JENIS-JENIS
BELAJAR
A. Jenis-Jenis Belajar
Walaupun
belajar dikatakan berubah, namun untuk mendapatkan perubahan itu bermacam-macam
caranya.Setiap perbuatan belajar mempunyai cirri-ciri masing-masing.Para ahli
dengan melihat ciri-ciri yang ada di dalamnya, mencoba membagi jenis-jenis
belajar ini, disebabkan sudut pandang.Oleh karena itu, sampai saat ini belum
ada kesepakatan atau keragaman dalam merumuskannya.A. De Block misalnya berbeda
dengan C. Van Parreren dalam merumuskan sistematika jenis-jnis belajar.Demikian
juga antara rumusan sistematika jenis-jenis belajar yang dikemukakan oleh C.
Van Parreren dengan Robert M. Gagne.
Jenis-jenis
belajar yang diuraikan dalam pembahasan berikut ini merupakan penggabungan dari
pendapat ketiga ahli di atas.Walaupun begitu, dari pendapat ketiga para ahli di
atas, ada jenis-jenis belajar tertentu yang tidak dibahas dalam kesempatan ini,
dengan pertimbangan sifat buku yang dibahas.
Oleh
karena itu, jenis-jenis belajar yang diuraikan berikut ini menyangkut masalah
belajar arti kata-kata, belajar kognitif, belajar menghafal, belajar teoritis,
belajar kaedah, belajar konsep/pengertian, belajar keterampilan motorik, dan
belajar estetik.Untuk jelasnya ikutilah uraian berikut.
1. Belajar arti kata-kata
Belajar
arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung
dalam kata-kata yang digunakan.Pada mulanya suatu kata sudah dikenal, tetapi
belum tahu artinya. Misalnya, pada anak kecil, dia sudah mengetahui kata
“kucing” atau “anjing”, tetapi dia belum mengetahui bendanya, yaitu binatang
yang disebutkan dengan kata itu. Namun lam kelamaan dia mengetahui juga apa
arti kata “kucing” atau “anjing”,.Dia sudah tahu bahwa kedua binatang itu
berkaki empat dan dapat berlari.Suatu ketika melihat seekor anjing dan anak
tadi menyebutnya “kucing”.Koreksi dilakukan bahwa itu bukan kucing, tetapi
anjing.Anak itu pun tahu bahwa anjing bertubuh besar dengan telinga yang cukup
panjang, dan kucing itu bertubuh kecil dengan telinga yang kecil dari pada
anjing.
Setiap
pelajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata-kata tertentu yang belum
diketahui.Tanpa hal ini, maka sukar menggunakannya.Kalau pun dapat
menggunakannya, tidak urung ditemukan kesalahan penggunaan.Mengerti arti
kata-kata merupakan dasar-dasar terpenting. Orang yang membaca akan mengalami
kesukaran untuk memahami isi bacaan. Karena ide-ide yang terpatri dalam setiap
kata.Dengan kata-kata itulah, para penulis atau pengarang melukiskan ide-idenya
kepada siding pembaca.Oleh karena itu, penguasaan arti kata-kata adalah penting
dalam belajar.
2. Belajar Kognitif
Tak
dapat disangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah
mental.Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui
tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat
mental.Misalnya, seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa
pengalamannya kepada temuannya.Ketika dia menceritakan pengalamannya selama
dalam perjalanan, dia tidak tidak dapat menghadirrkan objek-objek yang pernah
dilihatnya selama dalam perjalanan itu di hadapan temannya itu, dia hanya dapat
menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat.Gagasan atau
tanggapan tentang objek-objek yang dilihat itu dituangkan dalam kata-kata atau
kalimat yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.
Belajar
kognitif penting dalam belajar.Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan
diri dari kegiatan belajar kognitif.Mana bisa kegiatan mental tidak berproses
ketika memberikan tanggapan terhadap ojek-objek yang diamati. Sedangkan belajar
itu sendiri adalah proses mental yang bergerak kea rah perubahan.
3. Belajar Menghafal
Menghafal
adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal dalam ingatan, sehingga
nantinya dapat diproduksikan {diingat} kembali secara harfiah, sesuai dengan
materi yang asli, dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu bila
diperlukan dapat diingat kembali kealam dasar.
Dalam
menghafal, ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan, yaitu mengenai tujuan,
pengertian, perhatian, dan ingatan.Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi
oleh syarat-syarat tersebut.Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah,
menghafal tanpa pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian adalah
kacau, dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia.
4. Belajar Teoritis
Bentuk
belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta {pengetahuan}
dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat difahami dan digunakan
untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi
ilmiah.Maka, diciptakan konsep-konsef, relasi-relasi di antara konsep-konsep
dan struktur-struktur hubungan.Missalnya, “bujur sangkar” mencakup semua
persegi empat; iklim dan cuaca berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman;
tumbuh-tumbuhan dibagi dalam genus dan species.Sekaligus dikembangkan dalam
metode-metode untuk memecahkan problem-problem secara efektif dan efesien,
misalnya dalam penelitian fisika.
5. Belajar Konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan
arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama, orang
yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang
dihadapinya, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek
dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk repressentasi mental tak
berperaga.Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata {lambang
bahasa}.
Konsep
dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan.Konsep
konkret adalah pengertian yang menunjuk pada objek-objek dalam lingkungan
fisik. Konsep ini mewakili benda tertentu, seperti meja, kursi, tumbuhan,
rumah, mobil, sepeda motor dan sebagainya. Konsep yang didefinisikan adalah
konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada
realitas dalam lingkungan hidup fisik, karena realitas itu tidak berbadan.
Hanya dirasakan adanya melalui proses mental. Misalnya, saudara sepupu, saudara
kandung, paman, bibi, belajar, perkawinan, dan sebagainya, adalah kata-kata
yang tidak dapat dilihat dengan mata biasa, bahkan dengan mikroskop
sekalipun.Untuk memberikan pengertian pada semua kata itu diperlukan konsep
yang didefinisikan dengan menggunakan lambang bahasa.
6. Belajar Kaidah
Belajar
kaidah {rule} termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual {intellectual
skill}, yang dikemukakan oleh Gagne.[2] Belajar kaidah adalah bila dua konsep
atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang
mereprensikan suatu keteraturan. Orang yang telah mempelajari suatu kaidah,
mampu menghubungkan beberapa konsep. Misalnya, seseorang berkata, “besi
dipanaskan memuai”, karena seseorang telah menguasai konsep dasar mengenai
“besi”, “dipanaskan” dan “memuai”, dan dapat menentukan adanya suatu relasi
yang tetap antara ketiga konsep dasar itu {besi, dipanaskan, dan memuai}, maka
dia dengan yakin mengatakan bahwa “besi dipanaskan memuai”.
Kaidah
adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah.Kaidah merupakan suatu
representasi {gambaran} mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam
mengatur kehidupan sehari-hari.Hal ini berarti bahwa kaidah merupakan suatu
keteraturan yang berlaku sepanjang masa.Oleh karena itu, belajar kaidah sangat
penting bagi seseorang sebagai salah salah satu upaya penguasaan ilmu selama
belajar di sekolah atau di perguruan tinggi {universitas}.
7. Belajar Berpikir
Dalam
belajar ini, orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan, tetapi
tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan.masalah harus
dipecahkan melalui operasi mental, khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta
metode-metode bekerja tertentu.
Dalam
konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir divergen. Berpikir
konvergen adalah berpikir menuju satu arah yang benar atau satu jawaban yang
paling tepat atau satu pemecahan dari suatu masalah.berpikir divergen adalah
berpikir dalam arah yang berbeda-beda, akan diperoleh jawaban-jawaban unit yang
berbeda-beda tetapi benar.
Konsep
Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah sebagai
berikut.
a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran
akan adanya masalah.
b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi.
c. Mencari informasi atau data dan
kemudian data itu diorganisasikan.
d. Mencari hubungan-hubungan untuk
merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai,
diuji, agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.
e. Penerapan pemecahan terhadap masalah
yang dihadapi sekaligus berlaku sabagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut
untuk dapat sampai pada kesimpulan.
Menurut
Dewey, langkah-langkah dalam pemecahan masalah adalah sebagai berikut.
a. Kesadaran akan adanya masalah.
b. Merumuskan masalah.
c. Mencari data dan merumuskan
hipotesis-hipotesis.
d. Menguji hipotesis-hipotesis itu.
e. Menerima hipotesis yang benar.
Meskipun
diperlukan langkah-langkah, menurut Dewey, tetapi pemecahan masalah itu tidak
selalu mengikuti urutan yang teratur, melainkan meloncat-loncat antara
macam-macam langkah tersebut.Lebih-lebih apabila orang berusaha memecahkan
masalah-masalah yang kompleks.
B. Prinsip-Prinsip Belajar
Telah
dipahami belajar adalah berubah.Berubah berarti belajar, tidak berubah, berarti
tidak belajar.Itulah sebabnya hakikat belajar adalah perubahan.Tetapi tidak
semua perubahan berarti belajar.
Agar
setelah melakukan kegiatan belajar didapatkan hasil yang efektif dan efesien
tentu saja diperlukan prinsip-prinsip belajar tertentu yang dapat melapangkan
jalan kea rah keberhasilan. Maka calon guru/pembimbing seharusnya sudah dapat
menyusun sendiri prinsip-prinsip belajar, ialah prinsip belajar yang dapat
terlaksana dalam situasi dan kondisi yang berbeda, dan oleh setiap siswa secara
individual. Namun demikian marilah kita susun prinsip-prinsip belajar itu,
sebagai berikut:
Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif,
meningkatkan minat dan membimbing untuk mencapai tujuan intruksional;
Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur,
penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya;
Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat
pada siswa untuk mencapai tujuan intruksional;
Belajar itu proses kontinyu, maka harus tahap demi tahap menurut
perkembangannya;
Belajar adalah proses organisasi, adaptasi, eksplorasi dan discovery;
Belajar harus dapat mengembangkan
kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapainya.
Belajar memerlukan sarana yang cukup, sehingga siswa dapat belajar
dengan tenang;
Belajar memerlukan lingkungan yang menantang di mana anak dapat
mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar yang efektif;
Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya;
Belajar adalah proses kontiguitas {hubunagan antara pengertian yang satu
dengan pengertian yang lain} sehingga mendapatkan pengertian yang diharapakan.
Stimulus yang diberikan menimbulkan response yang diharapkan;
Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar
pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.
Sumber
:http://udhiexz.wordpress.com/2008/08/13/jenis-jenis-belajar/
– _ftn1
Choose EmoticonEmoticon