BAB
1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Istilah tasawwuf tidak
dikenal dalam kalangan generasi umat Islam pertama (sahabat) dan kedua (tabiin),
ilmu tasawwuf menurut Ibn Khaldun merupakan ilmu yang lahir kemudian
dalam Islam, karena sejak masa awalnya para sahabat dan tabiin serta genearasi
berikutnya telah memilih jalan hidayah (berpegang kepada ajaran Al-Quran dan
Sunnah Nabi) dalam kehidupannya, gemar beribadah, berdzikir dan aktifitas
rohani lainya dalam hidupnya. Akan tetapi setelah banyak orang islam
berkecimpung dalam mengejar kemewahan hidup duniawi pada abad kedua dan
sesudahnya, maka orang – orang mengarahkan hidupnya kepada ibadat disebut suffiyah
dan mutasawwifin[1] Nah insan pilihan inilah kemudian
yang mengembangkan dan mengamalkan tasawwuf sehingga diadopsi
pemikirannya sampai sekarang ini.
B.
Tujuan dan
Manfaat
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas terstruktur mata kuliah ahlak
tasawuf. Sekaligus penambahan pengetahuan yang mendalam kepada kita tentang
hubungan ahlak dengan tasawuf secara esensial dan eksisitensial. Manfaat dari
pembuatan makalah ini untuk mengingatkan kita betapa besar jasa tokoh-tokoh
Islam dalam memperjuangkan Islam khusus dalam ilmu ahlak tasawuf dan sampai
pada masa sekarangpun jasa mereka masih kita rasakan.
Oleh
karena itu kita sebagai generasi Islam yang beriman dan bertakwa harus mengambil I’tibar dan menjadikan
loncatan motivasi untuk mengembangkan
Islam ke depannya.
BAB 11
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ahlak dan Tasawuf
Secara
bahasa akhlak berasal dari kata اخلق – يخلق – اخلاقا artinya
perangai, kebiasaan, watak, peradaban yang baik, agama Ahlak adalah sifat-sifat
manusia yang terdidik.[2]
Kata akhlak sama dengan kata khuluq. Dasarnya adalah:
QS.
Al- Qalam: 4: وانك لعلى خلق عظيم
QS.
Asy-Syu’ara: 137: ان هذا الا خلق الاولين
Hadis
:انما بعثت لاتمم مكارم الاخلاق
Menurut
Istilah, akhlak adalah:
- Ibnu Miskawaih: sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melaksanakan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran danpertimbangan.
- Imam Ghazali: sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan yang mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Manfaat
mempelajari Ilmu Akhla
- Menetapkan criteria perbuatan yang baik dan buruk.
- Membersihkan diri dari perbuatan dosa dan maksiat.
- Mengarahkan dan mewarnai berbagai aktivitas kehidupan manusia.
- Memberikan pedoman atau penerangan bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau buruk.[3]
Secara bahasa tasawuf diartikan
sebagai Sufisme (bahasa arab: تصوف ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana
cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk
memporoleh kebahagian yang abadi. Tasawuf adalah nama lain dari “mistisisme
dalam Islam”.[4]
Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud (menjauhi hal duniawi) dalam
Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan tradisi mistisme Islam. Tarekat
(pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan Syiah, Sunni, cabang
Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi. Pemikiran Sufi muncul di
Timur Tengah pada abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh
belahan dunia.
Paham
tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu (1) Perasaan kebatinan yang ada pada
sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama Islam,(2) Adat atau
kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari agama-agama non-Islam dan
berbagai paham mistik. Oleh karenanya paham tasawuf itu bukan ajaran Islam
walaupun tidak sedikit mengandung unsur-unsur Ajaran Islam, dengan kata lain
dalam Agama Islam tidak ada paham Tasawuf walaupun tidak sedikit jumah orang
Islam yang menganutnya.[5]
B. Dasar-Dasar Qur`ani Tasawuf
Diantara
ayat-ayat yang menjadi landasan tasawuf adalah nash-nash Qura'ny yang
menganjurkan untuk beribadah pada malam hari baik dalam bentuk bertasbih
ataupun quyamullail diantaranya adalah firman Allah yang Artinya:
Dan pada sebahagian malam hari
bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu;
Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang Terpuji.(Q.S al-Isra'
[17] ayat : 79 yang Artinya: “Dan sebutlah nama Tuhanmu pada (waktu) pagi dan
petang. Dan pada sebagian dari malam, Maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah
kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari”. (Q.S al-Insan [76] ayat :
25-26) yang Artinya: “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan
berdiri untuk Tuhan mereka”
Tiga ayat di atas menunjukkan bahwa mereka yang senantiasa menjauhi tempat tidur di malam hari dengan menyibukkan diri dalam bertasbih dan menghidupkan malam-malamnya dengan shalat dan ibadah-ibadah sunnah lainnya hanya semata-mata untuk mengharapkan rahmat, ampunan, ridha, dan cinta Tuhannya kepadanya akan mendapatkan maqam tertinggi di sisi Allah.
Tiga ayat di atas menunjukkan bahwa mereka yang senantiasa menjauhi tempat tidur di malam hari dengan menyibukkan diri dalam bertasbih dan menghidupkan malam-malamnya dengan shalat dan ibadah-ibadah sunnah lainnya hanya semata-mata untuk mengharapkan rahmat, ampunan, ridha, dan cinta Tuhannya kepadanya akan mendapatkan maqam tertinggi di sisi Allah.
Selain daripada hal-hal yang telah
penulis uraikan sbelumnya, diantara pokok-pokok ajaran tasawuf adalah mencintai
Allah dengan penuh ketulusan dan keikhlasan hal ini berlandaskan kepada firman
Allah swt dalam Q.S at-Taubah ayat : 24 yang Artinya: ”Katakanlah: "Jika
bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan
RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan Keputusan-Nya". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang fasik”.
Ayat ini menunjukkan bahwa kecintaan terhadap Allah, Rasul-Nya dan berjihad di jalan-Nya harus menjadi prioritas utama di atas segala hal, bahkan kecintaan kepada Allah dan Rasul-Nya harus melebihi di atas kecintaan kepada ayah, ibu, anak, istri, keluarga, harta, perniagaan dan segala hal yang bersifat duniawi, atau dengan kata lain bahwa seseorang yang ingin mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan mendambakan tempat terbaik diakhirat hendaknya menjadikan Allah dan Rasul-Nya sebagai kecintaan tertinggi dalam dirinya.[6]
C. Hubungan Antara Akhlak dan Tasawuf Secara
Eksisitensial dan Esensial
Ilmu tasawwuf pada umumnya dibagi menjadi tiga,
pertama tasawwuf falsafi, yakni tasawwuf yang menggunakan
pendekatan rasio atau akal pikiran, tasawwuf model ini
menggunakan bahan – bahan kajian atau pemikiran dari para tasawwuf, baik
menyangkut filsafat tentang Tuhan manusia dan sebagainnya. Kedua, tasawwuf
akhlaki, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan akhlak.
Tahapan – tahapannya terdiri dari takhalli (mengosongkan diri
dari akhlak yang buruk), tahalli (menghiasinya dengan akhlak yang
terpuji), dan tajalli (terbukanya dinding penghalang [hijab] yang
membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur Illahi tampak jelas
padanya).
Dan ketiga, tasawwuf amali, yakni tasawwuf yang
menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid, kemudian hal itu muncul
dalam tharikat. Sebenarnya, tiga macam tasawwuf tadi punya tujuan yang
sama, yaitu sama–sama mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan
diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang
terpuji (al-akhlaq al-mahmudah), karena itu untuk menuju wilayah tasawwuf,
seseorang harus mempunyai akhlak yang mulia berdasarkan kesadarannya
sendiri. Bertasawwuf pada hakekatnya adalah melakukan serangkaian ibadah
untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Ibadah itu sendiri sangat berkaitan
erat dengan akhlak. Menurut Harun Nasution, mempelajari tasawwuf sangat erat
kaitannya dengan Al-Quran dan Al-Sunnah yang mementingkan akhlak.
Cara beribadah kaum sufi
biasanya berimplikasi kepada pembinaan akhlak yang mulia, baik bagi diri
sendiri maupun orang lain. Di kalangan kaum sufi dikenal istilah altakhalluq
bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau
juga istilah al-ittishaf bi sifatillah, yaitu mensifati diri dengan
sifat – sifat yang dimiliki oleh Allah.
Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang
merupakan salah satu ajaran dari tasawwuf, dan yang terpenting dari ajaran
tasawwuf akhlaki adalah mengisi kalbu (hati) dengan sifat khauf yaitu
merasa khawatir terhadap siksaan Allah.
Secara
eksistensial pada hakikatnya ahlak dan tasawuf merupakan dua bangunan keilmuan
yang saling mendukung dalam penerapaan-penerapan dan yang paling rasional
adalah bahwa kedua ini memiliki orientasi yang sama, yaitu bagaimana agar
manusia sebagai wakil / khalifah Allah di muka bumi senantiasa dapat
menjalankan misi ilahiyah yang transendental beraksi dan menunjukan
eksistensinya di muka bumi. [7]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jadi dapat kita simpulkan bahwa
hubungan ahlak dan tasawuf secara esensial dan eksistensial sangatlah berkaitan
dan saling melengkapi. Dengan adanya ahlak dan ilmu tasawuf lah manusia sebagai
khalifah di bumi ini bisa melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin di bumi ini.
Dengan adanya ahlak dan tasawuf jualah
manusia sadar bahwa meraka adalah mahluk yang lemah dan hanya diciptakan untuk
mengabdi kepada Allah.
B. Saran
Kami menyadari dalam penulisan makalah
ini tedapat kesalahan-kesalahan baik penggunaan tanda baca dan dalam hal
menggunakan kata, semua itu karena minimnya pengetahuan kami tentang menulis, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat kontruktif demi kesempurnaan makalah ini untuk kedepannya,,
terima kasih.
Daftar Pustaka
Amril M.,MA Dr. 2007. Ahlak Tasawuf. Pekanbaru: Program Pascasarjana
UIN Suska Riau dan LSFK2P
H. Mustofa ,Drs., 1997.
Ahlak Tasawuf, , Bandung : Pustaka
Setia
.Asmaran MA , Dr. Pengantar Studi Ahlak. 2002, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Daudy ,Dr. Ahmad, Kuliah Ilmu Tasawuf,
Jakarta: Bulan Bintang
Http//:Ibnuel-mubhar.blogspot.com
Choose EmoticonEmoticon