KATA PENGANTAR
Asslamualaikum wr.wb
Puji
syukur kami sampaikan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah
memberikan kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk dapat melaksanakan
tugas makalah kuliah dan sekaligus presentasi kelompok tentang pembahasan
hubungan ahlak tasawuf secara esensial dan eksistensial. Dan berkat rahmat-Nya
jualah, maka penulis dapat menyusun sebuah makalah sebagai tugas yang diberikan
oleh dosen yang bersangkutan pada mata kuliah ahlak tasawuf
Dan tidak lupa pula seperti peribahasa “tiada gading yang
tak retak” sehingga penulis menerima segala kritikan dan saran dalam penulisan
makalah ini, penulis terima dengan hati yang lapang.
Semoga makalah ini, membantu semua pihak dalam memberi
masukan untuk meningkatkan harkat dan martabat bangsa kita dalam membangun
Indonesia tercinta.
Pekanbaru, Maret
2012
Penulis
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kebanyakan
orang pada zaman sekarang dalam memahami tentang konsep tasawuf memiliki
beragam warna pandangan yang berbeda dan beragam corak pemikiran yang berbeda
pula, walaupun ada sedikit kesepemahan diantara mereka tapi tidaklha banyak.
Kemudian ini berdampak kepada kondisi lingkungan dimana mereka berdomisili,
kepada cara pandang hidup seseorang kedepannya dalam memaknai kehidupan
khususnya berkaitan dengan apa yang dinamakan dengan tasawuf.
Ada
sebagian orang berpendapat bahwa tasawuf itu inti dalam ajarannya adalah
bagaimana kita manusia sebagai ciptaan Allah SWT mendekatkan diri kepadaNya
dengan cara yang dianjurkan oleh al-Quran dan as-Sunnah khusus berkaitan dengan
hal- hal yang bernuansa ibadah saja, seperti i’tikaf dsb. Golongan ini
kebanyakan berasal dari orang- orang yang sangad merindukan kebahagiaan seperti
apa yang dijanjikan Allah dalam firmanNya yang di bawa oleh Rasulullha saw.
Dan
ada juga dari kalangan yang berbeda dari golongan yang dijelaskan di atas tadi,
mereka berpendapat bahawa cara mendekatkan diri kepada Tuhan itu tidak hanya
dalam ibadah yang bersifat jelas saja, tapi menurut meraka mendekatkan diri
kepada Allah bisa juga dengan mengikuti
perkembangan zaman dan pemikiran yang sangad maju saat sekarang ini. Dalam hal
ini terjadi dua pebedaan pemikiran dalam memahami suatu konsep tasawuf yang
cukup dominan. Maka oleh sebab itu untuk menjawab persoalan itu penulis akan mencoba
memberikan sedikit penjelasan dalam makalah ini mengenai hakikat tasawuf
tersebut dari dua sudut pandang yang berbeda.
B. Tujuan
Penulisan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk membahas mengenai makna tasawuf dilihat dari dua sisi yang sangad berbeda
adanya, antara makna tasawuf yang berkembang pada zaman asal mulanya dengan
pemaknaan tasawuf yang sedang berkembang dengan pesatnya di era globalisasi
saat sekarang ini. Kemudian selain itu yang tidak kalah pentingnya guna
memenuhi tugas yang dipercayakan oleh dosen pengampu mata kuliah “ahlak tasawuf
II” bpk Prof. Dr. Amril,M. MA.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Makna
tasawuf masa lalu
Pemahaman
tasawuf dalam lintas sejarah diantaranya dapat dilacak dari sejarah Rasul SAW
yang berada di gua Hira untuk bertafakur
dan beribadah sebagai orang yang rindu akan Tuhannya dengan
menghindarkan diri dari kehidupan duniawi dan bermewah- mewah.[1]Tahanuts
yang dilakukan Nabi Muhammad Saw di Gua Hira merupakan cahaya pertama dan utama
bagi nur tasawuf, karena itulah benih pertama bagi kehidupan rohaniah.Di dalam
mengingat Allah serta memuja-Nya di Gua Hira, putuslah ingatan dan tali rasa
beliau dengan segala makhluk lainnya.Di situ pula berawalnya Nabi Muhammad
mendapat hidayah, membersihkan diri dan mensucikan jiwa dari noda-noda penyakit
yang menghinggapi sukma, bahkan sewaktu itu pulalah berpuncaknya kebesaran,
kesempurnaan, dan kemuliaan jiwa Muhammad Saw.dan membedakan beliau dari
kebiasaan hidup manusia biasa.
Fakta
sejarah menunjukkan bahwa selama hayatnya, segenap peri kehidupan beliau
menjadi tumpuan masyarakat, karena segala sifat terpuji terhimpun pada dirinya,
bahkan beliau merupakan lautan budi yang tidak pernah kering airnya kendatipun
diminum oleh semua makhluk yang memerlukan air. Amal ibadah beliau tiada tara
bandingannya. Dalam sehari semalam Rasulullah minimal membaca istighfar minimal
70 kali, shalat fardhu, rawatib serta shalat dhuha yang tidak kurang dari
delapan rakaat setiap hari. Shalat tahajjud beliau tidak lebih dari sebelas
rakaat, dan lama sujudnya sama dengan lamanya sahabat membaca lima puluh ayat.
Shalat beliau yang khusuk dan tuma’ninah amat sempurna.Dalam berdoa, perasaan khauf
dan raja’ selalu dinampakkan Rasulullah dengan tangis dan sedu sedannya.
Masih
banyak lagi amalan Rasulullah yang menunjukkan ketasawufannya.Apa yang
dikemukakan di atas dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa amalan tasawuf ternyata
sudah dipraktekkan oleh Rasulullah Saw.
Pola
hidup dan kehidupan Rasulullah yang sangat ideal itu menjadi suri tauladan bagi
para sahabatnya, baik bagi sahabat dekat maupun sahabat yang jauh.Tumpuan
perhatian mereka senantiasa ditujukan untuk mengetahui segala sifat, sikap dan
tindakan Rasulullah, sehingga para sahabat tersebut dapat pula memantulkan
cahaya yang mereka terima kepada orang yang ada di sekitarnya dan generasi
selanjutnya.Amalan tasawuf sebagaimana dipraktekkan oleh Rasulullah itu juga
diikuti oleh para sahabatnya.
Abu Bakar
Ash-Shiddieq misalnya, pernah hidup dengan sehelai kain saja.Dalam beribadat
kepada Allah Swt. karena khusu dan tawadhu’nya sampai dari mulutnya tercium bau
limpanya, karena terbakar oleh rasa takut kepada Allah. Pada malam hari ia
beribadat dengan membaca Al-Qur’an sepanjang malam.Umar bin Khattab dikenal
dengan keadilan dan amanahnya yang luar biasa. Ia pernah berpidato di hadapan
orang banyak, sedangkan di dalam pakaiannya terdapat dua belas tambalan dan dia
tidak memiliki kain yang lainnya.
Usman bin
Affan dikenal sebagai orang yang tekun beribadah dan pemalu, dan meskipun ia
juga dikenal sebagai seorang sahabat yang tekun mencari rezeki, tetapi iapun
terkenal sebagai pemurah, sehingga tidak sedikit kekayaannya digunakan untuk
menolong perjuangan Islam.Sahabat selanjutnya adalah Ali bin Abi Thalib yang
tidak peduli terhadap pakaiannya yang robek dan menjahitnya sendiri.
Beberapa
tokoh besar dalam sufi adalah : Rabi’ah al-Adawiyah, Zunnun al-Misri, Abu Yazid
al-Bustami, Husein bin Mansur al-Hajjaj, dan Al-Ghazali, Salman Al-Farisy,Abu
Zar Al- Ghifari, Ammar bin Yasir, Huzaidah bin Al- Yaman, Niqdad bin Aswad.[2]Demikian
fakta sejarah berbicara tentang kehidupan yang dipraktekkan oleh orang-orang
yang bertasawuf, meninggalkan kemegahan dunia dan hanya mengabdikan diri untuk
akhiratnya.
Ada
beberapa fase perkembangan tasawuf yang harus kita ketahui bersama yaitu:
a. Abad
I dan II Hijriyah
Fase abad pertama dan kedua Hijriyah belum bisa
sepenuhnya disebut sebagai fase tasawuf tapi lebih tepat disebut sebagai fase
kezuhudan. Adapun ciri tasawuf pada fase ini adalah sebagai berikut:
a. Bercorak
praktis ( amaliyah )
Tasawuf pada fase ini lebih bersifat amaliah dari pada bersifat
pemikiran.Bentuk amaliah itu seperti memperbanyak ibadah, menyedikitkan makan minum,
menyedikitkan tidur dan lain sebagainya.Amaliah ini menjadi lebih intensif
terutama pasca terbunuhnya sahabat Utsman.
b. Bercorak
kezuhudan
Tasawuf pada pase pertama dan kedua hijriyah lebih tepat disebut sebagai
kezuhudan.Kesederhanaan kehidupan Nabi diklaim sebagai panutan jalan para
zahid. Banyak ucapan dan tindakan Nabi s..a.w. yang mencerminkan kehidupan
zuhud dan kesederhanaan baik dari segi pakaian maupun makanan, meskipun
sebenarnya makanan yang enak dan pakaian yang bagus dapat dipenuhi. Dan secara
logikapun tidak masuk akal seandaikata Nabi s..a.w yang menganjurkan untuk
hidup zuhud sementara dirinya sendiri tidak melakukannya.
c. Kezuhudan
didorong rasa khauf
Khauf sebagai
rasa takut akan siksaan Allah s.w.t sangat menguasai sahabat Nabi s.a.w dan
orang – orang shalih pada abad pertama dan kedua Hijriyah. Informasi al-Qur`an
dan Nabi tentang keadaan kehidupan akhirat benar-benar diyakini dan
mempengaruhi perasaan dan pikiran mereka.
d. Sikap
zuhud dan rasa khauf berakar dari nash ( dalil Agama )
e.
Sikap zuhud untuk meningkatkan moral
b. Fase
Abad III dan IV Hijriyah
Apabila abad
pertama dan kedua Hijriyyah disebut fase asketisisme ( kezuhudan ),
maka abad ketiga dan keempat disebut sebagai fase tasawuf. Praktisi kerohanian
yang pada masa sebelumnya digelari dengan berbagai sebutan seperti zahid,
abid, nasik, qari` dan sebagainya, pada permulaan
abad ketiga hijriyah mendapat sebutan shufi. Hal itu dikarenakan tujuan utama
kegiatan ruhani mereka tidak semata – mata kebahagian akhirat yang ditandai
dengan pencapaian pahala dan penghindaran siksa, akan tetapi untuk menikmati
hubungan langsung dengan Tuhan yang didasari dengan cinta. Cinta Tuhan membawa
konsekuensi pada kondisi tenggelam dan mabuk kedalam yang dicintai ( fana
fi al-mahbub ). Kondisi ini tentu akan mendorong ke persatuan dengan yang
dicintai ( al-ittihad ). Di sini telah terjadi perbedaan tujuan ibadah
orang-orang syariat dan ahli hakikat.
c. Fase
Abad V Hihriyah
Fase ini disebut sebagai fase konsolidasi
yakni memperkuat tasawuf dengan dasarnya yang asli yaitu al-Qur`an dan
al-Hadits atau yang sering disebut dengan tasawuf sunny yakni
tasawuf yang sesuai dengan tradisi (sunnah)
Nabi dan para sahabatnya. Fase ini sebenarnya merupakan reaksi terhadap fase
sebelumnya dimana tasawuf sudah mulai melenceng dari koridor syariah atau
tradisi ( sunnah ) Nabi dan sahabatnya. Tokoh tasawuf
pada fase ini adalah Abu Hamid al-Ghazali (w.505 H) atau yang lebih dikenal
dengan al-Ghzali
d. Fase
Abad VI Hijriyah sampai ke IX Hijriah dan sesudahnya.
Fase ini
ditandai dengan munculnya tasawuf falsafi yakni tasawuf yang memadukan antara
rasa ( dzauq ) dan rasio ( akal ), tasawuf bercampur dengan filsafat terutama
filsafat Yunani. Pengalaman – pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antara
Tuhan dan hamba kemudian diteorisasikan dalam bentuk pemikiran seperti konsep
wahdah al-wujud yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah sedangkan selain
Allah hanya gambar yang bisa hilang dan sekedar sangkaan dan khayal.
Dalam beberapa abad ini, ajaran
tasawuf sangat sunyi di dunia Islam.Berarti nasibnya lebih buruk lagi dari
keadaanya pada abad keenam, ketujuh, dan kedelapan hijriah. Banyak diantara
peneliti muslim yang menarik kesimpulan bahwa ada dua faktor yang menonjol yang menyebabkan runtuhnya ajaran tasawuf di
dunia Islam, yaitu:
a. Karene
memang ahli tasawuf sudah kehilangan kepercayaan di kalangan masyarakat Islam
sebab banyak diantara mereka yang terlalu menyimpang dari ajaran Islam
sebenarnya; misalnya tidak lagi menjalankan shalat karena telah mencapai
tingkat ma’rifat.
b. Karena
keti
Ka itu bangsa Eropa yang
beragama nasrani sudah menguasai seluruh negeri Islam.[3]
B. Makna
tasawuf masa sekarang
Salah
satu tokoh yang begitu sungguh-sungguh memperjuangkan akhlak tasawuf bagi
mengatasi masalah tersebut adalah Husein Nashr.Menurutnya, faham sufisme ini
mulai mendapat tempat di kalangan masayarakat (termasuk masyarakat barat)
karena mereka mulai mencari-cari dimana sufisme yang dapat menjawab sejumlah
masalah tersebut.
Sufisme perlu dimasyarakatkan pada kehidupan modern yang sekarang karena terdapat 3 tujuan yang penting yaitu :
Sufisme perlu dimasyarakatkan pada kehidupan modern yang sekarang karena terdapat 3 tujuan yang penting yaitu :
a. Turut serta terlibat dalam berbagai peran
dalam menyelamatkan kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya
nilai-nilai spiritual.
b. Memperkenalkan literatur atau pemahaman
tentang aspek esoterik (kebatinan) Islam, baik terhadap masyarakat islam yang
mulai melupakannya maupun non islam, khususnya terhadap masyarakat barat
c. Untuk memberikan penegasan kembali bahwa
sesungguhnya aspek esoterik Islam, yakni sufisme, yaitu jantung dari ajaran
islam sehingga bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut , maka keringlah
aspek-aspek lain ajaran islam. Relevansi Tasawuf dengan problem manusia modern
adalah karena Tasawuf secara seimbang memberikan kesejukan batin dan disiplin
syari’ah sekaligus. Ia bisa difahami sebagai pembentuk tingkah laku melalui
pendekatan Tasawuf suluky, dan bisa memuaskan dahaga intelektuil melalui
pendekatan Tasawuf falsafy. Ia bisa diamalkan oleh setiap muslim, dari lapisan
sosial manapun dan di tempat manapun. Secara fisik mereka menghadap satu arah,
yatiu Ka’bah, dan secara rohaniah mereka berlomba lomba menempuh jalan
(tarekat) melewati ahwal dan maqam menuju kepada Tuhan yang Satu, Allah SWT.
Tasawuf adalah kebudayaan Islam, oleh karena itu budaya setempat juga mewarnai
corak Tasawuf sehingga dikenal banyak aliran dan tarekat.Telah disebut di muka
bahwa berTasawuf artinya mematikan nafsu dirinya untuk menjadi Diri yang
sebenarnya.
Jadi
dalam kajian Tasawuf, nafs difahami sebagai nafsu, yakni tempat pada diri
seseorang dimana sifat-sifat tercela berkumpul, Al Ashlu Al Jami` Li As Sifat
Al Mazmumah Min Al Insan. Nafs juga dibahas dalam kajian Psikologi dan juga
filsafat.Dalam upaya memelihara agar tidak keluar dari koridor Al-Qur’an maka
baik Tasawuf maupun Psikologi (Islam) perlu selalu menggali konsep nafs (dan
manusia) menurut Al-Qur’an dan hadis.
Tasawuf
dan modernitas pada dasarnya sejak awal perkembangan isalam gerakan tasawuf
mendapat sambutan luas di kalangan umat islam. Bahkan penyebaran islam di
Idonesa lebih mudah berkat dakwah menggunakan pendekaatan tasawuf.Saat ini,
tasawuf di Indonesia sudah menjamur. Kesuksesan ini diraih para sufi dengan
penuh perjuangan. Dan perjuangan itu sebenarnya belum berakhir.[4]Penekanan
pada sisi esoteric agama (hal-hal yang bersifat batiniah dari agama) lebih
mengundang daya tarik ketimbang eksoteriknya (Formalitas ritual agama).Saat
ini, tasawuf di Indonesia sudah berkembang pesat. Ini tak lepas dari perjuangan
para sufi dan perjuangan ini sebenarnya belum berakhir. Diperlukan
sosialisasi secara terus menerus agar
paham ini terus menyentuh masyarakat awam.
Salah
satunya disebabkan oleh adanya persinggungan antara sisi esoteric dengan
pergulatan eksistensi manusia.Kecenderungan aniomisme dan dinamisme
(kepercayaan terhadap benda-benda yang mengandung keramat dan ruh-ruh leluhur
yang bisa menjadi perantara kepada Tuhan) misalnya menyiratkan ketertarikan
yang besar terhadap sisi esoteric itu. Factor seperti inilah yang mendorong
Hamka meneliti Tasawuf sebagaimana ia jelaskan dalam bukunya : “Tidaklah dapat
diragui lagi bahwasana tasawuf adalah salah satu pusaka keagamaan terpenting
yang mempengaruhi perasaan dan pikiran kaum muslimin. Luasnya pengaruh tasawuf
dalam hampir seluruh episode peradaban islam menandakan tasawuf relevan dengan
kebutuhan umat islam. Menurut Hamka tasawuf ibarat jiwa yang menghidupkan tubuh
dan meruoakan jantung dari keislaman.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Makna
tasawuf yang di pahami oleh para ahli ibadah terdahulu identik dengan cara menjauhkan diri dari kemewahan dunia dan
berfokus kepada akhirat saja, beramal dengan sebanyak mungkin.Tidak jauh
berbeda dengan para ahli ibadah yang memaknai tasawuf pada zaman sekarang,
mereka tidak hanya mementingkan kebutuhan akhirat, akan tetapi meraka juga menjalin hubungan silaturahmi dengan muslim
lainnya dengan cara menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Ahli ibadah disini
tidak hanya termasuk para sufi semata, disini juga termasuk di dalamnya orang- orang muslim biasa
yang didalam kehidupan meraka selalu berpegang teguh kepada Al- Quran dan
Hadits. Jadi dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah kita tidak hanya terfokus kepada ibadah nyata semata,
tetapi kita juga bisa mendekatkan diri kepada Allah dengan cara berbuat baik
kepada sesama muslim, saling membantu dan mengingatkan dalam hal kebaikan.
B. Saran
Saran penulis
dalam tulisan ini adalah mari kita selalu berlomba – lomba dalam mengumpulkan
benih kebaikan dan berusaha selalu mendekatkan diri kepada Allah, agar benih
dan ibadah tersebut besok berguna untuk kita kedepanya dunia dan akhirat
kelak.amiin..
Daftar
Pustaka
Drs. H.A Musthofa, Ahlak Tasawuf, Bandung:
Pustaka Setia, 1997
DR.
Asmal May, Pengembangan pemikiran
pendidikan tasawuf, Pekanbaru: Program Pasca Sarjana UIN SUSKA Riau, 2009
Prof. Dr. Amril M., MA, Ahlak
Tasawuf, Pekanbaru:Program Pascasarjana UIN Suska Riau dan LSFK2P,
2007
http://ridhopsi.blogspot.com
[1]
Prof. Dr. Amril M., MA, 2007, Ahlak
Tasawuf, (Pekanbaru:Program Pascasarjana UIN Riau dan LSFK2P) h. 107
[2]Drs. H.A Musthofa,1997, Ahlak Tasawuf, (Bandung:Pustaka Setia) ,h.h 210-214
[3]
Ibid.,h.238
[4]
DR.Asmal May, 2009, pengembangan
pemikiran pendidikan tasawuf, (Pekanbaru:Program Pasca Sarjana UIN SUSKA
Riau)h.257
[5]
http://ridhopsi.blogspot.com
Choose EmoticonEmoticon