangtunanetradapatbermainsambilbelajarmemahamiGeografi
Indonesia.
Kelompok yang beranggotakanRizkiIndra, Hana Sugiastu, AldilaDea, Regina Vera,
sertaIrsyadDiraqiniberharapkedepannya, Ensiklopedia Braille
tersebutdapatbermanfaatdalammeningkatkanpemahamanakankondisiGeografi Indonesia,
khususnyabagipenyandangTunanetra di seluruh Indonesia.
WaktU : 14 Mei 2012
Komentar :
” Saya sangat setuju dengan
adanya program-progarm ini, salah satunya adalah ensiklope braille, instrumen ini sangat membantu teman-teman kita
yang menderita tunanetra khususnya dalam mendalami ilmu mereka tentang keadaan
negara tercinta mereka dan tidak ketinggalan informasi dari saudara-saudara
mereka yang memiliki kesempurnaan dibanding mereka”.
Pengajaran Bahasa Bagi Anak Tuna Grahita
Public
Law 101‑476, the Individuals with Disabilities Education Act (IDEA -
undang-undang pendidikan penyandang cacat Amerika Serikat) tahun 1990
mendefinisikan ketunagrahitaan (mental retardation) sebagai berikut:
ketunagrahitaan adalah kondisi kemampuan intelektual secara umum di bawah
rata-rata, yang disertai dengan defisit dalam perilaku adaptif, dan terjadi
dalam masa perkembangan, yang berpengaruh besar terhadap kinerja pendidikan
anak.
Berdasarkan skor
IQ-nya, American Association on Mental Defficiency (AAMD) mengklasifikasikan
ketunagrahitaan ke dalam empat tingkatan, yaitu:
a. Tunagrahita
ringan (mild mental retardation) (IQ 68‑52, MA 8,3‑10,9 tahun
b. Tunagrahita
sedang (moderate mental retardation) (IQ 51‑36, MA 5,7‑8,2 tahun)
c. Tunagrahita berat (severe mental retardation) (IQ 35‑20, MA 3,2‑5,6 tahun)
d. Tunagrahita parah (profound mental retardation) (IQ 19 atau lebih rendah)
c. Tunagrahita berat (severe mental retardation) (IQ 35‑20, MA 3,2‑5,6 tahun)
d. Tunagrahita parah (profound mental retardation) (IQ 19 atau lebih rendah)
Berikut ini
adalah beberapa generalisasi yang dapat dibuat tentang kinerja anak tunagrahita
dibanding anak normal dengan MA yang setara (Engalls, 1978):
a. Anak
tunagrahita ketinggalan oleh anak nontunagrahita dalam perkembangan bahasanya,
meskipun cara perolehannya sama
b. Anak
tunagrahita menunjukkan defisiensi tertentu dalam penggunaan konstruksi gramatik
tertentu dalam berbahasa.
c. Anak tunagrahita cenderung kurang
menggunakan komunikasi verbal, strategi penghafalan, serta proses-proses
kontrol lainnya yang memudahkan belajar dan mengingat.
d. Anak
tunagrahita mengalami kesulitan dalam tugas-tugas belajar dan hafalan yang
melibatkan konsep-konsep abstrak dan kompleks, tetapi relatif kurang mengalami
kesulitan dalam belajar asosiasi hafalan sederhana.
Waktu :27
Agustus 2012
Komentar : “Berbicara tentang tuna grahita
memang tak akan lepas dari sebuah perbandingan antara kekurangan dan kelebihan
yang ada pada anak yang normal ataupun anak yang menyandang tuna grahita itu
sendiri. Dengan berpikir singkat saja
sudah jelas bahwa anak yang menyandang tuna grahita memiliki lebih banyak
kekurangan dibanding anak yang normal. Detail permasalahannya adalah apakah
anak yang menyandang tuna grahita tersebut dapat menjadi normal dengan adanya
pendidikan yang setara dengan anak yang normal? Menurut hemat saya, yang perlu
dilakukan adalah mendidik sedini mungkin anak-anak tersebut dengan
metode-metode psikologi khusus, misalnya dengan pembelajaran berbentuk
permainan yang di dalamnya dapat menuntut nalar atau cara berpikir anak, karena
sejauh yang saya ketahui bahwa anak-anak cenderung menyukai permainan atau
game”
PENDIDIKAN INKLUSI
Best Practice Pendidikan Inklusi
Propinsi
Anhui di Cina merupakan contoh yang baik untuk kebijakan pemerintah yang
memfasilitasi inklusi. Anhui adalah satu propinsi yang miskin dengan penduduk
56 juta orang, dan untuk mencapai pendidikan untuk semua, mereka mengakui bahwa
anak-anak spenyandang cacat perlu diinklusikan. Pendidikan usia dini sudah
diprioritaskan dan sistem pendidikan taman kanak-kanak berkembang dengan pesat,
dan banyak di antaranya mempunyai lebih dari seribu orang siswa. Program
perintis yang difokuskan pada reformasi pendidikan merupakan sistem yang sangat
formal; anakanak usia tiga tahun sudah diajarkan untuk duduk rapi, dan sering
kali jam pelajarannya panjang.
Pada
awal tahun 1990-an, Laos mengalami reformasi sistem pendidikannya dengan
memperkenalkan metode pengajaran yang aktif dan terfokus pada diri anak untuk
meningkatkan kualitas tetapi biayanya tetap rendah, dalam upayanya untuk
mendidik semua anak. Memberikan pendidikan kepada anak penyandang cacat
merupakan bagian dari tujuan PUS tingkat nasional, dan program perintis
pendidikan inklusi berhasil karena sepenuhnya dikaitkan dengan reformasi
sistem.
“Reformasi metodologi mengajar dan
pendidikan guru, disertai dengan kurikulum yang relevan… telah melancarkan
jalan bagi integrasi.”
“Laos tidak memiliki sekolah
khusus untuk anak penyandang cacat yang merupakan keuntungan yang sangat besar
bagi Kementrian Pendidikan karena dengan demikian dapat membangun sistem yang
menjangkau semua anak.” “Pengalaman Program pendidikan inklusi di Laos telah
menunjukkan bahwa dengan perencanaan yang seksama, implementasi, monitoring dan
dukungan yang tepat, dan dengan menggunakan semua sumber yang ada, dua tujuan
sekaligus, yaitu meningkatkan kualitas pendidikan untuk semua dan
mengintegrasikan anak penyandang cacat, dapat berjalan selaras.
Waktu :
10 Desember2008
Komentar :
“ Perkembangan sistem pendidikan yang sudah sangat maju seperti di Cina
dan negara-negara lainya, haruslah menjadi motor penggerak bagi pemerintah
Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikan Indonesia. Saya yakin Indonesia
bisa maju dan bangkit memperbaiki sistem pendidikanya karena bangsa Indonesia
memiliki potensi lebih untuk melakukan itu”
Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas)
meluncurkan tiga tulkit pendidikan inklusif. Perangkat dalam bentuk buku ini
digunakan sebagai panduan untuk mengembangkan lingkungan inklusif ramah
terhadap pembelajaran. Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus
Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemdiknas, Mudjito
menyampaikan, tulkit ini merupakan pelengkap dari panduan sebelumnya.
Diadaptasi dari UNESCO, buku ini telah diterapkan di berbagai negara.
Mudjito menyebutkan, buku pertama berjudul Disiplin Positif dalam Kelas Inklusif Ramah Pembelajaran-Panduan bagi Pendidik berisi cara mendisiplinkan anak, mengatasi kekerasan fisik dan verbal, serta pendidikan karakter. Adapun buku kedua berjudul Saran Praktis Pembelajaran Kelas Besar -Panduan bagi Pendidik.Kemudian, buku ketiga berjudul Mengajar Anak-Anak dengan Disabilitas dalam Seting Inklusif.
Mudjito menyebutkan, buku pertama berjudul Disiplin Positif dalam Kelas Inklusif Ramah Pembelajaran-Panduan bagi Pendidik berisi cara mendisiplinkan anak, mengatasi kekerasan fisik dan verbal, serta pendidikan karakter. Adapun buku kedua berjudul Saran Praktis Pembelajaran Kelas Besar -Panduan bagi Pendidik.Kemudian, buku ketiga berjudul Mengajar Anak-Anak dengan Disabilitas dalam Seting Inklusif.
Buku ketiga ini merupakan elaborasi sesuai jenis
kebutuhan pada anak, sehingga guru umum mendapatkan pengetahuan bagaimana
memperlakukan keragaman individu anak.
Anak berkebutuhan khusus mempunyai dua layanan mendasar. Layanan itu untuk mengatasi kecacatan mereka dan standar yang sama dalam alat pembelajaran dengan anak normal seperti baca, tulis, hitung, dan melek komputer
Anak berkebutuhan khusus mempunyai dua layanan mendasar. Layanan itu untuk mengatasi kecacatan mereka dan standar yang sama dalam alat pembelajaran dengan anak normal seperti baca, tulis, hitung, dan melek komputer
Berdasarkan data Direktorat Pembinaan Pendidikan
Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar saat ini ada 1.600 lebih sekolah
dasar (SD) dan 300 lebih sekolah menengah pertama (SMP) yang menyelenggarakan
program pendidikan inklusif melayani 30 ribu anak berkebutuhan khusus.
Sementara jumlah sekolah luar biasa SD dan SMP negeri sebanyak 516 sekolah,
sedangkan SD dan SMP swasta sebanyak 2.113 sekolah. Sejak delapan tahun
terakhir pendidikan inklusif telah menjadi solusi alternatif mewujudkan
pendidikan untuk semua (education for all). (cha/jpnn)
Waktu :10 Agustus 2011
Komentar :
“ Saya ikut merasa senang dengan hadirnya program yang di pelopori
KEMENDIKNAS, ini merupakan suatu genjatan baru dalam mengembangkan dunia
pendidikan, khususnya pendidikan bagi anak yang berkebutuhan khusus. Semoga
dengan adanya program ini saudara-saudara kita terbantu dalam pendidikan
mereka. Amiin,,”
PENDIDIKAN SEKS
Mengajarkan Pendidikan Seks
pada Anak
Membahas masalah
seks pada anak memang tidak mudah. Namun, mengajarkan pendidikan seks pada anak
harus diberikan agar anak tidak salah melangkah dalam hidupnya.Menurut Dr Rose
Mini AP, M Psi seorang psikolog pendidikan, seks bagi anak wajib diberikan
orangtua sedini mungkin. “Pendidikan seks wajib diberikan orangtua pada anaknya
sedini mungkin. Tepatnya dimulai saat anak masuk play group (usia 3-4 tahun),
karena pada usia ini anak sudah dapat mengerti mengenai organ tubuh mereka dan
dapat pula dilanjutkan dengan pengenalan organ tubuh internal,” papar almamater
Universitas Indonesia ketika dihubungi okezone melalui telepon genggamnya.
Menurutnya,
pendidikan seks didefinisikan sebagai pendidikan mengenai anatomi organ tubuh
yang dapat dilanjutkan pada reproduksi seksual. Dengan mengajarkan pendidikan
seks pada anak, menghindarkan anak dari resiko negatif perilaku seksual. Karena
dengan sendirinya anak akan tahu mengenai seksualitas dan akibat-akibatnya bila
dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama, dan adat istiadat, serta kesiapan
mental dan material seseorang.
“Pengenalan
seks pada anak dapat dimulai dari pengenalan mengenai anatomi tubuh. Kemudian
meningkat pada pendidikan mengenai cara berkembangbiak makhluk hidup, yakni
pada manusia dan binatang. Nah, kalau sudah tahu, orangtua dapat memberi tahu
apa saja dampak-dampak yang akan diterima bila anak begini atau begitu,” ucap
wanita ramah ini.Salah satu cara menyampaikan pendidikan seksual pada anak
dapat dimulai dengan mengajari mereka membersihkan alat kelaminnya sendiri.
Waktu :
04 Maret 2010
Komentar :
“Pendidikan
seks memang seharusnya diberikan pada
saat anak berusia mulai beranjak dewasa. Saya setuju dengan dengan pendapat
Rose Mini yang menyatakan bahwa pendidikan seks itu diberikan dimulai dari
sejak dini sehingga penilain mereka terhadap seks yang sesungguhnya tidak salah
dan mereka tidak terjebak dalam pergaulan seks bebas”
SEKOLAH ISLAM TERPADU
85 Sekolah Se-Riau Ikuti Olimpiade Matematika UIN
PEKANBARU, Sekitar 85 Sekolah se Riau mengikuti Lomba Olimpiade Matematika yang diselenggarakan oleh Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Sutan Syarif Kasim Riau. tingkat SD,SMP, dan SMA.
Dalam kegiatan ini SDIT AL Fityah mengutus kontingenya sebanyak 9 orang (3 tem) yang terdiri dari tim 3 (Nazib Robbani, Fahrul, Fikri),.untuk bersaing dari 58 tingkat SD/MI se Riau, dan pada tanggal 28 Februari 2012, babak final yang di ikuti dari 5 tim, dan alhamdulillah SDIT Al Fityah mendapatkan juara II, sedangkan Juara I diraih oleh SD KArtika, dan Juara III diraih oleh SD Islamic center Sains Tahfidz siak, Juara Harapan I SD Ashofa dan juara harapan II SDN 41 pekanbaru
mudah-mudahan dengan kegiatan ini dapat memacu semangat anak-anak dalam mempelajari Ilmu matematika.
Waktu : 29 Februari 2012
Komentar :
“ Dari artikel diatas dapat disimpulkan peran SIT pada zaman sekarang tidak kalah kualitas dan perannya dengan sekolah- sekolah negeri yang program oleh pemerintah, justru bahkan peran sekolah negeri seakan – akan tergantiakn oleh SIT ini dalam membentuk dan membina ahlak dana prestasi siswa. Walau dengan bayaran yang cukup mahalorang tua tidak segan- segamn mengeluarkan uang meraka demi masa depan anak-anak yang merak cintai. Hendakya ini menjadi motivasi bagi sekolah yang berbasis pemerintah agar memperbaikai sistem dan pelayanan mareka”
HOMESCHOOLING
(pendidikan non formal di luar sekolah)
Sesuai namanya, proses homeschooling memang berpusat
di rumah. Tetapi, proses homeschooling umumnya tidak hanya mengambil lokasi di
rumah. Para orang tua homeschooling dapat menggunakan sarana apa saja dan di
mana saja untuk pendidikan homeschooling anaknya.
Direktur
Pendidikan Kesetaraan Depdiknas Ella Yulaelawati Rumindasari menegaskan, UU
SisDikNas mengakui sekolah-rumah sebagai bagian dari akses pendidikan.
Depdiknas mendefinisikan sekolah-rumah sebagai proses layanan pendidikan yang
secara sadar,teratur, dan terarah dilakukan oleh orangtua/keluarga di rumah
atau tempat lain dimana proses belajar dapat berlangsung kondusif. Meskipun
model persekolahan di rumah ini dijalankan secara informal orang tua yang
menyelenggarakan homeschooling ini diwajibkan melaporkan kepada dinas
pendidikan kabupaten atau kota setempat. Anak didik yang mengikuti
homeschooling ini juga dapat mengikuti ujian kesetaraan paket A (setara dengan
SD), paket B(setara dengan SMP) dan paket C (setara dengan SMU).
Keberadaan
homeschooling Indonesia telah diatur dalam UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 27 ayat (10) yang berbunyi:“Kegiatan pendidikan informal yang
dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara
mandiri”
Dalam
praktek homeschooling tidak harus memenuhi penyetaraan pendidikan. Pendidikan
kesetaraan adalah hak dan bersifat opsional. Jika praktisi homeschooling
menginginkannya, mereka dapat menempuhnya. Jika tidak, mereka tetap dapat
memilih dan memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Tetapi Penyetaraan ini
digunakan untuk dapat dihargai dan setara dengan hasil pendidikan formal, tentu
setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional
pendidikan.Penyetaraan dalam praktek homeschooling yaitu penyetaraan ujian,
penilaian, penyelenggaraan, dan tujuan pendidikan. Pendidikan kesetaraan dalam ujian
nasional meliputi program Paket A setara SD, Paket B setara SMP, dan Paket C
setara SMA.
Home Schooling Alternatif Akan KecemasanNilai
Metodebelajar di
rumahatau home schooling semakindiminati di AmerikaSerikat. Selamaini di Negara
Paman Sam, home schooling merupakanpilihanuntuk orang tuaygmemegangteguhnilai
agama, khususnyapenganut Kristen.Alasannya, mereka tidak ingin anak-anak berada di sekolah umum.
Namun kini, metode home schooling semakin menarik
peminat yg lebih luas. Menurut data otoritas di AS, tahun lalu, jumlah siswa yg
mengikuti home schooling sebanyak lebih dari 2 juta. Ini meningkat dibanding
pada satu dekade lalu, di mana jumlah peserta home schooling hanya 850 ribu
rumah. Demikian seperti dikutip Reuters.“Ini (home schooling) menjadi pilihan
utama kebanyakan orang Amerika,” kata Presiden Institut Penelitian Nasional
Belajar di Rumah (National Home Education Research Institute) Brian Ray.Dan
kini, keluarga yang mengikuti home schooling berasal dari bermacam
keyakinan, tidak hanya pemeluk penganut Kristen. Selain itu, mereka juga
berasal dari keluarga dgn berbagai aliran politik, strata ekonomi yg beragam
dgn orang tua yang berasal dari berbagai tingkat pendidikan.
Menurut Ray,
home schooling tidaklagidipandangsebagai “halpinggiran”.
Menurutbeberapaorangtua, merekamemilihsekolah di rumah agar memperkuatikatan di
antaraanggotakeluarga,
memberikanlebihbanyakwaktuuntukkepentingananakdanmengembangkankurikulum
individual.Ini juga
merupakan alasan yg digunakan keluarga Kristen religius yg banyak menggunakan
home schooling.
Apalagi, home
schooling
semakinunjukgigidibandingdulu.Initerlihatdarikemunculankateringuntukgruppeserta
home schooling, siswa home schooling
ygtampildalampertunjukankonserdanteaterlokalsertasiswasekolahygsudahbisamendapatkanmatakuliahperguruantinggi.Seperti
yang
dialamiputra Sophia Sayigh, ygkiniberusia 21 tahun.Putranya merupakan pemain band, pengajar musik dan
bekerja untuk membuat sebuah studio. Putra Sophia yg tinggal di pinggiran kota
Boston, mengambil kelas di Harvard Extension School dan dialihkan ke mata
kuliah perguruan tinggi, kemudian lulus dari Berklee College of Music hanya
dalam dua setengah tahun.
Dua anak Sophia, baik putra atau putri (18), pernah
belajar di sekolah umum yg merupakan pilihan ibu mereka. Namun sekolah umum
dinilai merupakan sumber kecemasan dalam nilai, tes dan struktur yg mencekik.
Waktu : Rabu, 23 Maret 2011
Komentar :
“Mengacu pada dasar kependidikan di Indonesia bahwa setiap anak berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Terlepas
dari formal atau tidak, pendidikan sangat penting bagi putra-putri bangsa.
Pendidikan bukan hanya ditujukan untuk masa depan dari pribadi seorang manusia,
tapi juga sangat mempengaruhi perkembangan dan kemajuan suatu negara.
Pendidikan tidak harus terfokus pada pendidikan formal di sekolah, namun dapat
juga ditempuh melalui jalur informal
seperti yang banyak terdapat di Indonesia yang dinamakan HOMESCHOOLING(pendidikan non formal di luar
sekolah).
Melalui program ini, diharapkan
anak-anak mendapat lebih cepat dan lebih banyak mendapat materi pembelajaran
daripada pendidikan formal di sekolah. Yang terpenting dalam hal ini adalah
kesetaraan yang berdasar kepada standar nasional pendidikan di Indonesia”.
2 komentar
share
up
Choose EmoticonEmoticon